Part XXIV: Two Faced

1.3K 55 0
                                    

"Yâ Allâh... Kok dia kayak gitu? Tadi pagi itu aku mau bantuin dia masak tapi malah dia suruh aku ke kamar," Sinta menjelaskan. "Terus waktu siang dia ke rumah Si Aldi juga aku beres-beres kok. Mem-vacuum, masak nasi, dan cuci piring."

"Iya, aku percaya sama kamu," jawab Kamal menenangkan Sinta. "Jadi gimana? Kita pulang malam ini aja yuk?"

"Hmm... Tapi kan malam ini malamnya Si Anis. Gak mungkin kamu nganterin aku terus ke sini lagi, pasti kamu kecapean," Sinta berpikir sejenak.

"Pastinya. Jadi gimana?" Kamal mendesak.

"Hmm... Kasihan dia, kemarin kan malamku. Untuk menghormati haknya, biarkan dia bermalam denganmu dulu malam ini. Kita besok pagi aja ke rumah sekalian kamu berangkat ke Kantor," jawab Sinta yang belakangan dia sesali.

"Oh ya sudah.. Tadi siang juga aku gak diperhatikan makannya sama dia," Kamal merespon sebal. "Harusnya dia perhatian dong sama aku!"

"Ya tapi kan siang kamu memang di Kantor, sedang rumah ini jauh dari Kantor. Lagi pula bukan tanggung jawab dia aja, tapi aku juga, kan?" Ujar Sinta heran.

Kamal hanya mengelak dan berkata,

"Menikahi dia ternyata tidak menyelesaikan masalah kita."

🌸🌸🌸

Karena malam itu tak ada makanan, mereka pun pergi untuk mencari makan di luar. Surprise, surprise! Anis kembali ramah pada Sinta. Mereka berencana membeli sate.

Sekembalinya ke rumah, Sinta duluan masuk ke dalam. Terlihat smartphone milik Anis yang tertinggal bergetar di meja, tanda ada telepon masuk. Beberapa kali bergetar, sedang Anis masih di luar. Sinta penasaran siapa yang menelepon Anis malam-malam. Betapa terkejutnya dia, di layar ponsel Anis tertulis "Suamiku Sayang".

Tak lama, Kamal masuk ke dalam rumah. Sinta menunjuk ponsel Anis yang tergeletak ketika telepon kembali masuk. Kamal hanya diam.

"Nis, itu ada telepon dari siapa?" Tanya Sinta penasaran.

"Oh, dari Si Sayang. Eh, maksudnya ayahnya Cia. Hehe," jawabnya cengingisan.

"Jangan dinamain kayak gitu atuh. Nanti Mas Kamal cemburu," ujar Sinta.

"Namain apa dong? Emang Kak Kamal cemburu?" Goda Anis masih tersenyum lebar. "Ya udah nanti aku ganti deh."

"Enggak, biasa aja," jawab Kamal datar. Kamal memang bukan tipikal orang yang mudah cemburu. Mungkin dia cemburu dan akan marah pada Anis, tapi dia tahan. Sinta memang tidak pernah sekalipun melihatnya marah kepada Anis secara langsung.

Anis memang terkadang bertingkah laku aneh, membuat Sinta terheran-heran. Pernah suatu kali saat mereka berdua menggunakan daster rumah, Anis tiba-tiba menyibak rok Sinta sampai paha atasnya terlihat. Dia lalu berkata,

"Aku mau lihat dong!" Ujarnya sambil cengar-cengir.

"Anis! Ih, malu!" Sinta berlari mengejar Anis yang sudah duluan pergi.

🌸🌸🌸

Lagi-lagi tak seperti biasanya saat berumah tangga dengan Sinta, Kamal membantu Anis menghidangkan makanan. Nasi, piring, sendok, dll, dia bantu membawakan ke karpet tempat nanti mereka makan.

Voilà! Malam itu Anis bersikap baik kembali kepada Sinta. Baik sekali, malah.

"Sinta, aaa!" Pinta Anis agar Sinta membuka mulutnya.

"Ih, mau ngapain?" Tanya Sinta menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Aku mau nyuapin kamu," jawab Anis.

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang