"Saya terima nikahnya Arumi Kanaya Fahira binti Rachmat Marzuki, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Para tamu yang sudah hadir mengucap kata sah, dengan itu Adam dan Arum sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Arum mencium tangan suaminya yang langsung disambut senyuman lebar oleh Adam. Wicak dan Sania di antara kerumunan sudah saling berbisik dengan kalimat meledek. Logistik kesayangan mereka sekarang ini, sudah bukan lagi pujangga yang sulit berpindah hati. Pria itu kini, bahkan sudah menemukan tambatan hatinya yang terakhir.
Resepsinya dimulai sekitar kurang dari setengah jam lagi, dan acara adatnya sudah terlewati tadi. Wicak dan Sania sedang mengantri di barisan nasi kebuli. Mereka tadi datang termasuk paling pagi karena bisa menghadiri acara akad, dan sekarang perut keduanya kelaparan.
"Lo ambil minum aja deh Cak, sini piringnya sama gue." Tawar Sania, tahu kalau mantan pacarnya itu terkadang suka kurang fokus. Nanti takutnya tumpah-tumpah, atau jatuh piringnya.
"Oh oke, mau buah sekalian ngga?"
Sania menggeleng dan berjalan cepat-cepat agar tak kehabisan kursi. "Ntar aja, gue nitip air putih."
"Oke."
Wicak tersenyum pada dirinya sendiri selama perjalanan menuju kumpulan air mineral gelas yang dibentuk mengelilingi bunga. Tangan Wicak meraih dua diantaranya, dan mencari kursi yang tadi Sania tuju. Sambil berjalan, Wicak berusaha mengurangi ekspresi senangnya hari ini. Atau dirinya akan tertangkap basah karena terlihat hatinya masih bergetar untuk wanita itu.
Kejadian kemarin sore benar-benar diluar kendalinya dan sama sekali tidak tersebut dalam do'anya. Rencananya sejak minggu kemarin adalah datang ke nikahan Adam, berdua dengan Radit. Karena mereka sama-sama tidak mempunyai seorang pun untuk diajak sebagai pendamping.
Pada umur saat ini, sewajarnya mereka sudah memiliki pasangan hidup. Society standard, jangan lakukan apapun sebelum 25 tapi harus sudah memiliki semuanya saat mencapai 25. Logika yang standarnya (sebenarnya) cukup konyol, tapi masih ada sampai saat ini. Wicak dan Radit adalah salah satu pihak yang tidak ingin ditanya mengenai itu, jadi menjadi teman satu sama lain adalah salah satu cara aman menghindari pertanyaan.
Namun sore itu, Wicak merasa seperti sedang dipermainkan semesta.
Wicak sudah membuka toko offline nya selama tiga bulan, cukup ramai dan stock nya seringkali habis. Juga sudah memiliki beberapa karyawan yang bekerja di pabriknya, dan Wicak mengeceknya setiap hari, juga sesekali berada di store. Pekerjaan yang baginya cukup santai dan menghasilkan saat ini. Kalau dahulu tubuhnya berlari ke sana ke mari menuju lokasi survey bangunan, sekarang pikirannya yang berlarian memikirkan supplier dan masalah-masalah di pabrik. Bebannya sama, tapi setidaknya fisiknya tidak terlalu lelah.
Dengan kehidupannya yang sudah level up di beberapa bagian, Wicak jadi punya lebih banyak ruang untuk memikirkan yang lain. Misalnya memikirkan Sania.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEVEL UP! (Gamal & Ezra next chapter of life) [✔]
FanfictionAnother bridge, a level up This is a lokal AU, a sequel from Gamal & Ezra Story. The cast name belongs to @lokalsvt on twitter. WARNING: Bahasa Semi Non-Baku