Part XX: Fact Seeker

1.4K 68 0
                                    

Kamal dan dua istrinya sudah masuk ke dalam mobil istri keduanya, begitupun anak-anak mereka. Satu tujuan Sinta; dia ingin segera menjauh dari semua kegilaan ini. Untuk pertama kalinya, rasa burger yang selalu enak itu mendadak hambar.

"Udah kemalaman nih. Kita nginap di rumah Anis dulu ya, Dek, besok shubuh baru pulang," ujar Kamal memecah khayalan Sinta.

Sinta menolak, namun Anis mendesak.

"Iya, nginap di rumahku dulu aja, Sinta."

'Ah, dasar kalian berdua pandai bersandiwara!'

"Oh ya, kata Kak Kamal kamu pintar bahasa Inggris ya? Mau dong aku diajari," ujar Anis lagi.

"Enggak, biasa aja. Bisa "Yes and No" doang," jawab Sinta sekenanya. Dia sedang tidak ingin berbicara.

"Bohong tuh.. Waktu Sinta SMP menjelang UN itu nilai bahasa Inggrisnya 9,8, terbesar sekabupaten! Guru bahasa Inggrisnya aja pernah nyuruh dia ngerjain soal Ujian Semester 2x, di depan gurunya langsung karena Sinta disangka nyontek. Hahaha. Padahal gak ada sejarahnya di sekolah itu Ujian Semester bahasa Inggris dapat nilai 100, alias benar semua jawabannya!" Ujar Kamal antusias.

'Percuma saja pintar, jika di matamu, aku tak dapat menyenangkanmu.'

🌸🌸🌸

Rumah Anis berada di sebuah perumahan elite. Ketika memasuki garasi mobilnya yang luas, Sinta bergumam dalam hati,

'Pantaslah dia mau dengan Si Anis. Sudah cantik, muda, tinggi semampai, punya mobil, pintar dagang online, tinggal di rumah besar di kawasan perumahan elite. Berbeda sekali dengan aku yang hanya berpangku tangan padanya.'

Hal ini sebenarnya pernah Sinta utarakan kepada Kamal dulu,

"Kalaulah dia itu tua, miskin, jelek, pastilah kamu tidak akan mau 'menolong' meruqyah dia dengan menikahinya. Modus saja kamu!"

Namun bukan Kamal namanya jika tidak dapat membalas.

"Enggaklah, pasti aku bantu juga."

Ndasmu!

🌸🌸🌸

Anis masuk melalui pintu depan rumahnya yang tak terkunci. Rumahnya luas dengan dua kamar miliknya dan Alfi, adiknya. Alfi sudah tertidur lelap, sehingga tidak menyadari kakaknya datang.

"Sinta, kamu tidur di dalam kamarku aja, biar aku di luar," ujar Anis.

'Lalu suamimu tidur di mana??'

Tak pernah terpikirkan oleh Sinta untuk membagi suami seperti ini, lebih-lebih sekarang dia di rumah istri dari suaminya.

Burger dingin yang tadi tak sempat dimakan, Anis panaskan menggunakan microwave, suatu barang yang Sinta inginkan dari dulu. Di sampingnya terdapat kulkas dua pintu atas-bawah yang tinggi dan mewah, jauh berbeda dengan kulkas mungil yang sudah hampir 6 tahun menemani rumah tangga Sinta dan Kamal.

Di pojok ruangan terdapat vacuum cleaner, sedangkan di kontrakan Sinta hanya ada sapu butut. Dua ruangan besar rumahnya pun dihiasi karpet. Begitu pula dengan kamar utama, kamar milik Anis. Sedang di kontrakan, Sinta tak memiliki karpet sama sekali. Jelas strata sosialnya jauh berbeda dengan Anis. Hanya satu benda yang tidak dimiliki Anis, namun ada di kontrakan Sinta: AC, yang mana pendingin ruangan tersebut adalah barang paling krusial bagi Kamal. Tapi sepertinya saat ini tidak jadi masalah lagi Kamal, asalkan ada Anis seorang. Haha!

'Pantaslah dulu dia sampai tak ingat dengan rumah kontrakan kami yang sempit. Dia dimanjakan dengan semua fasilitas yang bukan miliknya sampai berkata, "Aku terjerat, aku terjerat." Dasar materialis!'

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang