14

977 105 4
                                    

14. Pangeran Sekolah dan Beruang Kutub

~ Owen Pov ~

Bima : gpp
Bima : km bnr kok
Bima  : km g salah

Apa maksudnya?

Me : hmm?

Hpku kembali berbunyi. Balasan dari Bima cepat sekali.

Bima : kita g pnya hub apa-apa
Bima : kita memang cm sebatas tau satu sama lain
Bima : km jg bnr soal
Bima : aku yg menyukaimu

!!

Ah...

Aku menatap layar hpku. Sesuatu yang sudah bisa aku tebak.

Jadi dia benar-benar menyukaiku?

Aku masih menatap layar hpku. Beberapa kali menghela nafas. Aku bingung mau membalas apa. Biasanya aku di tembak cewek dan nggak ragu untuk menolaknya. Tapi baru kali ini ada cowok yang nembak aku. Aku bisa saja menolaknya. Tapi mengingat wajah Bima tadi siang membuatku tidak enak hati.

Apa kau biarin dulu? Kalau dia minta jawabannya, baru aku kasih?

Hmm...

Kalau aku tolak sekarang, aku jahat nggak sih?

Aku bingung.

Aku kembali menghela nafas.

Dia orangnya lucu, bodoh juga. Nakal sih, tapi menurutku dia orang yang baik. Cara dia pedekate bikin ketawa. Aneh-aneh saja tingkahnya. Aku nggak tau kapan dia mulai suka sama aku, aku juga nggak tau apa yang dia lihat dariku.

Aku kembali menghela nafas.

Beda dengan Frans yang memang gay, tapi aku yakin beruang kutub itu straight. Jadi...apa yang membuatnya menyukaiku?

Saat aku bingung sendiri dengan perasaan si beruang kutub, pintu kamarku di ketuk. Lalu munculnya kepala mama dari balik pintu. Aku nggak mau jadi anak durhaka lagi dengan memanggil kedua orang tuaku kakek dan nenek hahaha...

"Nggak makan?" tanya mama.

Aahh...sudah banyak kerutan diwajahnya. Umurnya juga sudah tidak muda lagi. Aku pernah berfikir, kapan aku bisa menyenangkan kedua orang tuaku? Mereka menua dengan sangat cepat dan aku belum bisa apa-apa.

"Oke, aku makan sekarang," sahutku.

Aku meletakkan hpku di dalam laci meja dan keluar mengikuti mamaku.

~ Bima Pov ~

"Kamu ngapain? Sejak tadi ngeliatin hp mulu. Udah kayak orang autis tau nggak?!" Sakti meletakkan beberapa botol miras oplosan di atas meja.

"Besok kita sekolah," kataku tanpa maksud apa-apa.

Mataku masih terfokus pada layar hp.

"Terus kenapa? Minum secukupnya lalu istirahat. Besok badan masih segar bugar."

"Mata lo picek!!" suara Ronald menggema di ruangan, "darimananya orang baru mabuk masih bisa segar bugar? Yang ada aku tu pusing tau nggak?!"

"Ya itu salahmu sendiri. Minum sampai teler," olok Sakti yang mulai menuang minumannya di gelas, "minum tuh harus elegan. Bayangin aja kalau sedang minum wiski. Dikit demi sedikit."

"Anjay..." kali ini aku terusik dengan kata-kata konyol Sakti, "wiski dari Hongkong?!"

Kakiku menendang-nendang kursi yang diduduki Sakti.

"Nggak, wiski bukan dari Hongkong kok," kata Sakti.

Aku masih menendang-nendang kursinya.

"Kalau kamu sampai mampus, aku buang mayatmu di pinggir jalan," kataku kesal, "jangan suka bikin oplosan!"

"Nih anak, kalau mau mampus sukanya ajak-ajak," Ronald menempeleng kepala Sakti sampai minuman yang di pegang Sakti tumpah-tumpah.

"Heh!!!" Sakti langsung protes, "yang cuma bisa minum nggak usah protes!"

"Anjing...liat nih kunyuk satu ini," Ronald mulai terlihat emosi, "minta di hajar."

BRAAAKKK!!!

Aku menggebrak meja dengan sekuat tenaga. Untung mejanya aman.

"Udahlah! Kalian berdua ini ngapain sih?" aku jadi ikut emosi gara-gara mereka berdua, "biarin aja Sakti modar. Mayatnya tinggal di buang."

Mereka berdua terdiam. Tidak berani membuka mulut. Sakti beranjak dari duduknya lalu menuang minumannya di wastafel.

Aku masih pusing mikirin pesan wa ku yang belum dibalas sama Owen, sekarang malah mendengar dua curut ini adu mulut.

Aku pasti di tolak nih.

Ah sial...

Memang benar kalau nggak ada harapan.

Aku beranjak dari dudukku, saat mau ke toilet aku berpapasan dengan Brian yang keluar dari kamar. Benar juga, akhir-akhir ini dia jarang nongki dengan kami. Dia juga lebih pendiam dari biasanya.

"Mau kemana?" tanyaku.

"Hmm? Mau keluar," sahut Brian sambil memakai sepatunya, "dijemput."

Dijemput? Tumben. Siapa??

"Sama...siapa?" tanyaku.

Tapi Brian tidak menjawabnya.

"Pacar?" tanyaku lagi tapi Brian masih membisu.

Dia sudah move on?

Aku melihat Brian berjalan meninggalkanku. Aku menghela nafas panjang. Ya bagus deh kalau dia sudah move on.

Saat Brian menutup pintu depan, aku langsung berlari. Aku sampai melompati sofa. Sakti dan Ronald juga ikut berlari. Kami bertiga mengintip dari jendela. Dan tidak lama kemudian, ada mobil merah berhenti di halaman depan kost.

"Njir...siapa tu?" Sakti kepo.

"Pacar baru atau...lagi pdkt?" kali ini Ronald yang kepo.

Brian masuk ke dalam mobil merah itu.

"Yah...nggak turun yang punya mobil," kataku kecewa.

Sudah ikut kepo padahal aku.

Akhirnya mobil itu melaju pergi.

Yah...penonton kecewa. Sial...

"Kayaknya pacar dia yang sekarang kaya ya?!" kata Sakti yang menjauh dari jendela.

"Kayaknya gitu sih," sahut Ronald.

Aku dan Ronald juga menjauh dari jendela.

"Tapi...baru kali ini Brian di jemput. Biasanya dia yang jemput kan?! Suka beneran tuh sama Brian," kata Sakti.

Saat mereka berdua bergossip tentang Brian, aku mendengar suara dia luar sana, saat aku mengintip dari jendela, aku melihat air turun dari langit.

"Hujan..." desisku.

Sudah

Tiba-tiba hpku bergetar.

Saat melihat nama yang mengirimiku pesan, aku bisa merasakan detak jantungku yang semakin cepat. Tanganku sampai terasa dingin seketika.

Huuff....

Aku menghela nafas untuk menenangkan diri.

Owen : sbb
Owen : bsk stelah skolah bsa ketemu sbntr?
Owen : aku mau ngomong

!!

Hujan di luar sana semakin terdengar kencang. Tapi detak jantungku tidak kalah kencang. Bahkan bisa terdengar lebih keras dari suara petir yang sedang menyambar.

Me : iya
Me : bisa

Pangeran Sekolah dan Beruang Kutub (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang