"kau menungguku."

340 57 22
                                    

⠀⠀"berhenti memerhatikan tubuhmu, seungwan," ujar chanyeol di ranjang seungwan sambil mengunyah makanan ringan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⠀⠀"berhenti memerhatikan tubuhmu, seungwan," ujar chanyeol di ranjang seungwan sambil mengunyah makanan ringan.

selagi itu, seungwan terus mematut diri di depan cermin kamarnya dan berlenggak-lenggok, sesekali mengetatkan kausnya, lantas memegangi perutnya dari segala sisi. karena banyak pikiran, pipinya semakin tirus, kaki dan tangannya mengecil hingga chanyeol terkadang takut seungwan rapuh kala mereka berpelukan terlalu erat. namun, perutnya mulai terlihat membesar.

"aku membuncit," keluh seungwan sambil cemberut. "padahal baru beranjak lima bulan, tapi, lihat perutku!"

chanyeol menurunkan pandangannya pada perutnya sendiri. "ya, aku juga membuncit."

mata seungwan memicing kesal pada pantulan lelaki itu di cermin. "bukan seperti itu yang kumaksud!"

chanyeol menepuk bajunya yang dipenuhi remahan makanan, kemudian mendatanginya dan memeluk seungwan dari belakang. "lantas, apa?"

pandangan mereka bertemu di dalam cermin. saat senyum chanyeol merekah, tangis seungwan meledak sejadi-jadinya hingga chanyeol kebingungan.

apa yang terjadi? apa lagi yang dipikirkannya?

"aku... memikirkannya, chan." gadis itu menjawab seolah membaca batin chanyeol. ia membalik tubuhnya dan memeluk lelaki itu erat. "aku ingin menggugurkannya."

isi otak chanyeol hampir kosong untuk memahami kalimat sederhana dari seungwan. beberapa saat kemudian, ia membulatkan mata dan menatap seungwan khawatir. "kenapa?" tangannya meraih puncak kepala seungwan. "kita akan merawatnya bersama kan..."

gelengan seungwan yang penuh dengan getar kuat itu menunjukkan seolah ia marah dengan keputusannya sendiri. "aku belum siap menjadi ibu. aku juga tak yakin orang tuaku akan menyambut kelahiran anakku dengan tangan terbuka." ia menahan isakan di ujung mulut. "apalagi, kondisi finansialku tak akan cukup untuk menutup kebutuhannya--dia tidak akan hidup dengan baik... dan aku tak akan sanggup."

saking tidak tahu mau mengatakan apa, kepalanya nyaris mengawang-awang selagi mendengarkan. untuk beberapa waktu, hanya ada suara detik jam yang ada di ujung ruangan kamar seungwan.

chanyeol merasa seperti orang bodoh, tatkala organ bicaranya itu hanya mampu mengeluarkan kata, "kemudian?"

"aku berencana aborsi, besok siang." pelukannya melonggar. isakan tangisnya mereda hilang. "aku sudah tahu di mana tempatnya. aku akan pergi ke sana."

"tidak," cegah chanyeol dengan segera. "aku akan menemanimu."

seungwan diam sejenak, lalu mengangguk sembari tersenyum tipis-tipis. "temani aku, chanyeol."

chanyeol membalas senyumnya dengan enteng.

ia akan mendukung seungwan, apa pun yang terjadi. apa pun keadaannya, apa pun keputusan terbijaknya--chanyeol ingin dirinya selalu ada di sisi seungwan. menemaninya. kalau boleh, selamanya. selengkapnya.

i wrote you a letterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang