CHAPTER 22 (Masa Lalu Rahma)

4.1K 146 34
                                    

Hai reader tercintaah..

ceritaku up lagi..

tapi sebelum membaca, jangan lupa vote, follow dan comment yang banyak dibawah yah

terima kasih


****


Aku melihat kearah Cindy sambil tersenyum dan mengangguk. Kemudian, kami melangkah pergi menuju mobil yang sudah menunggu kami dari tadi.

Sesampainya di rumah, Mas Aldy dan Cindy sudah ditunggu oleh Dimas dan Gadis. Awalnya, Dimas dan Gadis marah sekali dengan keputusan yang telah aku ambil. Tapi, setelah aku memberikan pengertian kepada mereka, akhirnya mereka mau menerima walaupun dengan sedikit terpaksa.

"Papa tahu ini adalah karma buat Papa yang sudah meninggalkan kalian. Dan semoga kalian masih memberikan pintu maaf buat Papa," ucap Mas Aldy sambil menangis tersedu-sedu kepadaku, Dimas dan Gadis di ruang keluarga kami.

Papa janji, tidak akan mengulanginya lagi. Papa tidak akan meninggalkan kalian lagi," ucap Mas Aldy sambil menunduk malu ke arahku dan anak-anakku.

Aku terus memandangi wajah Mas Aldy. Apakah dia sungguh-sungguh dengan ucapannya itu? Tapi, aku agak meragukannya. Meragukan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Kadang dia emosional benget, tapi dalam waktu yang bersamaan dia bisa berubah jadi sosok yang manis sekali. Jadi, tidak ada jaminan bagiku dia bisa berubah seutuhnya. Apalagi dia divonis dokter mengidap penyakit Borderline Personality Disorder.

"Ya, kami akan menerima Papa disini asal Papa mau berubah! Dan kita lihat saja nanti apa benar Papa sudah bertobat," ucap Dimas sinis dan berlalu pergi keluar rumah.

Kemudian, aku mendengar suara motor Dimas dan tidak lama berlalu pergi. Aku tidak tahu dia pergi entah kemana. Aku hanya bisa menghela nafas panjang melihat sikap anak sulungku itu. Dan aku lihat Mas Aldy menangis melihat sikap Dimas yang acuh kepadanya.

Tapi, aku juga tidak bisa menyalahkan sikap Dimas yang masih belum bisa menerima kehadiran Papanya. Karena aku sendiri juga masih dalam tahap untuk memaafkannya. Memaafkan kesalahan yang pernah diperbuatnya. Seperti ada lubang di dalam hatiku yang selalu meninggalkan kegelisahan. Dan Mas Aldy yang aku kenal sekarangpun bukanlah orang yang sama lagi. Suami yang tanpa kaki dan berkepribadian ganda serta membawa anak yang menderita leukemia. Sangat sulit bagiku untuk bersikap seperti dulu lagi kepadanya.

****

Setelah 2 minggu Mas Aldy kembali ke rumahku, akhirnya sedikit demi sedikit suasana di rumah mulai mencair. Aku lihat Dimas dan Gadis sudah mulai sedikit berubah. Apalagi dia jarang berlaku kasar lagi. Dan semuanya karena Cindy, gadis kecil bermasker itu. Cindy seolah-olah bisa mencairkan suasana yang kaku di rumah. Aku sering mendengar tiap malam, Cindy dan Gadis bercanda di kamarnya. Kebetulan mereka memang aku tempatkan di satu kamar. Sehingga, memudahkan bagi mereka untuk saling mengenal. Anaknya memang lucu dan menggemaskan. Tidak salah dia bisa mencuri perhatian semua orang di rumah, terutama perhatian Gadis.

Hari ini kami sekeluarga berencana pergi ziarah ke makam Rahma, ibu kandungnya Cindy. Aku mempersiapkan segala kebutuhan Mas Aldy di kamarnya. Memang kami tidak tinggal di satu kamar lagi. Mas Aldy aku tempatkan di kamar tamu. Awalnya dia sedikit kecewa. Tapi, setelah aku jelaskan bahwa keputusanku untuk merawatnya hanyalah karena rasa kemanusiaan, akhirnya dia mau menerima. Dia mengatakan akan menungguku sampai aku bisa membuka pintu hatiku lagi padanya.

Lalu, aku berjalan ke kamarnya dan aku melihat dia termenung di atas kursi roda. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Dan tidak lama kemudian dia menangis sesegukan. Aku hanya berdiri di pintu sambil melihatnya menangis.

Di Rumah Aja, Pa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang