Part XXVII: Bad News is Good News

1.2K 51 0
                                    

| Bisa jadi takdir yang sedang kita jalani saat ini atau di masa yang akan datang adalah hasil dari doa kita di masa lalu. |

🌸🌸🌸

[Teh, lagi keluar ya? Saya mau ngunci gerbang soalnya.] Pesan dari Bu Ica selaku pemilik kontrakan.

Hihi. Pastinya beliau salah mengira bahwa yang barusan keluar gerbang rumah itu adalah Si Anis, bukan Sinta.

[Enggak, Bu, saya ada di rumah kok.] Jawab Sinta.

[Loh... Barusan yang keluar sama Ayah Fâruq pakai cadar juga sama kayak Teteh siapa dong? Bukan Teteh?] Tanya Bu Ica lagi keheranan.

[Oh... Itu istri kedua Ayah Fâruq, Bu. Mungkin nanti saya kenalkan pada Ibu. Hehe.] Canda Sinta.

[Oalah... Enggak, Teh. Teteh gak perlu kenalkan dia pada saya atau suami.] Balas Bu Ica cepat. Dia tak mau merasakan euforia Kamal yang memiliki istri baru. Haha.

Malam ini terasa lebih damai bagi Sinta dari malam-malam sebelumnya. Perasaannya sudah lebih tenang sekarang dengan menyerahkan segala urusan dan nestapa yang dia alami kepada Ilâhi. Ya, musibah itu jika semakin kita tangisi dan pikirkan bahkan kita sesali, maka energi negatif akan terus menggerogoti diri. Namun sebaliknya, jika kita berusaha memalingkannya dengan melakukan hal-hal positif demi pengalihan dan pengembangan diri, maka lambat laun inner beauty akan bersinar kembali. Insyâ Allâh...

🌸🌸🌸

Teh Ila sudah dari jauh-jauh hari meminta maaf pada Sinta akan sifat acuh tak acuhnya itu. Dia baru menyadari bahwa bukan cercaan dan hinaan yang adiknya itu butuhkan, namun hanya doa tulus dari kerabat dan kawan.

Teh Ila juga sudah menanyakan kepada temannya yang seorang terapis bahwa Kamal tidak akan mau menceraikan Sinta karena Sinta adalah rumah dan kenyamanan baginya yang tidak dia dapatkan dari Si Anis. Adapun saat ini dia tidak mau melepaskan Anis adalah karena Anis memperlakukan, memuliakan, dan mencintai Kamal seperti yang Kamal harapkan, yang mana itu tidak dia dapatkan dari seorang Sinta.

Ah, lelaki. Mengapa kalian begitu egois? Dengan mengurus tiga anak balita, suami, dan rumah sekaligus tanpa bantuan suami apalagi pembantu saja Sinta sudah amat sangat kelelahan sampai terlupa bahwa dia harus merawat diri untuk suaminya. Dan sekarang kau mencari yang baru, sesuatu yang berkilau tanpa tahu apa dan siapa di balik dia yang engkau puja itu?

Mbak Mona, terapis teman Teh Ila menyarankan Sinta untuk mengambil lebih banyak waktu bermalam dengan Kamal, namun Sinta tolak. Itu bukan ide yang bagus menurutnya. Alih-alih ingin selalu bersama Kamal, Sinta malah ingin selalu berjauhan. Seperti saat ini, saat di mana dia dan kedua anaknya tidur dengan tenang tanpa bayi besar yang siap mengganggunya di tengah malam demi meminta makan atau meminta jatah pelayanan tanpa mau tahu istrinya sudah sangat kelelahan.

Mbak Mona juga menyuruh Sinta untuk meminta waktu pergi sendirian ke kajian untuk sekadar 'me time'. Allâhul musta'ân, Sinta sudah sangat lelah menjelaskan bahwa Kamal tak akan mau berbuat demikian. Kamal mesti menjaga anak-anaknya tanpa mereka kena marah dari Sang Ayah, sedang Sinta pergi ke kajian? Ah, Mbak Mona pasti bercanda, bukan?

Jikalau 'Sinta lama' (sebelum menikah) bertemu dengan 'Sinta sekarang' (setelah menikah), pastilah saat ini dia akan dihardik 'Sinta lama' dan melarang untuk menikah lebih lama lagi dengan Kamal. Dia ingin menikah dengan seorang ustâdz karena rasa hausnya akan ilmu sangatlah tinggi. Sinta berpikir jika menikah dengan seorang ustâdz, hidupnya akan selalu bergelimang ilmu. Namun nyatanya tidak. Doanya kepada Allâh untuk menikah dengan seorang ustâdz memang Allâh kabulkan, namun rupanya doanya belum 'selesai'. Qaddarallâh.

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang