[5]

17.1K 1.3K 41
                                    

Hari ini adalah hari Senin, upacara sudah dimulai. Seluruh siswa-siswi SMA Harapan Bangsa sudah kumpul di lapangan dan berbaris dengan teratur, ya kecuali para bad boy yang nakalnya gak ketulungan.

Biasanya, Annaya itu semangat ketika upacara karena ia sangat suka jika saat upacara akan memandangi Reynaldi dari dekat, pasalnya barisan mereka itu sebelahan lagi pula kelasnya juga sebelahan. Annaya kelas XII IPS 2 dan Reynaldi kelas XII IPS 1 jadi wajar kalau pas upacara barisnya sebelahan.

Kali ini Annaya terlihat jadi pendiam, dan seperti malas mengikuti upacara, ia hanya fokus memandang ke depan tapi tatapannya itu kosong. Wajahnya kini menjadi pucat, ditambah tiba-tiba hidungnya mengeluarkan darah dan ia meremas dadanya yang terasa sesak.

Aileen yang menyadari hal itu langsung memegang pundak Annaya, "Anna, hidung lo berdarah, sekarang— " belum sempat Aileen melanjutkan omongannya, Annaya tiba-tiba jatuh dan ternyata ia pingsan.

Semua orang langsung panik, apalagi Aileen yang tiba-tiba menangis. Anggot PMR pun datang dan hendak mengangkat tubuh Annaya, namun pergerakan mereka berhenti karena seorang pria terlebih dahulu menggendong Annaya ala bridal style.

Pria itu membawa Annaya ke uks, dan membaringkan nya dengan hati-hati.

"Kalian semua keluar! Biar gue disini temenin dia," ucap pria itu tegas.

"Tapi, kak ini tugas kita— "

"Terserah, sekarang kalian bersihin darah yang keluar dari hidungnya," ujarnya pasrah kemudian keluar dari uks.

Setelah pria itu pergi, gadis yang menjabat sebagai anggota PMR itu langsung membawa kapas dan air lalu membersihkan darah yang keluar dari hidung Annaya.

Aileen yang masih menangis saat upacara kini ia berlari menuju uks, ia sangat khawatir dengan kondisi Annaya. Sampai di uks ia langsung duduk di kursi yang berada disebelah brankar.

Apa penyakit lo kambuh lagi, Na. Batin Aileen.

"Kak Aileen, kenapa nangis?" Tanya Litta— adik kelas yang menjabat sebagai anggota PMR.

"Gue hiks... gak tega liat Annaya kayak gini hiks... dia hiks... hiks..."

"Udah ya, kakak jangan nangis lagi! kalau nangis terus entar kakak jadi makin jelek," ucap Litta.

'Makin jelek' apa maksudnya? Aileen yang mendengar itu tidak terima, ia berhenti menangis dan langsung wajahnya berubah menjadi raut wajah yang terlihat marah.

"Maksud lo ngomong 'entar kakak jadi makin jelek' apa hah?" Bentak Aileen yang langsung membuat Litta takut.

"Bu-bukan gitu kak, ma-maksunya Li-Litta i— "

"Lo pikir gue jelek dan kalau gue nangis makin jelek gitu?! adik kelas aja belagu lo bangsat!"

"Maaf... kak," cicitnya pelan.

Setelah Litta mengatakan itu, ia langsung keluar dari ruang UKS. Aileen tidak memperdulikan hal itu, ia malah kembali menangis karena melihat wajah Annaya yang pucat.

"Anna, please wake up... gue gak mau lo pergi," lirih Aileen pelan.

Hampir 30 menit lebih Annaya masih belum sadar, dan itu membuat Aileen semakin panik. Tidak ada pilihan lain lagi, ia langsung menelepon dokter yang merawat Annaya.

Setelah selesai menelpon Aileen merasa sedikit tenang karena dokter itu akan segera datang.

Ya, dalam waktu 10 menit dokter pun datang dan langsung memeriksa kondisi Annaya.

"Gimana dok kondisi Annaya?" Tanya Aileen khawatir.

Dokter Andi menghembuskan nafas gusar, "Lebih baik bawa Annaya ke rumah sakit, tolong izinkan Annaya ke guru untuk pulang duluan," titah dokter itu kepada Aileen.

Annaya (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang