[28]

15K 941 79
                                    

"ANNAYA!" pekik Reynaldi dan Fadli cemas, ketika melihat Annaya.

Annaya tergeletak di lantai, darahnya keluar dari hidungnya dan wajahnya pun sangat pucat. Reynaldi langsung menggendong Annaya ala bridal style.

Mereka membawa Annaya ke rumah sakit, saat ini Adira dan Liora begitu cemas dan khawatir, begitu juga dengan Reynaldi dan Fadli. Mereka takut, takut jika Annaya meninggalkan mereka.

"Semua ini gara-gara lo tau gak?! andai aja dia gak nungguin lo, pasti dia gak akan kenapa-kenapa!" ujar Aileen tersulut emosi kepada Reynaldi, dan ia baru saja datang bersama Fano.

"Tenang, Len! lo gak bisa nyalahin orang," ujar Fano.

"Tenang? tenang lo bilang? mikir gak sih lo hah?! Annaya itu nungguin Reynaldi dari malam," ujar Aileen.

Reynaldi hanya diam tak bergeming, mungkin memang benar apa yang di katakan Aileen. Dia penyebab Annaya jadi seperti ini, tapi ia juga tidak terima jika di salahkan seperti itu.

Setelah satu jam lebih, Annaya sudah sadar dari pingsannya. Dan yang pertama ia lihat adalah Reynaldi. Annaya memejamkan kembali matanya, entah mengapa ia jadi tak ingin bertemu dengan Reynaldi.

"Maaf," ujar Reynaldi tulus.

Annaya hanya diam saja, ia pura-pura tak mendengar kata 'maaf' dari Reynaldi.

"Nay, jangan diemin gue. Gue tau gue salah, gue mohon,Nay. Liat gue," ujar Reynaldi dan Annaya langsung membuka matanya.

"Gue minta ma— "

"Kamu gak perlu minta maaf, kamu gak salah. Aku disini yang salah, terlalu berharap dan terlalu banyak menunggu," ujar Annaya.

"Gak, Nay. Gue sadar, gue salah sama lo. Maaf karena gue selalu mengecewakan lo," ujar Reynaldi.

Annaya tersenyum, "Aku mohon untuk kali ini aja, temenin aku ya?"

Reynaldi menghela nafas berat, tampaknya ia bingung. Antara harus menemani atau tidak? karena jika menemani Annaya pasti Debby akan mengancamnya, "Gue gak bisa janji," ujar Reynaldi.

Dua kata untuk Annaya saat ini, ia sangat 'sakit hati' rasanya ia seperti tidak di anggap. Untuk apa saat itu Reynaldi memohon-mohon agar Annaya menerimanya? Annaya benar-benar tidak mengerti lagi.

Akhirnya Annaya hanya mengangguk dan tersenyum kecut, "Iya gak pa-pa kok," ujar Annaya.

Maaf, lagi-lagi gue bikin lo sakit hati, Reynaldi membatin.

Annaya menoleh ke arah lain, ia jadi malas dengan situasi saat ini. Menjadi canggung dan hening.

Pintu pun terbuka, menampakkan Adira, Liora, Fadli, Aileen dan Fano yang datang secara bersamaan. Annaya dan Reynaldi langsung menoleh ke arah mereka.

"Annaya gue khawatir banget sama lo," ujar Aileen seraya mendekat ke arah Annaya.

"Makasih karena udah khawatir sama gue," ujar Annaya.

"Nay, lain kali lo gak usah nungguin seseorang yang gak pasti deh. Intinya lo jangan minta dia untuk selalu ada di sisi lo, karena dia hanya akan berada di sisi..." Aileen menggantungkan ucapannya lalu beralih menatap Reynaldi dan membisikkan sesuatu di telinga Reynaldi, "Di sisi Debby, bener 'kan?" bisiknya.

Annaya semakin tak mengerti, "Dia hanya akan berada di sisi siapa, Len?" tanya Annaya.

"Nggak, Nay. Lupain aja," ujar Aileen.

***

Pagi ini, Debby sudah menggandeng lengan Reynaldi sampai di kelasnya.

"Makasih udah anterin aku," ujar Debby manja.

Reynaldi tidak menanggapinya, ia langsung melenggang pergi begitu saja. Tetapi Debby sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu, yang penting sekarang adalah Reynaldi harus bersamanya.

"Sebentar lagi aku akan hancurin hubungan kamu sama Annaya," gumam Debby.

***

Annaya menatap Adira yang sedang menyuapinya, ia merasa sangat menyusahkan. Annaya tidak ingin lagi menyusahkan orang tuanya dan tidak ingin menyusahkan orang lain.

"Mah... Bisa tinggalin Annaya dulu sebentar?" Adira pun mengangguk, lalu beranjak.

Setelah Adira pergi, perlahan Annaya melepaskan infusan nya, lalu ia pun mengubah posisinya menjadi duduk. Dengan hati-hati Annaya turun dari kasurnya, ia pun berdiri dengan tangan yang masih memegang pinggiran kasur untuk menahannya. Annaya hendak melangkahkan kakinya, namun ia berpikir sejenak. Bagaimana bisa ia kabur dari rumah sakit kalau Adira berada di depan pintu ruangan ini? sebuah ide terlintas Annaya menelpon Adira dan memintanya untuk mengambil pakaiannya.

Kini ia sudah sangat yakin, Adira pasti sudah pergi. Dengan langkah pelan dan sangat hati-hati ia mulai keluar dari ruangan. Annaya menutup wajahnya menggunakan rambutnya, ia takut kalau sampai ketahuan. Tiba-tiba tubuhnya tidak seimbang dan ia terjatuh ke lantai, rasanya sangat sakit sekali.

Seseorang yang baru saja melewati Annaya, langsung jongkok di hadapan Annaya.

"Lo kenapa?" tanya orang itu, sosok pria yang menggunakan baju seragam putih abu. Annaya tidak mengenalinya karena pria itu beda sekolah.

"Gue..." Annaya menggantungkan ucapannya, karena jika dia memberi tahu bahwa Annaya ingin kabur. Pasti pria ini akan melarangnya dan memanggil dokter.

"Lo pasti mau kabur 'kan?" tebak pria itu.

Annaya menatapnya tak percaya, bagaimana bisa pria ini tahu kalau Annaya mau kabur? apa dia seorang cenayang, astaga!

"Kenapa lo tahu?" tanya Annaya.

"Gue nggak tahu, gue cuma nebak aja. Dan ternyata tebakan gue bener," ujar pria itu.

"Ya, lo bener," ujar Annaya jujur.

"Lo mau kabur di saat keadaan lo kayak gini? gila!" ujar pria itu yang masih menahan tubuh Annaya untuk berdiri.

"Lo mau bantuin gue? eh, tapi nama lo siapa?" tanya Annaya.

"Gue Azka, kalau lo?"

"Annaya, gue tanya sekali lagi. Lo mau bantuin gue?"

"Bantuin apa?" tanya Azka.

"Bawa gue pergi dari sini,"









-Tbc-
Haihaii! gimana sama part kali ini? hadehh maap kalau gak nyambung:( maaf juga kalau banyak typo:( dan maaf lagi part ini pendek'( semoga suka dan tetap suka♡ jangan lupa vote dan komen ya... jangan lupa juga tambahkan cerita 'Annaya' ke reading list kamu♡

Hmm, kira-kira Azka mau gak ya bantuin Annaya? pantengin terus ya gengss, luvv yuuu...

11 oktober 2020

Annaya (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang