Cahaya matahari menelisik dari celah jendela kamar seorang gadis remaja berusia 16 tahun. Netra coklatya mengerjap, silau oleh cahaya yang masuk. Mendudukan dirinya sebentar mengumpulkan nyawanya yang menghilang beberapa jam. Langkahnya ia tujukan pada kamar mandi untuk membersihkan diri karena ada hal baru yang dinantinya hari ini.
Gadis itu bernama Aurora Aira Tynetta. Berparas cantik dan manis. Ditambah netra coklatnya yang mampu menghipnotis siapapun yang menatapnya.
Setelah selesai mengenakan seragam dan segala perlengkapaanya, Aurora berjalan menuju meja makan di lantai dasar. Disana Papa dan abangnya telah menunggu untuk sarapan bersama. Inilah hal sederhana yang membuat Aurora bahagia dan kebagaiaan ini belum tentu diperoleh semua orang.
" Good morning everybody!! Kanjeng ratu telah turun dari kayangan mau ikut sarapan, boleh kah?!". pekik Aurora menarik salah satu bangku disebelah abangnya, Rafael namanya.
"Apaan sih lo! Pagi-pagi udah teriak-teriak!". Cibir Rafael, kesal dengan sikap adiknya yang tak pernah berubah dari dulu.
"Ihh, punya abang kok jutek amat, lagi mens kan lo?". Aurora memberi tatapan menyelidik kepada abangnya dan menatap tak percaya.
"Ohh Rora tahu jangan-jangan abang trans-"
Pletak. Rafael menjitak dahi Aurora sedikit keras membuat sang empunya mengaduh kesakitan
"Lagian kalo ngomong itu dijaga, kamu bicara sama abang loh ini". Nasehat Rafael yang masih tetap fokus pada roti selai kacang dipiringnya.
"Dengar itu apa dibilang sama abang! Jangan ngangguk-ngangguk aja, kalo cuma ngangguk-ngangguk anjing peliharaan dimobil papa juga bisa!". Ujar Papa membuat Aurora memajukan bibirnya kesal. Karena tak rela disamakan dengan miniatur dimonil papanya.
"Ihh Papa tega!". Sungut Aurora memakan rotinya dengan kesal
"Nanti siapa yang anterin Rora kesekolah, Pah?". Tanya Aurora dengan antusias.
"Emangnya kamu ingin diantar siapa?". Tanyanya kembali membuat Aurora berpikir.
"Emhh...Abang aja gimana? Tumben loh abang pulang"
Rafael meliriknya tajam seolah keberatan dengan keinginan Aurora.
"Gimana? Abang mau gak anterin Rora?". Pinta Aurora tangannya ia telungkupkan di depan dada memohon agar permintaannya dikabulkan.
"Kenapa mesti abang sih? Sama Papa aja sana lagian juga sekolah baru kamu sama kantor Papa jalannya searah". Aurora mendengus ia sudah menebak jika jawabannya akan selalu seperti ini.
Melihat raut wajah sang adik yang berubah sedih Rafael menjadi tidak tega. Ia membelai surai hitam adiknya dengan lembut. Tak harusnya ia sebagai abang membuat adiknya bersedih apalagi Aurora adik perempuan satu-satunya. Ia berjanji akan menjaga adiknya apapun yang akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJAWALI
Teen Fiction⚠WARNING TYPO BERTEBARAN ini cerita youngadult yang bocil minggir dulu yok, emak lu tau disabet sapu lu! Rajawali Liam Taksa sang alpha dari Alfasus, geng beranggotakan remaja laki-laki penuntut arti kebebasan dari SMA Antariksa. Tawuran dan balapan...