Part XII: Another Woman

2.3K 96 1
                                    

Hari Sabtu.

Sinta kembali dari rumah Teh Ila ke rumah orang tuanya. Hari Sabtu malam Minggu, Sinta menghubungi Kamal kembali, namun lagi-lagi, pesannya tidak dibalas.

'Yâ Allâh, ada apa ini?' Perasaan Sinta berkecamuk.

"Kenapa, Sinta?" Tanya Ibu Sinta yang melihat anak bungsunya menangis.

"Ini, Bu. Mas Kamal kok tumben banget gak bisa dihubungi. Ditelepon gak diangkat, dikirimi pesan, gak dibalas. Kadang cuma dibaca doang. Udah gitu kemarin beliau bilang, 'Aku harap kamu bisa bersikap dewasa'. Maksudnya apa coba??" Jawab Sinta kesal.

"Udah atuh, kamu berbaik sangka aja. Toh, Kamal sehari-harinya juga cuma di Kantor sama di Masjid," Ibu Sinta memberi nasihat.

"Iya, Bu," ujar Sinta, pasrah. Berharap perkataan Ibunya ada benarnya.

🌸🌸🌸

Tak putus asa, tengah malam di saat orang-orang bertakbir menyambut Lebaran, Sinta menelepon Kamal yang lagi-lagi sedang online.

[Halo??] Cecar Sinta ketika telepon WhatsApp tersambung.

[I.. Iya, Dek, kenapa?] Jawab Kamal di ujung telepon. Suaranya menandakan dia baru saja bangun tidur.

[Kok kamu susah banget sih dihubungi?? Kamu kapan ke sini?? Besok kan udah Lebaran.]

[Besok, insyâ Allâh.] Jawab Kamal singkat.

[Iya, jam berapa??] Tanya Sinta lagi.

[Udah dulu, Dek. Aku ngantuk, mau tidur.]

[Halo? Haloo??] Sinta setengah berteriak namun dia ingat anak-anaknya sudah tertidur pulas.

🌸🌸🌸

Hari Minggu.

"Allâhu akbar, Allâhu akbar. Lâ ilaha illâllâh Huwallâhu akbar. Allâhu akbar wa lillâhil hamd."

Takbir 'Îdul Fithri bergema. Sinta dan anak-anaknya berjalan menuju lapangan terdekat guna melaksanakan shalat 'Îd. Sinta bahagia berjumpa dengan 'Îdul Fithri kembali, sampai dia lupa bahwa suaminya belum juga datang.

Saudara-saudara Sinta berdatangan. Namun tidak ada tanda-tanda Kamal akan datang, bahkan sampai siang.

Tak sabar, Sinta menanyakan keberadaan Kamal setelah maghrib.

[Kamu di mana??]

[Di Masjid Jami'. Aku mau shalat maghrib dulu. Nanti kita langsung cari makan dan nginap di hotel aja. Makanya sekarang kamu cepet siap-siap biar kita langsung berangkat. Coba kamu cari hotel yang murah di sini. Uang THR untuk orang tuamu sudah dikasihkan? Pakai uangmu dulu, nanti aku ganti.]

[Iya udah aku kasihkan tadi pakai uangku. Loh, kamu gak makan di sini dulu? Jadi kita langsung pergi, gitu?] Tanya Sinta, heran. Tak biasanya Kamal shalat di Masjid terlebih dahulu saat sedang safar, mengingat jarak rumah Sinta dengan Masjid Jami' tempat Kamal berada saat ini cukup dekat.

🌸🌸🌸

Deru mobil terdengar sayup-sayup. Ibu Sinta mendengar ada yang membuka pagar rumahnya, kemudian membuka pintu depan yang sengaja tak dikunci.

"Eh, Mas Kamal, kaget aku! Aku kira siapa.. Lagian, kenapa gak ngucap salam dulu sih?" Sinta yang masih memakai piyama kaget, namun senyum bahagia tertoreh di bibirnya. Betapa tidak, setelah lima hari suaminya susah dihubungi, akhirnya dia ada di hadapannya.

Kamal tertegun. Dia bermata panda, seperti orang habis begadang semalaman. Jelas dia kelelahan.

"Udah siap, belum?" Tanyanya pada Sinta.

"Udah, ini aku tinggal pakai jubah, jilbâb, terus cadar deh," jawab Sinta ceria sembari mencium punggung tangan suaminya.

"Kenapa, Kamal? Lemes, kayak kurang tidur gitu?" Tanya Ibu Sinta.

"Iya, Bu, kan habis i'tikaf dari kemarin," jawab Kamal santai. Dia lalu bermain bersama Faqîh, anak ketiga mereka.

Tak berapa lama, Sinta pun siap.

"Kamu naik apa, Mas?" Tanya Sinta.

"Naik mobil," Jawab Kamal singkat.

"Mobil siapa? Kok gak kedengeran suaranya? Sama siapa?" Cecar Sinta. Mobil tua Kamal jelas sangat berisik. Pasti dari tadi Sinta sudah menyadari kedatangan Kamal. Lagi pula, Kamal belum bisa menyetir mobil ke luar kota, dia belum punya SIM A.

"Sama teman," jawab Kamal sekenanya.

"Oh sama Mas Topan ya? Emang beliau gak pulkam? Pakai mobil bosmu ya, Mas?" Tanya Sinta lagi, menyinggung teman kantor Kamal yang sering menjadi sopir mereka ke luar kota. Jelas Kamal tidak memakai mobilnya sendiri karena mobil tuanya bodong, alias tak memiliki surat.

"Kamu udah belum? Yang mana aja yang mau dibawa? Ayo, Faruq, ikut Ayah!" Ajak Kamal kepada anak pertamanya.

Ayah dan Ibu Sinta membantu Kamal memasukkan barang-barang anaknya ke mobil karena Sinta akan mengendong Faqîh.

Tiba-tiba, Ibu Sinta tergesa masuk kembali ke dalam rumah demi menemui Sinta dan mengatakan kalimat yang tak pernah Sinta harapkan terucap dari mulut siapapun seumur hidupnya,

"Sinta, ada perempuan bercadar duduk di kursi depan mobil!"

Bersambung....

#berdasarkankisahnyata
#bukannamasebenarnya
#ctsstory

11.10.19.

(Sentuh layar dari bawah ke atas untuk membaca part selanjutnya ⬇️⬇️⬇️)

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang