Part IX: Wonder Woman

2.4K 94 0
                                    

Tahun demi tahun pernikahan Sinta dan Kamal berlalu. Kini mereka telah dikaruniai dua orang anak. Untuk anak pertama, mereka harus menunggu 13 bulan setelah pernikahan, namun tidak untuk anak kedua dan ketiga.

Saat itu bulan Februari, hujan sedang sering-seringnya datang di Kota Hujan. Sinta tengah hamil besar anak ketiga mereka, di saat Kamal harus pergi berdakwah ke Semarang.

"Hanya 3 hari saja," begitu jawaban Kamal saat Sinta khawatir jika suaminya itu tidak ada di sisinya jika Sinta melahirkan nanti. Lagipula, Hari Perkiraan Lahir Sinta masih sepekan lagi.

Di saat bersamaan, anak pertama Sinta, Faruq (3,5 tahun), dan adiknya, Hasna (1,5 tahun) sedang demam. Setiap waktu Sinta selalu berdoa agar dia tidak melahirkan ketika suaminya tidak ada di rumah. Bagaimana tidak, dia tinggal jauh dari sanak keluarganya. Paling dekat kakak Sinta, Teh Ila yang tinggal jauh di ujung Kota Bogor.

Sinta juga sungkan meminta tolong pada tetangganya jika terjadi apa-apa, lebih tepatnya tidak mau merepotkan karena mereka juga pasti punya kesibukan masing-masing. Ditambah lagi anak pertama Sinta sangatlah aktif, khawatir mereka kewalahan menghadapinya.

Malam itu Sinta mengepak baju suaminya untuk safar. Saat berpamitan, kekhawatiran Sinta masih ada.

🌸🌸🌸

Dua hari kemudian setelah 'ashr, Sinta merasa mulas yang membuatnya terbangun dari tidur siang.

'Apakah sekarang waktunya?' Tanya Sinta cemas. Di tengah kesakitan, Sinta lalu memandikan anak-anaknya dan mencuci piring supaya nanti jika melahirkan, tidak terlalu banyak pekerjaan yang tertinggal.

🌸🌸🌸

Pukul 23:00.
Sinta menelepon Bu Bidan yang kliniknya sekitar 300 m dari rumahnya. Setelah tahu suami Sinta sedang safar, Bu Bidan pun menawarkan jemputan, namun Sinta tolak.

[Saya jalan saja, Bu, dekat kok.] Sinta beralasan. Namun dilema melanda. Apakah dia harus meninggalkan anak-anaknya yang sedang tertidur di rumah sendirian?

🌸🌸🌸

Pukul 23:30.
Hujan gerimis membasahi bumi. Akhirnya Sinta membangunkan Faruq, dan menggendong Hasna, juga tas besar berisikan perlengkapan untuk menyambut adik mereka. Satu tangannya menggandeng Faruq yang kebingungan karena dibangunkan, satu tangannya yang lain membawa air mineral 1,5 l.

"Sabar ya, Nak," ucap Sinta pada anak-anaknya yang kehujanan. Sebenarnya kalimat itu juga ditujukan untuk dirinya sendiri, yang tengah menahan sakit karena mulas.

Tibalah mereka di rumah Bu Bidan. Setelah dicek, Bu Bidan memperkirakan bahwa Sinta akan melahirkan mungkin esok hari.

"Ini sih masih lama. Tapi semoga cepat ya!" Kata beliau.

Di tengah kesakitan yang sangat, alih-alih kembali tidur, Faruq dan Hasna malah tidak bisa diam, berlari ke sana kemari. Berkali-kali Sinta menyuruh mereka untuk duduk tenang, namun hasilnya nihil. Sinta berdoa agar Allâh memudahkan proses bersalinnya, karena situasi yang tidak memungkinkan.

🌸🌸🌸

Pukul 03:00.
Sinta mengirim pesan kepada Ibunya.

[Bu, insyâ Allâh sekarang Sinta akan melahirkan, tapi Mas Kamal sedang safar ke Semarang. Ibu jangan khawatir, Sinta minta didoakan saja di sepertiga malam terakhir ini supaya dimudahkan proses melahirkannya dan anak-anak bisa dikondisikan..]

Ibu Sinta pun langsung menelepon.

[Teh Ila tau gak Sinta mau melahirkan sekarang?]

[Belum tau, Bu. Udah, jangan ngerepotin beliau, Bu, kan Teh Ila juga anaknya tiga.]

🌸🌸🌸

Sinta lalu menelepon Kamal. Berkali-kali namun belum diangkat juga. Akhirnya tersambung.

[Kenapa, Dek?]

[Mas, aku sekarang lagi di klinik dari semalam gak tidur, dari kemarin sore malah. Aku minta doanya supaya dimudahkan melahirkannya ya.]

[Hah? Apa perlu sekarang aku pulang?] Tanya Kamal, khawatir.

[Gak usah, Mas, hari ini kan hari terakhir kamu kajian di sana. Kalaupun kamu pulang sekarang juga sama aja aku melahirkan tanpa kamu. Paling kamu sampai ke sini 12 jam kemudian. Aku insyâ Allâh melahirkan pagi ini.]

Doa pun Kamal ucapkan.

🌸🌸🌸

Shubuh pun datang, begitu juga Teh Ila. Anak-anak dan suaminya menunggu di mobil, di parkiran klinik.

"Kamu hebat, Sinta! Gak usah mikirin melahirkan gak ada suami ya, kamu kuat kok!" Teh Ila menyemangati sambil mengelus punggung Sinta.

"Teteh ngomong kayak gini aku malah jadi kepikiran, padahal tadi udah berusaha gak mau mikirin hal itu," ujar Sinta sambil menahan rasa sakit.

"Ya ampun! Hehe.. Maaf," Teh Ila tertawa.

Tak lama asisten Bu Bidan yang juga bidan datang. Dengan pandangan mengintimidasi kepada Sinta yang diketahui bercadar, suami tak ada saat istrinya melahirkan, orang tua jauh, anak dua masih kecil-kecil pula. Hmm..

🌸🌸🌸

Pukul 08:00.
Alhamdulillâh, bayi Sinta pun lahir ke dunia. Teh Ila lalu mengabari Kamal.

Pukul 17:00.
Sinta kembali ke rumahnya dengan ibu-ibu tetangganya bersorak sorai mengatakan bahwa Sinta Wonder Woman.

Teh Ila kembali pulang ke rumahnya. Sinta yang memaksakan karena dia butuh banyak istirahat.

🌸🌸🌸

Keesokan paginya, barulah Kamal pulang.

Setelah menikah, Sinta baru menyadari bahwa dia seorang pencemburu. Sangat pencemburu malah. Dua bulan setelah melahirkan anak ketiga mereka, kejadian yang tidak pernah dia lupakan datang...

Bersambung....

#berdasarkankisahnyata
#bukannamasebenarnya
#ctsstory

11.6.19.

(Sentuh layar dari bawah ke atas untuk membaca part selanjutnya ⬇️⬇️⬇️)

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang