Part XXIX: Roller Coaster

1.2K 54 2
                                    

| Orang yang bermudah-mudahan berbohong untuk hal-hal kecil, dia pasti akan berbohong untuk hal-hal besar. |

🌸🌸🌸

Sinta mengetik pesan balasan untuk Anis.

[Memang tidak ada di buku peraturan yang aku tulis, tapi kami sudah melakukan perjanjian. Kalau kamu tau, nanti aktingmu bakal lebih meyakinkan. Kamu jangan mengelak terus deh! Aku udah sering memergoki kamu ketangkap basah berbohong, bahkan untuk hal-hal kecil saja kamu bermudah-mudahan berbohong. Kamu juga konsisten dalam inkonsisten. Kamu itu bukan butuh peruqyah, Anis, tapi butuh psikolog, atau psikiater saja sekalian!] Balas Sinta.

[Kamu merasa gak cocok dengan Kak Kamal kan? Kalau sudah gak cocok, mau sampai berapa tahum berumah tangga dengan orang itu juga gak akan pernah cocok!] Anis seakan meracuni Sinta agar ikut bercerai juga. Pesan darinya datang lagi.

[Aku malu, Sinta. Baru tiga pekan nikâh, masa udah bercerai. Kalau Kak Kamal cuma mau 'mencicipi' aku, kenapa gak bilang dari dulu? Tau gitu kan aku gak akan mau nikâh sama dia. Dulu kami juga saling mencinta, Sinta. Dulu waktu dia nginap di sini sebelum nikâh, dia masakin aku nasi goreng spesial. Dia namain Nasi Goreng Cinta, karena katanya dibuat dengan cinta. Masih aku simpan juga semua pesan dia dulu kepadaku. Nih, buktinya kalau gak percaya.]

Anis pun mengirimi Sinta screenshot pesan Kamal kepada Anis.

[Selamat pagi, Cantik. Mengapa memilikimu rasanya sulit?]

Bagai ditusuk ribuan jarum, muka Sinta merah padam dibuatnya ketika melihat tanggal pengiriman pesan yang begitu najis itu kepada Si Anis. Dua hari sebelum mereka menikah! Ya, saat di mana Sinta sedang bersama anak-anaknya di rumah Ibunya. Saat di mana Sinta 'ditendang' Si Kamal agar tidak mengganggu rencana busuknya!

Yassalâm, lihatlah hati Sinta yang patah berkali-kali. Yâ Rabbî, inikah balasan bagi pengabdian dan cinta tulus Sinta kepada suaminya seorang? Ingin rasanya Sinta menyombongkan diri seperti yang orang-orang bicarakan tentangnya bahwa dia kurang apa lagi?

Dan pesan lain muncul lagi. Masih dikirim di tanggal sebelum mereka halâl,

[Terima kasih, Cantik. Sentuhan tanganmu di pipiku membuatku tenang.]

Gila! Ini orang gila! Sakit jiwa! Sinta mampu bersabar dalam kekurangan yang dia jalani saat Kamal tak ada uang. Namun pengkhianatan? Semua orang pasti tak tahan!

Teringat sepekan sebelum dia diberangkatkan dengan paksaan ke rumah orang tuanya, Kamal mengucapkan sesuatu yang membingungkan,

"Kamu kalau ke pasar malam itu minta beliin sesuatu kek, kayak orang-orang! Perhatiin aku kek, beliin aku baju kek, celana kek, walaupun pakai uangku. Diajak ke pasar pagi juga sama, gak minta apa-apa!"

Bukannya Sinta tak mau meminta barang-barang kepada Kamal, namun dia prihatin dengan keuangan suaminya itu. Pun, di pikiran Sinta hanya ada kebutuhan anak-anaknya, sampai dia terlupa dengan kebutuhan pribadinya. Lagi pula, dulu juga Sinta sering meminta Kamal untuk membelikan baju anak-anaknya. Namun Kamal hanya berkata "Nanti, nanti, nanti" saja, sampai Sinta bosan. Selama ini yang Sinta tahu, istri yang terlalu banyak menuntut dan meminta barang-barang kepada suaminya adalah momok bagi Sang Suami. Dia baru saja tahu bahwa Sinta yang jarang meminta apa-apa kepada suaminya ternyata masalah jua bagi Si Kamal. Allâhul musta'ân, sungguh membingungkan!

Tak usah diceritakan bagaimana mengamuknya Sinta kepada Kamal mengenai dua pesan singkat itu. Ternyata benar, Kamal-lah yang membukakan pintu, mempersilakan Anis masuk, bukan Si Anis yang mengetuk pintu. Dan menurut Sinta, orang yang membuka pintu 2x lipat lebih bersalah dibandingkan orang yang masuk. Karena dia masuk dengan izin salah satu tuan rumah, bukan dengan mendobrak pintunya.

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang