☁️17. This Too, Shall Pass☁️

362 48 38
                                    

Ezra menikmati pemandangan di hadapannya, Nita sedang menghabiskan makan siangnya. Pemandangan yang lumayan langka seminggu ini karena biasanya Nita makan sambil menangis. Tadi untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Nita minta dibelikan makanan sama suaminya. Ezra langsung semangat banget dan senang, Nita udah mau makan tanpa disuruh lagi.

"Kamu kok ngga makan?"

"Hmm, oh iyaya."

Ezra akhirnya ikut makan juga setelah dari tadi cuma ngamatin istrinya makan. Ada rasa hangat terselip di hatinya liat Nita makan selahap itu. Agak aneh sebenernya karena kemarin mereka sempet berantem lagi untuk yang ke sekian kalinya. Teknisnya bukan berantem sih, tapi Nita yang marah. Walaupun akhirnya baikan lagi.

"Kamu mau nambah ngga sayurnya?" Ezra menggeleng, lalu tersenyum.

"Aku abisin ya." Kata Nita sebelum menyendok sayurnya ke piring, tangan Ezra tergerak buat ngusap kepalanya Nita penuh sayang.

Semuanya berjalan baik-baik aja, sampai Ezra ngeliat istrinya nambah sayurnya lagi sambil nahan nangis.

"Ay, kalo udah kenyang gapapa." Cegah Ezra, mata istrinya keliatan mulai berair. Nita tetap menggeleng.

"Jangan dipaksa! Kenapa sih?" Tegur Ezra waktu Nita selesai mengunyah. Nita masih menghabiskan kunyahannya perlahan, baru mau menjawab pertanyaan suaminya.

"Aku mau hamil, jadi harus sehat." Jawaban istrinya bikin Ezra sedikit menahan napas.

"Secepat ini?" Nita mengangguk, seketika pening menghampiri kepala Ezra.

"Jangan buru-buru ay, katanya minimal tiga bulan pemulihan kan?"

"Ya makanya ini aku harus mulai benerin pola makan dari sekarang."

"Ya, ngga dengan maksain begitu." Nita menghembuskan napasnya denger kalimat yang keluar dari mulut Ezra. Tangannya terlipat di dada, dan Ezra selalu tau pembicaraan ini ngga akan berujung baik. Jadi lebih baik Ezra nahan emosinya. Lagi.

"Denger ay, aku jujur seneng kamu berusaha buat pulih lagi. Tapi jangan dipaksain begitu, kan ngga baik. Aku tau ngehadapin ini bakal sulit, jadi-"

"Kamu selalu anggap bergitu kan dari awal? Kamu anggap ini sulit sejak awalnya, makanya kamu selalu mikir ini bukan masalah besar kan, Mas? Karena kamu udah memperhitungkan semuanya? Gitu?" Ezra mengusap wajahnya sendiri, lelah dan menyesal karena salah bicara.

"Ngga gitu maksudku." Nita berdiri, lalu merapikan piring bekas makan mereka sambil mengabaikan Ezra. Suaminya itu memijat pelipisnya, pusing dan lelah banget sama keadaan ini. Tapi dia sendiri ngga tau harus bagaimana.

"Fine, oke kalo kamu mau program lagi. Aku turutin aja." Kata Ezra perlahan sambil berjalan ngehampirin istrinya.

"Kenapa sih selalu aku yang keliatan menyedihkan?" Gumam Nita sambil membilas piringnya, Ezra merasa kurang jelas mendengarnya dan cuma ngehampirin istrinya.

"Hmm?"

"Kenapa selalu aku sih yang ngerasa sedih sendirian? Aku tau ini salah aku, Mas. Kenapa kamu keliatan baik-baik aja, semuanya juga, kenapa aku ngga bisa?!" Tanya Nita dengan nada yang meninggi. Tangan Ezra mendarat di bahu istrinya, mengusapnya perlahan.

"Ay, ngga gitu. Aku tau ini berat buat kamu-"

"Iya! Ini berat buat aku! Kamu ngga kan? Kenapa sih, apa cuma aku sendiri yang mau punya anak? Aku capek!" Cecar Nita kemudian meninggalkan suaminya mematung di sana, lalu menuju kamar mereka dan menutup pintu.

Nita terduduk lemas di lantai, menatap kedua tangannya yang masih penuh dengan air sabun, terpangku di atas paha. Perlahan air mata terus menerus mengaliri pipinya.  Nita terisak entah sudah ke berapa kali setiap harinya.

LEVEL UP! (Gamal & Ezra next chapter of life)  [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang