| When you meet me, you think I'm quiet.
When you talk to me, you wish I was quiet.
When you know me, you get scared when I'm quiet.* |🌸🌸🌸
[Bu, Sinta kena KDRT sama Kamal. Kalau Sinta mati, tolong lapor polisi. Kamal bisa membuat pembunuhan berencana (disengaja) seolah kematian karena kecelakaan (tak disengaja). Sinta sudah muak, Bu, sudah tak kuat lagi. Pengen cepat-cepat cerai.]
[Yâ Allâh, Gusti. Kamu makanya jangan saruana** kalau dia lagi marah teh. Ibu khawatir sama kamu, takut kenapa-napa. Ya udah sabar dulu, kamu ngurusin surat-surat dulu, kan mau pindah domisili.]
Bukannya Sinta tak mau bercerai dengan Kamal. Jelas dia menginginkannya lebih dari apapun jua. Namun masalahnya, Ibu Sinta berkata akan jauh lebih mudah mengurus surat cerai jika KK dan KTP mereka berdomisili di kota yang sama dengan orang tua Sinta, karena dulu mereka menikah di kota itu.
Bersyukur dan berbahagialah engkau yang tak pernah mengalami apa yang Sinta alami. Alih-alih mendapat dukungan, dia malah mendapat caci maki. Ketahuilah, tak semua orang bisa berbuat seperti rumus yang telah kita ketahui: Dizhalimi suami, ya berpisah. Mendapat KDRT, ya laporkan kepada keluarga dan atau polisi.
Ketahuilah, tak semua orang bisa berpikir jernih dengan cepat jika mendapat masalah. Berapa banyak orang yang sudah belajar martial art (bela diri), namun saat dia dirampok, dipalak, diculik, dsb, alih-alih dia bisa langsung melawan, dia malah freeze. Loh, kok bisa? Ya karena bisa jadi saat belajar materinya, dia seorang yang pintar. Namun pada saat praktik di kehidupan nyata, saat masalah berada di depan mata, saat ilmunya jelas-jelas harus dia gunakan untuk keselamatan dirinya sendiri di saat genting, belum tentu dia bisa serta-merta melawan.
Visum? Tak semudah itu. Sinta harus mengorbankan biaya, tenaga, waktu, yang mana Sinta tak memiliki semua itu. Sinta juga mengetahui dari temannya yang korban KDRT oleh suaminya bahwa pengadilan membutuhkan banyak bukti visum jika suami didakwa melakukan KDRT. Begitu pula saksi-saksi yang harus didatangkan, apakah benar suami tersebut melakukan KDRT kepada istrinya atau tidak.
Sekarang jika permasalahan ini akan Sinta bawa ke Meja Hijau, siapakah saksi untuknya? Tak ada. Bukti visum sekian banyak? Tak ada. Bagaimana bisa memvisum jika dipukul di malam hari, paginya sudah hilang? Pengadilan tak mau tahu hal itu. Satu-satunya yang membekas adalah luka di hati Sinta. Sayangnya di negara ini, hal itu tak berlaku dan tak dipedulikan. Semoga paham, ini bukan negara Paman Sam yang jika terjadi apa-apa bisa menelepon nine one one.
🌸🌸🌸
Foto lengan Sinta yang memerah akibat pukulan telah Kamal hapus bersamaan dengan permintaan maafnya.
Sinta dan Mbak Mona, terapis teman Teh Ila yakin bahwa Kamal mengalami gangguan jiwa karena tanda-tandanya menunjukkan hal itu. Dia mood swing, terkadang sangat bersemangat, terkadang sangat tak bergairah. Terkadang jahat dan berkata kasar, namun setelahnya meminta maaf. Bila dipancing sedikit, amarahnya akan meletus tak terkendali. Entahlah. Kamal tak mau memeriksakan dirinya ke psikolog. Dia merasa baik-baik saja.
Paksa Kamal untuk menemui psikolog? Percuma. Orang yang menemui psikolog haruslah orang yang mempercayai dan merasa memerlukan bantuan psikolog, bukan sebaliknya.
Di satu sisi Kamal selalu memohon kepada Sinta agar tidak pergi dan bercerai darinya. Namun di sisi lain jika Kamal sedang 'kumat', dia akan murung kembali. Hmm. Aneh memang.
"Aku gak bisa hidup tanpa kamu, Sayang," ucapnya suatu kali pasca kejadian KDRT lalu. "Aku gak pernah memohon kepada wanita lain untuk gak ninggalin aku loh, cuma ke kamu doang."