CHAPTER 29 (Hati Yang Berbunga)

2.6K 97 6
                                    

Hai readers...

Aku up lagi neeh..

Tapi sebelum membaca, jangan lupa vote, follow dan comment yah..

makasih


****



Dan tidak lama setelah itu, ternyata pintu itu dibuka oleh orang lain. Seorang laki-laki berwajah Arab itu menyambut kedatanganku.

"Apa aku salah alamat yah?" tanyaku lagi dalam hati sambil melihat kembali kertas yang diberikan oleh Alex tersebut.

"Tapi, tidak ada yang salah dengan kertas itu. Ini memang benar alamatnya."

"Berarti, orang ini siapa?" pikirku dalam hati.

Tiba-tiba, aku mendengar seseorang memanggilku dari arah belakang.

"Lisa?"

"Kok, kamu bisa nyampe disini?" tanyanya kepadaku.

Aku langsung melihat ke arah belakangku.

"Ryan," balasku kepadanya.

"Lalu, laki-laki di apartemennya itu siapa?" pikirku sambil kembali melihat ke arah belakangku.

"Ayo masuk!" ajak Ryan sambil menarik tanganku ke dalam flat-nya.

Dan karena memang aku sudah kelelahan, akupun hanya menurut saja apa yang dikatakannya.

****

Flat yang ditempati Ryan itu terdiri dari 3 kamar, 1 ruang tamu dan 1 bagian dapur. Flat ini tidak terlalu besar. Tapi, karena Ryan memang tinggal bersama teman-temannya, makanya aku jadi merasa sedikit risih. Khaled dan Ahmad yang duduk di kursi tamu terus memperhatikanku yang dari tadi hanya berdiri mamatung di ruang tamu.

"Apa kamu mau berdiri terus disana?" tanya Ryan yang berjalan dari dapur ke arah ruang tamu sambil membawa minuman hangat untukku.

"Ayo, duduk disini!" ajaknya kepadaku untuk duduk disampingnya.

"Kenalkan, ini teman-temanku. Ini Khaled, dia orang Arab. Dan ini Ahmad, orang Malaysia," ucap Ryan sambil memperkenalkan teman-temannya kepadaku.

"And this Lisa," ujarnya sambil memperkenalkanku kepada teman-temannya.

Aku berjalan dan duduk di samping Ryan. Aku merasa canggung sekali disana. Ternyata, Ryan tinggal bersama 2 orang teman laki-lakinya, yaitu Khaled dan Ahmad. Dan Khaled adalah laki-laki yang membukakan pintu tadi untukku. Mereka semua sedang menempuh studi di kampus yang sama, yaitu Humboldt University of Berlin dengan bidang studi yang berbeda.

Walaupun mereka datang dari negara yang berbeda, tetapi mereka kelihatan cukup akrab sekali. Padahal mereka juga baru kenal di kampus. Karena mereka sedang membicarakan masalah perkuliahan mereka, aku jadi lebih banyak diam mendengarnya. Apalagi karena keterbatasan bahasaku yang juga menyebabkan aku jadi sedikit kikuk untuk ikut nimbrung dalam pembicaraan mereka.

Aku terus menatap ke arah Ryan. Tidak bosan-bosannya aku melihatnya. Aku terus memperhatikan dia berbicara dengan teman-temannya walaupun aku tidak mengerti dengan apa yang mereka katakan. Ryan begitu fasih dalam bahasa Inggris dan sesekali aku dengar mereka juga berbicara dalam bahasa Jerman. Kali ini, aku benar-benar kagum kepadanya. Aku bisa melihat Ryan dari sisi lain. Ternyata, dia mempunyai kemampuan interpersonal skill  lintas bangsa yang luar biasa.

Setelah cukup lama mereka berbincang-bincang, akhinya Ryan menoleh ke arahku. Nampak olehnya aku menguap berkali-kali karena sudah mengantuk.

"Lisa, apa kamu merasa capek? Ayo, aku bantu membawakan barangmu ke kamarku," ujarnya sambil berdiri dan membawakan semua travel bag-ku.

Di Rumah Aja, Pa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang