Hari ini sudah sedekah belum?
Kalo belum vote yuk sebelum baca biar gak lupa:) Sekalian sedekah.Kalau ada typo atau kesalah komen ya:)
Happy Reading my lovely readers
~♥~~♥~~♥~~♥~~♥~Dua mobil dengan kecepatan tinggi menguasai jalan ibu kota yang lengang. Mobil Devan di depan, membawa Raya dan Rara di jok belakang. Paha Rara jadi bantalan untuk kepala Raya. Sedangkan di belakang ada mobil Farhan, yang di dalamnya dia dan Nabila.
Devan seakan menggila mengendarai mobilnya. Rara terus menerus memanggil nama Raya sejak tadi. Air mata sudah membanjari pipi milik Rara. Raya tak kunjung sadar.
Sama halnya dengan Nabila, ia hanya menangis sejak tadi. Farhan bahkan tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menenangkan Nabila. Tanpa sadar, tangan Farhan merayap memegangi tangan Nabila. Dan satu tangannya memegang setir dengan stabil.
Saat tangan Farhan menyentuh kulit tangan Nabil, entah kenapa Nabila merasa lebin tenang. Ia mulai mengontrol sedikit air matanya.
20 menit lamanya mereka di jalanan, akhirnya sampai di rumah sakit ayahnya Rara. Kenapa harus disitu? Karena itulah rumah sakit terlengkap di kota ini.
Devan keluar dari jok setir dan langsung mengambil tubuh Raya. Ia berjalan memasuki rumah sakit, dengan di susul oleh yang lain. Memasuki lobby rumah sakit, para perawat dan ahli medis yang sedang lalu lalang di situ seketika menghampiri dan mengambil alih Raya.
Raya dibawa ke ruang ICU untuk diperiksa. Yang lain menunggu di depan ruang ICU. Rara lah yang paling histeris saat ini. Ia merasa bersalah karena mengajak Raya bersamanya.
Devan datang dan mendekap Rara, menenangkannya.
"Ini salah gue Dev...hiks...gue salah Dev. Gue bego, hiks..." ucap Rara di sela tangisnya."Gak gak gak. Diem. Ini bukan salah lo, ok. Jangan ada yang nyalahin dirinya disini," ucap Devan menatap mata Nabila. Ia yakin, Nabila juga merasa bersalah, karena ia yang minta untuk naik bianglala.
Sesaat kemudian, ayah dari Raya datang dengan wajah paniknya. Rara langsung bersujud di depan ayah Raya dan meminta maaf. Bukannya membuang muka, ayah Raya menyuruh Rara berdiri.
"Nak. Ini bukan salah siapa-siapa. Om ikhlas, ini memang harusnya terjadi. Raya sudah pesan sama om, untuk tidak menyalahkan siapa-siapa," ucap ayah Raya dengan nada terisak.
Nabila dan Rara kebingungan, apa maksud perkataan ayah Raya. Dan saat mereka ingin menanyakan itu, ayah Raya menghampiri Devan.
"Makasih sudah menjaga Raya hari ini, kalau gak ada kamu, om tidak akan mengijinkan Raya pergi. Sekali lagi terima kasih." Devan hanya mengangguk lemah di depan ayah Raya.
Nabila dan Rara tambah kebingungan.
"Ini maksudnya apa Om?" tanya Nabila sedikit memaksa."Raya tidak memberi tahu kalian?"
Nabila dan Rara hanya bersitatap, dan menggeleng bersama.Devan bangkit dari duduknya dan menghampiri ayah Raya.
"Sudah om, nanti saya yang ceritakan, om mending duduk," pinta Devan dan ayah Raya pun duduk.Devan menghampiri Nabila dan menyuruhnya untuk duduk. Nabila bersikeras tidak ingin duduk, ia hanya ingin mendengar penjelasan dari Devan. Tapi Devan juga memaksa. Nabila pasrah dan duduk.
"Dev kasih tahu gue, apa yang lo tau?" tanya Nabila terisak. Dev menunduk di hadapan Nabila seraya memegang tangannya. Rara berdiri di samping Dev siap mendengarkan apapun yang akan Devan katakan.
"Bil, harusnya hari ini, Raya sudah masuk rumah sakit dan menjalani terapi," ucap Devan.
"Gak. Lo bohong. Raya pernah bilang, itu masih 2 minggu yang akan datang."
"Gak bil. Waktunya di majuin, karena kondisi fisik Raya makin menurun."
"Terus kenapa Raya pergi sama kita hari ini?" tanya Rara.
"Itu karena...Raya tahu, dia udah gak punya waktu. Sekalipun dia masuk hari ini, hidupnya memang tidak akan lama lagi. Dia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama kalian, daripada menghabiskan waktunya dengan mesin dan alat-alat medis yang mengelilinginya. Raya cuman mau bahagia untuk terakhir kalinya." Nabila dan Rara semakin histeris.
Devan bangkit dan ikut duduk di sebalah Nabila. Rara pun duduk dan memeluk Nabila. Farhan sejak tadi hanya memandang ke bawah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Tak berselang lama, dokter dari ICU keluar dan menghampiri ayah Raya. Mereka berbicara sebentar. Tampak raut wajah yang terisak di wajah ayah Raya saat menyampaikan sesuatu. Dan perbincangan itu diakhiri dengan ayah Raya mengangguk dengan paksa dan dokter yang masuk dengan terpaksa pula.
Dokter tadi meminta persetujuan akhir dari ayah Raya untuk Raya yang tidak ingin menggunakan ventilator dan memilih pergi dengan tenang. Dengan terpaksa ayah Raya harus menyetujuinya dan mengabulkan permintaan Raya. Walaupun sangat bersedih dan terisak, ayah Raya hanya ingin melihat putrinya pergi dengan tenang.
Beberapa menit kemudian, dokter keluar untuk kedua kalinya, dan memanggil mereka semua masuk karena Raya memanggil mereka.
Dengan segera, Nabila dan Rara bangkit dan masuk ke ruang ICU. Di dalam situ, mereka mendapati Raya yang sudah terbaring lemah di atas dipan menatap mereka dengan mata sayupnya, dan tersenyum tipis.
Nabila, Rara, dan ayahnya Raya berdiri tepat di samping dipan memegang tangan Raya erat. Raya menatap ayahnya.
"Ayah. Makasih sudah merawat Raya sendirian sampai sebesar ini. Makasih karena ayah sudah sabar menghadapi Raya. Maaf karena selama ini Raya menjadi beban untuk ayah. Maafin Raya karena selalu menyulitkan ayah. Raya gak pernah membalas satupu jasa ayah. Maafin Raya ayah, dan Raya berterima kasih untuk semuanya. Dan juga, terima kasih karena ayah mau melepaskan Raya dengan tenang. Ayah...ayah tahukan Raya sayang ayah," ucap Raya lemas. Ayah Raya hanya mengangguk sambil berderai air mata.
Setelah itu, Raya menatap kedua sahabatnya.
"Ra, bil, makasih ya. Udah mau jadi sahabat Raya. Padahal Raya cuman anak sakit-sakitan yang selalu jadi beban. Tapi kalian selalu ada buat Raya. Maafin Raya kalau selama ini Raya ngeselin. Makasih karena kalian sabar sama Raya..." ucap Raya lalu menatap Nabila dengan yakin. "Bil, maafin Raya yah, karena permintaan Raya waktu itu bodoh banget. Raya tahu, kalau Nabila dan Farhan saling suka, tapi karena Raya egois, malah misahin kalian. Bil, maafin Raya ya. Raya tahu Nabila gak suka sama Raya, benci sama Raya, tapi Bil, karena Nabila, Raya bisa merasakan yang namanya jatuh cinta sebelum pergi. Farhan maafin Raya ya," lanjutnya menatap Farhan di belakang.Raya berhenti sejenak dan menutup mata, mengeluarkan air mata. Nabila dan Rara menangis histeris.
"Ayah..." panggil Raya. Ayahnya Raya langsung memegang erat tangan Raya.
"Mama...Raya lihat mama," ucap Raya untuk terakhir kalinya sambil tersenyum dengan lebar. Raya pergi untuk selama-selamanya meninggalkan orang yang di sayanginya. Raya pergi dengan tenang.
Nabila dan Rara tak berhenti memanggil nama Raya dan terus menerus mengeluarkan air mata. Mereka tak berhenti hingga perawat datang dan menutup tubuh Raya dengan kain putih.
Rest In Peace, Raya.
22 Agustus 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLASSIC [Completed]
Teen Fiction[BANTU 1K VOTES YA] Hanya kisah cinta yang CLASSIC. Dua insan yang tak pernah menginginkan untuk bersama. Tapi malah terjerat di takdir tuhan yang tak terduga. #1 in coldhearted (25-08-2019) #1 in pembacaindonesia (25-08-2019) #5 in yatimpiatu (14...