"ya."

328 60 17
                                    

⠀⠀"lalu, sekarang apa?" tanya seungwan sambil mengeratkan pelukan di pinggang chanyeol yang sedang mengayuh sepeda, setelah untuk sekian detik chanyeol terdiam sehabis menceritakan akhir hubungannya dengan gayoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⠀⠀"lalu, sekarang apa?" tanya seungwan sambil mengeratkan pelukan di pinggang chanyeol yang sedang mengayuh sepeda, setelah untuk sekian detik chanyeol terdiam sehabis menceritakan akhir hubungannya dengan gayoung.

"apa ya?" bukannya menjawab, ia malah bertanya balik.

mereka terdiam ketika wajah-wajahnya terus disapu oleh udara hangat busan. di kanan dan kiri jalan, ada rerumput yang meninggi hingga sepinggang, bergoyang-goyang senang.

mata seungwan memicing pada silau matahari yang menyorot keterlaluan--tapi, ia tidak komplain. segalanya terasa hangat dan sejuk di saat yang bersamaan.

tak bisa ditampik, kalau seungwan sedikit--banyak bersyukur dengan berakhirnya hubungan chanyeol dan gayoung secara baik-baik.

kini, seungwan bukan milik siapa-siapa. chanyeol juga.

saat sepeda chanyeol melewati jembatan, kepalanya mengingat kembali ciuman tempo hari.

seperti dulu, ketika SMA, seusai bibirnya melepas pagutan, mereka menjadi canggung dan berusaha bersikap seakan hal itu tidak pernah ada--walau, tentu saja, otak mereka kerap memutar kejadian itu.

contohnya: saat ini.

"wan," panggil chanyeol dengan gurat senyum.

"ya?"

"kalau aku minta kita tidak melupakannya, menurutmu bagaimana?"

ada sematan senyum yang tersembunyi di bibir seungwan. "melupakan apa?"

"ciuman tempo hari..."

"yang pertama, atau yang kedua?"

rongga mata chanyeol membesar kaget mendengar sahutan seungwan yang seberani itu. beruntung, mereka tidak menghadap satu sama lain, karena saat ini wajah chanyeol sudah merah marak.

chanyeol berdeham, mencoba fokus pada jalanan di depannya. "keduanya."

ada jeda yang sangat lama. sayup-sayup angin mulai meledek.

seungwan menempelkan sisi wajah kanannya pada punggung chanyeol, masih dengan pelukan di sekitar pinggang lelaki itu.

"ya," kata seungwan pelan.

chanyeol menggerakkan kepalanya menandakan ia tidak yakin dengan apa yang didengarnya. "kau... tidak akan melupakannya?"

bibir gadis itu membuka dan lagi-lagi hanya mengatakan sepatah kata dengan lantang: "ya."

sejenak kemudian, seungwan bertanya, "kau juga kan?"

goresan senyum di bibir chanyeol semakin melebar seraya ia mengucapkan, "ya."

⠀⠀ketika sudah sampai di pelataran nampo-dong, seungwan enggan turun dari sepeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⠀⠀ketika sudah sampai di pelataran nampo-dong, seungwan enggan turun dari sepeda. wajahnya terlihat sebal setengah mati. katanya, "kita kembali saja, chan."

chanyeol membelalakkan mata tidak percaya. "astaga, kita baru sampai, seungwan. kau yang meminta untuk ke sini kan? aku bahkan mengambil jatah cuti mingguanku untuk menemanimu."

saat seungwan bersedekap, pandang mata chanyeol terarah pada perut gadis itu.

ah--iya.

chanyeol hampir lupa kalau seungwan sedang berbadan dua, dan di bulan keempat ini hormonnya sedang melonjak-lonjak tidak keruan.

kadang, seungwan marah, lalu gembira, lalu marah lagi--terus seperti itu.

tentu saja, chanyeol yang jadi sasaran empuk seungwan untuk menyalurkan emosinya yang tak beraturan.

"mana kutahu kalau nampo-dong hari ini ramai sekali!" seungwan menutup telinganya dengan kedua tangan. "aku benci keramaian!"

chanyeol menurunkan bahunya sembari mendekati seungwan. "ya sudah, kau mau pulang?"

"tidak," sergah seungwan. "aku tidak mau pulang."

kening chanyeol mengerut heran. berulang kali ia memutar otak dan mencoba untuk mengerti, namun hasilnya tetap nihil.

"ibu hamil itu memang aneh ya?" tanya chanyeol berkelakar.

tawaannya langsung terhenti tatkala seungwan meliriknya supersinis.

tidak sekali atau dua kali seungwan bersikap seperti ini. chanyeol hanya masih belum terbiasa untuk menghadapinya.

lengan chanyeol merangkul tubuh seungwan perlahan. telapaknya mengusap bahu gadis itu. "sekarang apa, son seungwan?"

di tengah kerumunan, mata seungwan terpaku pada seorang anak kecil yang menangis--merengek pada ibunya. ia melihat wanita itu penuh dengan ekspresi kesulitan. marah. pusing. tertekan.

batin seungwan kacau. dalam lubuknya, ia sadar, ia belum siap menjadi orang tua. dia belum siap menahan sulit, marah, dan tekanan dari merawat seorang anak.

belakangan ini dia semakin berpikir dan terbebani, bagaimana kalau sesungguhnya dia memang belum siap merawat seorang anak?

chanyeol yang sadar seungwan melamun, langsung memanggil untuk menyadarkannya. "wan?"

seungwan melepas rangkulan, turun dari sadel, dan merengkuh pinggang chanyeol.

"seungwan, banyak orang," ucap chanyeol kaku.

tanpa menghiraukan ucapan chanyeol, seungwan justru memanggil, "chan..."

"ya?"

"aku... bingung."

"bingung soal apa?"

"entahlah."

lagi-lagi, chanyeol keheranan.

seungwan ingin pulang, lalu tidak ingin pulang. memeluknya dadak sontak, lalu mengatakan bahwa ia sedang bingung--semuanya tidak relevan.

chanyeol ingin tahu apa isi otak seorang seungwan sekarang. ia ingin mengintip apa saja yang sedang terjadi di kepala kecil perempuan itu.

bak membaca pikirannya, seungwan menyoal, "kau ingin tahu apa yang ada di pikiranku saat ini?"

"apa itu?" chanyeol balik bertanya.

kepala seungwan mendongak untuk bersemuka. "tebak."

senyum usil chanyeol mengembang. "aku?"

"percaya dirimu meningkat begitu drastis." seungwan tertawa geli selagi melonggarkan pelukannya. "tapi, itu memang salah satu jawabannya."

tidak mungkin chanyeol tahan kalau tidak menarik senyumannya kala seungwan menggombalinya seperti itu.

"bicaramu selalu aneh semenjak kau mengandung." telapak tangan chanyeol mendorong dahi seungwan jauh-jauh hingga perempuan itu melangkah mundur. "ayo."

"ke mana?" tanya gadis itu linglung, sewaktu tangan chanyeol menggenggam dan menariknya untuk melangkah pergi.

chanyeol mengeratkan jemarinya pada jemari seungwan. mengisi sela-sela di antaranya. "nampo-dong. aku tidak mau pulang. lagipula, kau tidak lapar?"

mendadak, semua yang diidam-idamkan seungwan saling bermunculan.

"ah, aku ingin beli kimbab--atau kita beli hotteok saja! atau beli bungeoppang. mungkin, dakkochi.."

"astaga, seungwan..."

i wrote you a letterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang