CHAPTER 4 (Singapore)

2.7K 248 6
                                    


"Ma, tolong siapkan passport Papa ya! Besok Papa mau ke Singapore, ada kerjaan," kata suamiku sambil dia memasang kancing kemejanya di dalam kamar.

Jantungku langsung berdetak kencang. Aku yang sedang mengambilkan dasi Papa dari dalam lemari, jadi terdiam. Aku remas dasi itu kuat-kuat dengan kedua tanganku. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh dengan gelagat Papa ini.

"Ke Singapore? Papa ada tugas lagi disana?" tanyaku berjalan mendekati Papa sambil membawakan dasinya dan dengan wajah sedikit menyelidiki.

"Ya iyalaah, Ma. Masak Papa ke Singapore mau shopping. Tolong Mama siapin aja passport Papa yang ada di dalam laci kedua di lemari. Papa sudah telat neh. Papa berangkat kerja dulu yah," jawabnya sambil mengambil dasi yang aku pegang tadi kemudian berlalu pergi.

Lalu, aku berjalan mengikutinya dari belakang dan seketika itu aku lihat dia sudah masuk ke dalam mobil dan mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Pa, ada yang Papa lupa. Dasinya belum Mama pakein," teriakku sambil mengejarnya ke arah garasi di samping rumah.

"Nggak usah, Ma. Biar Papa saja yang pasang sendiri di dalam mobil," teriaknya sambil membuka sedikit jendela mobilnya.

Tidak lama setelah itu, mobil Papa sudah menghilang dari hadapanku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang melihat tindak-tanduk Papa.

"Ada satu hal lagi yang Papa lupa. Papa lupa mencium kening Mama," ucapku pelan sambil menunduk lemas.

Hatiku sedih sekali. Teringat dulu sewaktu kami baru menikah. Setiap pagi, Papa selalu ada waktu buatku. Selesai mandi, Papa selalu duduk menunggu sarapan sambil mengobrol dan bercanda denganku. Aroma tubuh yang bercampur dengan wangi parfumnya selalu membuatku tergoda. Seolah-olah aku selalu didekapnya. Dia tahu cara membuatku betah dengannya. Dan aku benar-benar seperti seorang putri raja kala didekatnya. Dia tahu cara memanjakan dan memperlakukanku.

Tapi sekarang, semuanya tinggal kenangan. Papa jarang ada di rumah buatku. Aku rindu saat-saat itu, Pa. Saat-saat Papa menggenggam tanganku. Saat-saat kita tertawa bersama. Aku seolah-olah kehilangan sosok suamiku yang dulu. Sosok suami yang hangat yang selalu menjagaku. Sosok suami yang selalu ada waktu buatku. Entah kenapa air mata ini mengalir lagi. Mengingat kenangan indah di masa laluku.

Dan tiba-tiba dari arah belakang ada yang mengangetkanku.

"Ma, kok bengong gitu seh? Dari tadi Gadis cariin, ternyata lagi disini. Sarapannya sudah selesai belum, Mah? Gadis laper neh," ujar putri bungsuku ini sambil merengek.

"Iya nak, sebentar yah Mama siapin dulu," ujarku sambil menghapus air mataku dan bergegas masuk ke dalam rumah untuk menutupi wajahku yang sudah sembab karena menangis.

"Apa Mama habis menangis?" teriak Gadis sambil berjalan dan menyusulku ke dapur.

Pada saat itu, aku pura-pura tidak mendengar apa yang ditanyakan Gadis karena aku belum siap untuk memberikan jawabannya.

ESOK PAGINYA..


"Ma,.kok dari tadi Gadis tidak melihat Papa yah?" tanya Gadis sambil melahap sarapannya.

"Papamu sudah berangkat dari subuh, nak," jawabku sambil menuangkan segelas susu hangat buatnya.

"Tumben, Papa cepet sekali berangkatnya, Ma?" tanya Dimas yang baru datang dari arah kamar dan berjalan menuju meja makan.

"Papamu ada tugas ke Singapore. Jadi, pagi-pagi harus berangkat ke bandara. Ayo, Dim, duduk disini! Mama ambilkan sarapanmu," ujarku lagi sambil mengambilkan sarapan buat Dimas.

Di Rumah Aja, Pa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang