Part VIII: Walîmatul 'Urs

2.6K 98 0
                                    

Kamal mendapat pekerjaan sebagai desainer teknik di sebuah home industry yang bergerak di bidang AC central. Sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan jurusan kuliahnya dulu, DKV, namun setidaknya dia bisa menggambar.

Sinta sudah berdamai dengan calon suaminya itu. Berkali-kali dia memperbarui niatnya dalam hati, jangan sampai pernikahan ini tidak sah karena menikah dengan dasar keterpaksaan itu tidak sah secara syari'at Islâm.

Sebenarnya Sinta tidak suka dengan laki-laki gemuk. Sering kali dia katakan hal itu pada orang tua dan kakak-kakaknya, apalagi saat kakak sulungnya akan menikah dengan laki-laki berpostur tinggi-gemuk. Dan, ujian itu datang. Kamal adalah seorang yang memiliki berat badan yang tidak proporsional. Namun karena tingginya 175 cm, membuatnya tidak terlalu terlihat gemuk.

Pelajaran pertama yang dapat diambil: Jangan terlalu membenci sesuatu, atau Allâh akan memperingatimu!

🌸🌸🌸

Tidak ada undangan, tidak ada janur kuning, tidak pula pelaminan. Hanya tenda kecil dan beberapa kursi untuk tamu laki-laki di luar, sedang tamu perempuan di dalam rumah. Sinta sudah sangat bersyukur orang tuanya mau menerima permintaannya agar tamu laki-laki dan perempuan dipisah.

Karena tidak ada undangan, akhirnya Sinta pun mengundang beberapa temannya melalui pesan singkat. Teman SMP dan SMA yang mengetahui tentang kabar pernikahan Sinta mengirim pesan balasan.

[Sinta, kamu serius mau nikâh? Kayak dadakan banget ya? Buru-buru gitu.]

[Iya, insyâ Allâh.. Ya aku juga gak tau bisa cepet gini, qaddarallâh. Tapi yang jelas, aku gak MBA* ya. Hehe.] balas Sinta cepat, khawatir mereka berburuk sangka.

[Ya ampun, Sinta. Gak lah, kami sama sekali gak mikir ke sana. Kita tau banget lah kamu seperti apa, gak mungkin kayak gitu.]

[Alhamdulillâh.. Iya ini juga aku dijodohkan, jadi emang gak kenal dari awal.] Balas Sinta, bersyukur.

Tak henti-hentinya Sinta berdoa dan mengerjakan shalat istikharah, memohon petunjuk dari Allâh. Namun semakin ke sini semakin dia sadar, bahwa Hari H itu akan datang.

🌸🌸🌸

Hari pernikahan pun tiba. Mama Nabil dan teman-teman kajian Sinta yang lain datang lebih awal. Semua mendoakan hal yang sama, semoga barakah yang Sinta dapatkan dalam pernikahan. Entah berapa puluh "âmîn" yang Sinta ucapkan, tapi saat itu Sinta sangat senang karena teman-temannya datang.

Padahal sebelumnya, Sinta menangis menahan malu, lantaran dia disuruh keluar dari dalam rumahnya demi menandatangani berkas-berkas dari KUA. Dia sangat-sangat malu karena saat itu dia mengenakan pakaian pengantin, bukan pakaian serba hitam seperti biasanya. Untungnya pakaian pengantin tersebut telah didesain panjang kali lebar serta terdapat cadar tali. 'Untuk jaga-jaga saja,' pikir Sinta kala itu. Dan, kini terjadi. Dia amat sangat malu dilihat oleh para laki-laki yang bukan mahramnya mengenakan pakaian seronok macam itu. Wallâhul musta'ân.

"Sinta kan sekarang sudah jadi istrinya ustâdz, siap gak nanti kalau ada yang kedua?" Tanya salah seorang teman dekat Sinta sembari tersenyum penuh makna. Umur beliau lebih dari tiga dekade, tapi belum jua menikah. Keponakannya adalah adik kelas Kamal ketika di Yaman.

"Ya ampun, Uni, belum kepikiran ke arah sana, baru aja nikâh. Hehe." jawab Sinta tersenyum getir, sambil menyedot minuman kemasan.

Tamu undangan sudah hampir seluruhnya pulang sampai akhirnya Darma, Tari, dan kedua anaknya datang. Sinta bahagia mereka tetap bersama.

🌸🌸🌸

Menjelang maghrib, barulah Sinta dan Kamal masuk ke kamar Sinta yang dulu digunakannya sendirian setelah kakak-kakaknya satu persatu menikah. Hadiah dan kado seserahan tertata rapi di kasur mereka. Satu persatu Sinta buka dengan gembira. Belum pernah dia mendapat hadiah sebanyak itu.

Sebelum disentuh, Sinta mengingatkan Kamal agar berdoa sesuai anjuran Nabi. Dia pun mengajak suaminya agar shalat dua rakaat terlebih dahulu.

Berduaan di kamar dengan laki-laki membuat Sinta gelisah. Berkali-kali dia mengingat-ingat dan meyakinkan dirinya bahwa mereka sudah halâl untuk berduaan di dalam kamar. Bahkan sampai terjadi kejadian intimpun, di benak Sinta hanya ada pertanyaan, 'Eh, bener kan ya, tadi itu sudah sah? Ijab Kabul-nya sudah beneran sah kan?' Ingin rasanya berteriak meminta tolong kepada Ibunya kala itu.

Maklum, Sinta tidak menyaksikan Ijab Kabul-nya secara langsung, dia hanya mendengarkan dari dalam rumahnya melalui pengeras suara.

Bersambung....

* Married by accident.

#berdasarkankisahnyata
#bukannamasebenarnya
#ctsstory

11.5.19.

(Sentuh layar dari bawah ke atas untuk membaca part selanjutnya ⬇️⬇️⬇️)

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang