Part XVI: Illusion

1.7K 74 2
                                    

Paginya, Sinta mengirimi Om Hakim pesan.

[Om, gak ngundang-ngundang saya nih jadi wali nikâh Mas Kamal? Kok diam-diam gitu sih? Hehe..] pesan Sinta satire.

Tak lama kemudian Om Hakim menelepon Sinta berkali-kali, namun tak dia hiraukan.

Siang menjelang sore. Kamal datang. Dia langsung mengajak Sinta dan anak-anak untuk makan ramen kesukaan Sinta. Sepanjang jalan dan saat di warung ramen, Sinta hanya diam. Dia menyibukkan diri mengurus Faruq yang tidak bisa duduk tenang.

"Sayang, kok kamu diam aja?" Tanya Kamal sambil memegang tangan istrinya. Sinta hanya membalas diam.

Saat di jalan menuju pulang kembali ke rumah orang tua Sinta, Kamal meracau.

"Aku yakin dia bisa hidup tanpa aku. Kalau kamu dan anak-anak kan memang butuh aku.."

"Lagian kamu mau nolong orang dari lubang tapi keluarga sendiri kamu jerumuskan ke lubang! Mau bangun rumah baru tapi rumah lama dihancurkan!" Ujar Sinta.

Kamal terdiam.

"Alhamdulillâh sekarang aku jadi bisa nyetir ke luar kota, Dek!" Ucapnya girang.

'Peduli amat! Aku lebih suka kamu gak bisa nyetir ke luar kota daripada gara-gara pengalaman kemarin nyetir bawa perempuan lain!' Batin Sinta kesal.

Sesampainya di rumah, Kamal langsung tidur. Jelas dia kelelahan karena habis begadang. Tak usahlah dijelaskan, toh Sinta juga pernah merasakan masa-masa pengantin baru itu seperti apa. Kesempatan ini langsung Sinta gunakan untuk membuka ponsel Kamal. Yâssalâm, di galeri ponselnya ada foto close up Anis dengan rambut tergerai dan foto selfie Kamal yang anehnya, jadi lebih tampan dari aslinya.

Dilihat dari detail tanggal pengambilannya, jelas saat itu mereka belum menikâh karena Anis menjelaskan kepada teman Facebook-nya bahwa mereka menikah di hari Jum'at saat Sinta berada di rumah mertua Teh Ila. Sedang mereka saling bertukar foto via WhatsApp di hari Rabu, saat Kamal sedang di Kantor. Allâhul musta'ân..

Luka di atas luka. Jika poligami diawali dengan kemaksiatan, haruskah Sinta tetap bertahan?

Dia menghapus nomor Anis dari ponsel Kamal dan segera memblokirnya. Nomornya Kamal namai dengan "Grosir Kurma".

'Pantas saja selama ini aku tidak menyadarinya!' Sinta benar-benar kesal.

Chat mereka tentu sudah Kamal hapus, kecuali chat tadi pagi saat Kamal sedang safar menuju rumah mertuanya. Sinta lalu membacanya.

[Sayang, kamu di mana?] Tanya Anis.

[Kamu sabar ya, Sayang, ini tidak mudah bagiku. Kamu tau aku cinta kamu, tapi aku harus melakukan ini. Anis, aku talaq kamu. Sabar ya..]

Sumpah serapah pun Anis lontarkan pada Kamal. Dari mulai Kamal dan Faruq didoakan kecelakan, dll. Kamal tidak membalasnya. Berbeda jika Sinta yang melakukan, maka akan Kamal balas dengan perkataan yang berkali lipat lebih sadis.

Sinta mencari nomornya di ponsel Kamal. Betapa terkejutnya dia. Nomornya yang sebelumnya Kamal namai dengan "CintaQ" sudah diganti dengan namanya sendiri, Sinta Hanîfah.

🌸🌸🌸

Paginya, Kamal mengajak Sinta untuk makan bubur ayam di pasar, tempat orang tua Sinta berjualan. Mereka berjalan kaki. Tidak seperti biasanya setelah mereka dikarunia tiga anak, Kamal menggandeng tangan Sinta. Tidak Sinta rasakan perasaan apapun saat Kamal menggandengnya. Hambar. Sehambar perasaan Kamal yang kemudian dia sendiri yang melepaskan gandengan tangannya.

Sinta tidak suka dengan keadaan seperti ini. Di depan mereka masalah terpampang nyata namun Kamal seolah terus menghindar untuk membicarakannya. Tak ada kejelasan apapun. Apatah lagi permohonan maaf Kamal kepada Sinta.

Sinta pun mengonfrontasi Kamal saat mereka sedang makan bubur ayam.

"Kenapa namaku kamu ganti di ponselmu?"

"Masa? Aku aja gak tau. Aku gak ngeganti," jawab Kamal bingung sembari mengecek ponselnya.

'Kurang ajar! Oh, jadi Si Perempuan itu yang ganti??'

"Berarti dia yang ngganti??" Tanya Sinta menanyakan hal yang dia sudah tahu jawabannya.

"Mungkin. Gak tau aku. Pokoknya aku gak ngeganti," jawab Kamal yakin. "Ciee, ada yang gerak cepat nih ngehapus-hapusin," canda Kamal tak lucu sambil melihat-lihat isi ponselnya.

"Kenapa?? Kehilangan kamu??" Ujar Sinta ketus. "Trus sejak kapan kamu manggil Daus pakai embel-embel 'Ustâdz'? Kamu aja gak nganggap dia ustâdz kan, karena cuma kuliah di Indonesia?" Tanya Sinta lagi.

"Udah ya, aku gak mau ngebahas semua itu lagi. Aku datang ke sini bukan untuk dimarahi. Si Anis udah aku talaq. Puas kamu??"

"Jangan sebut nama dia! Benci aku dengernya! Talaq berapa kamu??" Tanya Sinta penasaran.

"Talaq satu. Pusing aku, tau gak?? Cape!! Kalau nanti jam 10 kamu gak mau balik sama aku ke kontrakan, gak akan aku jemput lagi kamu selamanya! Dari kemarin udah aku baik-baikin masih aja kayak gitu. Sekarang terserah kamu!!"

Kamal pun meninggalkan Sinta setelah dia membayar dua bubur yang mereka pesan. Sinta dengan terpaksa meninggalkan buburnya yang belum habis termakan. Nafsu makannya belum kembali datang. Sambil menangis dia berjalan pulang, sedang suaminya 100 meter di depan.

Cinta dan gila memang beda tipis, Kawan!

Bersambung....

#berdasarkankisahnyata
#bukannamasebenarnya
#ctsstory

11.14.19.

(Sentuh layar dari bawah ke atas untuk membaca part selanjutnya ⬇️⬇️⬇️)

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang