"Kamu ngalah dulu ya, Dek," Kamal memohon pada Sinta.
Sinta mengiyakan dengan anggukan kepala.
Beberapa menit kemudian, hanya dengan berbalut handuk, Anis keluar dari kamar mandi. Dia yang berbalut handuk, namun Sinta yang merasa malu. Mereka berdua memang selalu membuat Sinta cemburu. Entah mereka melakukannya dengan sengaja atau tidak, sadar atau tanpa sadar. Yang jelas, Sinta selalu berusaha menjaga hati Anis agar tidak cemburu kepadanya. Misalnya ketika dulu Kamal berlutut di hadapan Sinta, memohon agar dia tidak meminta cerai kepadanya di depan Anis, Sinta langsung menyuruh suaminya itu untuk berdiri karena risih, khawatir Anis cemburu kepadanya.
Bak Ratu Sejagad, Anis dihampiri oleh dua orang dewasa yang menghujaninya dengan permintaan maaf.
"Aku mau shalat dulu," respon Anis datar, sedatar wajahnya.
"Bareng, Nis, aku juga belum shalat," pinta Sinta.
Mereka berdua lalu shalat berjama'ah, sedang Kamal memperhatikan mereka dari depan, dan memotretnya.
Setelah salam, dua orang yang tak berputus asa itu terus merajuk Anis demi meminta maaf untuk hal yang menurut Sinta bukan kesalahan.
"Kalian mau ninggalin aku kemarin kan, makanya pulang dengan ngambil semua barang-barang? Aku baik sama kamu, Sinta, tapi kamu malah bilang aku 'fake' lah, pura-pura lah. Padahal aku tulus ngelakuinnya," akhirnya rasa kesal di hatinya, dia keluarkan.
"Iya, Nis, aku minta maaf ya," respon Sinta seadanya, tak mau berlama-lama.
'Asal kamu tahu saja, Anis, aku sudah lelah menangis. Bukan menangisimu, tapi menangisi diriku sendiri!'
"Nanti juga ujung-ujungnya kalian bakal ninggalin aku," ujar Anis meramal. Haha.
"Enggak, Nis. Tadi Sinta udah janji gak akan minta cerai lagi kok," jawab Kamal tersenyum. Kali ini dia berlutut di hadapan Anis. "Iya kan, Dek?"
"I... Iya," jawab Sinta putus asa. Sepertinya itu bukan kabar baik untuk Si Anis. Karena dia justru menginginkan Kamal dan Sinta berpisah.
"Ya sudah aku maafkan, asal jangan diulang," Anis menanggapi.
"Kalau gitu, kita makan siang di luar yuk, lapar banget," ajak Kamal.
"Bentar, aku siap-siap dulu," Anis menghilang di balik pintu kamarnya yang dia tutup untuk berganti baju.
Lumayan lama juga Anis bersiap-siap. Kalaulah itu Sinta, pastilah sudah dihardik oleh Kamal.
🌸🌸🌸
Mereka berencana makan mie ayam kesukaan Anis. Kali ini dia yang memimpin rute perjalanan.
Tak berapa lama mereka sampai di tujuan. Rupanya tempatnya tak jauh dari perumahan tempat Anis tinggal. Kini semakin banyak sepasang mata memandang ke arah mereka jika sedang keluar bersama. Sinta harus terbiasa dengan itu.
Mereka pun memesan makanan dan minuman. Anis yang nampaknya masih marah atau barangkali 'jual mahal' agar tak terkesan gampang memaafkan duduk di samping Sinta, sedang Kamal duduk di depannya. Tak ada ocehan cerewet khas Anis lagi. Dia benar-benar jadi pendiam dan hanya merespon seadanya.
Tiba-tiba, Anis tersenyum sambil menunduk memegangi smartphone-nya. Jelas dia sedang chatting dengan seseorang. Karena penasaran, Sinta melirik ke bawah, tempat smartphone Anis berada. Dari ekor matanya, dia bisa melihat dengan jelas siapa gerangan teman chatting Anis. Tertulis di sudut kiri atas sebuah nama yang membuat Sinta terkejut. Anis sedang chatting dengan mantan suaminya yang kini dia namai 'Ayahnya Anak-anakku'!