[Halo. Ini Sinta ya?] Sebuah suara wanita di ujung telepon.
[Iya, ini siapa ya?] Sinta balik bertanya.
[Ini kakak ipar Tari. Katanya Darma suka sama kamu ya? Emang kamu mau sama Darma? Dia itu gak bertanggung jawab sama keluarga. Ngasih nafkah juga ala kadarnya. Tari tuh yang selama ini berjuang memenuhi kebutuhan dia dan anak-anaknya.] Cecar kakak ipar Teh Tari.
[Yâ Allâh.. Enggak, Teh, saya memang gak ada niatan mau nikâh sama beliau. Ini juga beliau menghubungi saya.]
[Ya udah kamu bilang aja langsung gak mau gitu! Kasian saya sama Tari.] Ujar kakak ipar Teh Tari lagi.
[Baik, Teh.]
Telepon pun terputus. Benar-benar, yâ Allâh.. Sedih hati Sinta. Belum waktunya dia terlibat hal-hal semacam ini.
Sinta pun mengetik pesan balasan ke nomor A Darma. Kali ini dia akan menggunakan kalimat yang tegas.
[Saya gak mau sama kamu! Jemput sana keluarga kamu! Kasian mereka!] Kekesalan pun dia luapkan pada suami temannya itu.
A Darma nampaknya kaget Sinta bisa seperti itu. Padahal jika chatting dengan istrinya, Sinta acap kali bercanda.
[Kasar sekali kamu jadi perempuan!] Terbukti A Darma kesal bukan main.
Siasat Sinta berhasil. Beberapa hari kemudian, Teh Tari mengabari bahwa dia sudah dijemput dari rumah orang tuanya. Namun sepertinya Teh Tari tidak tahu bahwa suaminya telah Sinta tolak mentah-mentah.
🌸🌸🌸
Tawaran demi tawaran agar Sinta segera menikâh datang silih berganti dari teman-temannya. Beberapa kali dia tolak. Dia bilang saja mau menikâh dengan ustâdz. Dan benar saja, ada seorang ustâdz bernama Ustâdz Syâkir yang mau serius dengan Sinta. Namun lagi-lagi, jadi yang kedua.
Tahun 2011, Ustâdz Syâkir belum seterkenal sekarang. Perantara Ustâdz Syâkir sudah mengirimkan CV pada Sinta via surel. Namun diam-diam, ternyata Sang Perantara menanyakan perihal Sinta kepada Mama Nabil, karena hanya beliau yang tinggal satu kota dengan Sinta. Mama Nabil pun memberikan jawaban melalui pesan singkat.
[Sinta cantik, anaknya baik. Ekspresif, jadi bersemangat sekali kalau lagi bicara. Semangat datang ke kajian, pintar, ramah, dan polos.]
Sinta hanya tersipu malu ketika esoknya, Mama Nabil memberi tahu Sinta apa saja yang beliau katakan kepada Sang Perantara. Sinta tidak menyadari bahwa dirinya cantik, sampai orang-orang yang mengatakan hal itu, kecuali ibunya. Ibunya memang tidak pernah memuji anak-anaknya, entah mengapa.
Namun orang tua Sinta tetap tidak rela anak bungsunya menjadi yang kedua. Kali ini ayah Sinta yang angkat bicara.
"Jangan ah. Kalau beliau mau poligami, lebih baik cari janda saja, yang memang butuh bantuan. Kan banyak tuh janda-janda yang perlu dikasihani," ujar Ayah Sinta.
"Iya, Sinta. Lagian kalau kamu mau nikâh sama ustâdz juga Ibu doain, semoga dapat ustâdz yang masih perjaka," Ibu Sinta menambahkan.
Sinta hanya mengamini dan meyakini bahwa itu akan terjadi. Sampai suatu hari, ada pesan masuk dari Teh Tari.
[Sis, ada ustâdz baru pulang menuntut ilmu dari Yaman nih, lagi nyari istri. Kali ini kamu harus mau ya! Jangan ditolak lagi!]
Bersambung....
#berdasarkankisahnyata
#bukannamasebenarnya
#ctsstory11.1.19.
(Sentuh layar dari bawah ke atas untuk membaca part selanjutnya ⬇️⬇️⬇️)