Part XXI: Camouflage

1.3K 60 0
                                    

"Alfi, ini Teh Sinta," kata Anis memperkenalkan Sinta pada adiknya. "Cantik ya, Fi?"

"Iya meni geulis, Teh," jawab Alfi sembari meraih punggung tangan Sinta, hendak menciumnya. Namun Sinta buru-buru menolak.

"Ih, jangan," Sinta tersenyum. Tak ada alasan baginya untuk berlaku tak ramah pada Alfi. Karena Sinta pikir, Alfi bukan bagian dari Para Pendusta.

Mereka bertiga akan berbelanja ke Pasar. Sebelum mereka pergi, Kamal memberi uang Rp. 200.000,- untuk masing-masing istri.

"Nanti aku titip belikan kaus di Indomaret ya, Dek, aku gak ada kaus bersih nih," pinta Kamal kepada Sinta.

"Iya, insyâ Allâh," jawab Sinta.

Sinta, Anis, dan Alfi pun berangkat ke pasar dengan Anis yang mengendarai mobilnya.

Di pasar, uang 200.000 jatah berbelanja Anis habis seketika, bahkan ada beberapa bahan makanan yang dibayar menggunakan uang Sinta. Padahal biasanya Sinta menggunakan uang sebanyak itu untuk makan hampir sepekan.

Ketika mampir untuk membeli kaus pesanan Kamal di Indomaret, Anis membeli test pack.

🌸🌸🌸

Sepulangnya dari pasar, mereka disambut Kamal. Dengan sigap dia langsung membantu Anis di dapur. Aduhai.. Hal ini tak pernah Kamal lakukan justru setelah mereka memiliki anak ketiga.

Kamal dengan telaten mengupas bawang dan membuang plastik sampah yang sudah penuh ke depan rumah. Padahal ketika di kontrakan, sampah-sampah sering Kamal timbun karena saking malasnya membuangnya. Banyak saja alasannya, padahal tempat pembuangan sampah tak jauh dari kontrakan. Akhirnya lagi-lagi, Sinta yang harus membuang.

"Nis, kita gak punya plastik sampah," ujar Kamal sembari melapisi tempat sampah bundar menggunakan plastik. Sejak kapan dia perhatian tentang keberadaan plastik untuk alas sampah?? Di rumahnya sendiri mana pernah dia peduli akan hal receh seperti itu!

Setelahnya, Kamal melanjutkan mencuci piring. Yâssalâm.. Mau adil bagaimana kau, Kamal? Di rumah sendiri pun tak pernah kau lakukan!

"Coba di rumah kamu kayak gini juga," Sinta berkata datar melihat Kamal yang kerajinan.

"Iya kan ini rumah Anis, Dek. Kita kan tamu, jadi harus rajin bantu-bantu," Kamal kembali mengeluarkan jurus '1001 Alasan'.

Dia lalu membantu Anis membuat es batu. Haloo?? Sebelum Sinta meninggalkan rumah untuk mudik kemarin, dia menyempatkan diri untuk membuat es batu, es kopi, dan es teh kesukaan Kamal. Jangankan membantu membuat es batu, es-es lainnya saja mana mau Kamal bantu!

🌸🌸🌸

Hidangan telah matang, mereka pun makan. Dengan telaten Anis melayani suaminya. Menghidangkan nasi, lauk, dan air putih. Ya, air putih-lah yang selalu terlupa oleh Sinta setiap kali dia menghidangkan makanan untuk suaminya.

Seusai makan, Kamal beranjak akan mencuci tangan. Seperti yang sering dia lakukan dalam pernikahannya dengan Sinta, Kamal tidak membawa serta piring kotornya bersamanya, padahal dia menuju ke tempat yang sama dengan si piring kotor. Walhasil,

"Eh, ini dong piring kotornya sekalian!" Perintah Anis keberatan. Dia masih makan.

"Oh iya," respon Kamal sekenanya.

"Ih kamu berani nyuruh suami ya.. Aku mah gak pernah nyuruh-nyuruh suami," tukas Sinta tersenyum, bahagia melihat Kamal akhirnya diperlakukan selayaknya manusia. Haha!

"Ya memang suami harus membantu istrinya di rumah lah," jawaban Anis sungguh sangat menyenangkan hati Sinta, sedang Kamal hanya diam seribu bahasa. Tumben!

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang