"aku... pulang."

314 61 8
                                    

⠀⠀chanyeol kembali ke kafenya setelah mengantar seungwan dengan keadaan selamat pada halaman rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⠀⠀chanyeol kembali ke kafenya setelah mengantar seungwan dengan keadaan selamat pada halaman rumahnya.

lelaki itu menitip senyum serta mengatakan, "kau bisa melakukannya." sebelum akhirnya mengayuh sepedanya menjauh.

untuk beberapa menit, seungwan terpaku di depan pintu rumah.

"wan?"

tundukan kepala seungwan sontak menegak saat telinganya menangkap suara pintu yang dibuka dan suara milik ibunya.

"bu," panggil seungwan sembari tersenyum paksa. "aku... pulang."

⠀⠀air mata seungwan bercucuran di atas ranjangnya, setelah diskusi dengan orang tuanya berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⠀⠀air mata seungwan bercucuran di atas ranjangnya, setelah diskusi dengan orang tuanya berakhir. ia tahu, ini keputusan yang akan sulit diterima. bodohnya, ia tetap melakukannya.

otaknya masih ingat jelas ekspresi ibu dan ayahnya yang diselimuti amarah saat seungwan mencoba menjelaskan bahwa ia hamil dan butuh berhenti kuliah. tubuhnya masih ingat jelas rasa sakit yang dihasilkan dari pukulan-pukulan ibunya setelah itu. telinganya masih ingat jelas suara kaki ayahnya yang meninggalkan seungwan begitu saja tanpa menolong dirinya yang kesakitan.

seungwan bersikukuh kalau dirinya mampu menjaga seorang bayi. tapi, ibunya justru menjawab, "kau tidak akan punya masa depan! bagaimana jika kabar ini didengar tetangga?"

orang tuanya begitu mementingkan omongan dari tetangga. gengsinya selalu lebih besar dari pada kepentingan individu anggota keluarganya sendiri.

beasiswa seungwan bukan beruntung semata--sedari kecil, kepalanya dilatih setiap hari untuk belajar ini dan itu. bila sedikit meleset, seunghee, mau pun seungwan, akan mendapat ganjaran yang berupa pukulan, cubitan, atau siraman air dingin di kepala.

seungwan tahu, dengan sikap orang tuanya yang terlalu keras hingga kerap main tangan, rumahnya sejak dulu tidak pernah terasa seperti rumah seutuhnya.

terlebih lagi, ketika seunghee pergi dari rumah.

kakaknya yang bersifat ambisius itu butuh kebebasan. pada akhirnya, emosinya membludak saat satu per satu mimpi besarnya dihalangi oleh keputusan orang tuanya. suatu malam, ia berjingkat meninggalkan rumah, dan tak pernah kembali lagi.

seungwan baru tahu kalau kakaknya pergi dari rumah, ketika ia liburan semester, februari lalu--saat ia datang ke busan bersama mark.

setiap seungwan menanyakan di mana seunghee berada, orang tuanya tidak pernah menjawab.

lalu, ia menemukan sepucuk surat di laci meja kamar.

ibu tak pernah menyentuh barang-barangmu semenjak kau pergi ke seoul, jadi aku akan menaruhnya di sini. kuharap, suatu saat, kau akan membacanya.

seungwan, aku akan pergi ke cheongju untuk membebaskan diri. nanti, kalau kau sama muaknya denganku ketika berada di rumah, yang mana lebih mirip penjara ini, kau boleh cari aku di sana!
-ssh, 23/01/00-

orang tuanya selalu berkelit pada tetangga, bahwa seunghee sering pergi ke luar kota dalam jangka waktu yang lama untuk proyek kerjaannya--yang pada kenyataannya: tidak ada.

bahkan, tak ada yang pernah melihat seunghee semenjak anak sulungnya itu mengangkat kaki--empat bulan yang lalu.

hal yang membuat hati seungwan sakit adalah: mereka terlihat tidak masalah dengan hengkangnya seunghee dari rumah.

seungwan kini jadi berpikir, mungkinkah orang tuanya juga tidak keberatan, kalau dia mengikuti jejak seunghee?

⠀⠀ketika melihat jam sudah menunjukkan waktu pulang kerja chanyeol, langkah seungwan tergesa menghampiri rumah yang kasarnya berjarak 20 meter darinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⠀⠀ketika melihat jam sudah menunjukkan waktu pulang kerja chanyeol, langkah seungwan tergesa menghampiri rumah yang kasarnya berjarak 20 meter darinya.

ia ingin menemukan chanyeol, sesegera mungkin.

sewaktu kaki-kakinya berpijak di pekarangan rumah chanyeol, telinganya mendapatkan suara berisik dari dalam. ada dentang, ada bentak, ada teriak. argumen.

apa semuanya baik-baik saja? batinnya ternanar. ia memicingkan mata sembari memasang telinga.

"pergi!" sekali lagi seungwan mendengar suara wanita paruh baya berteriak.

ada suara ibu chanyeol yang menggerutu lantang, disusul dengan pintu yang dibuka dan menampakkan ayah chanyeol mengeluari rumah dengan ekspresi kasar.

hampir seungwan membuka mulut, pria itu lekas berjalan melewati tubuhnya, memalingkan pandangan seolah tidak menyadari kehadiran seungwan di depan rumahnya.

takut-takut, seungwan berjalan menuju jendela kamar chanyeol, dan mengetuknya.

ia melambai pelan, lalu chanyeol yang sedang berbaring di ranjangnya dengan segera mengeluari rumah saat melihat bayangan seungwan.

"ada apa, chan?" tanya seungwan dengan membisik, ketika akhirnya berhadapan dengan chanyeol. "aku mendengar suara argumen dan berpapasan dengan ayahmu."

chanyeol melangkah pergi ke luar wilayah rumah, lalu membuat gestur mengajak. "ayo. jangan di sini."

i wrote you a letterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang