Lemonade 1

3.7K 196 27
                                    

"Akhirnya bentar lagi tutup." Ucap Vivi sambil meregangkan otot di tubuhnya.

Sudah lebih dari 6 tahun ia pindah ke kota ini, lepas dari pekerjaannya yang dulu dan mulai merintis kafe ini dari awal. Kafe ini terbilang kecil, bahkan sangat kecil, mungkin hanya beberapa orang saja yang tau kafe ini.

Memang sengaja Vivi membeli tempat yang sedikit jauh dari keramaian, alasannya hanya satu, ia tidak ingin ditemukan oleh saudaranya yang memaksanya untuk pulang ke rumah dan kembali ke pekerjaannya yang lama.

"Lemonade satu." Ucap seorang perempuan yang baru saja datang dan berdiri di depan Vivi.

Vivi menoleh, ia tersenyum tipis, ia tahu siapa yang datang malam ini. "Minum sini atau bungkus?"

"Kalo dibungkus jadi es jeruk dong."

Vivi tertawa kecil, "Lagian biasanya minta es teh, tumben-tumbenan sekarang lemonade."

Perempuan itu duduk di kursi bar yang tersedia sambil melihat bagaimana Vivi membuat lemonade untuk dirinya. Sudah bertahun-tahun Vivi mengenal alat-alat yang ada di kafenya, jadi ia tidak perlu waktu lama untuk membuatkan lemonade khusus untuk perempuan di depannya ini.

"Lemonade, tanpa plastik." Ucap Vivi sambil meletakkan lemonade di atas meja di depan perempuan itu.

Perempuan itu menganggukkan kepalanya, ia hanya mengaduk-aduk minumannya tanpa berniat untuk meminumnya. Vivi menangkap sinyal buruk dari perempuan di depannya ini.

"Gue tahu kalo tempat ini kecil dan gak terkenal, tapi lo gak perlu ragu sama rasanya." Ucap Vivi.

"Emang rasanya gimana?"

"Gak kalah sama pedagang kaki lima." Jawab Vivi asal.

Perempuan itu hanya tertawa menanggapi ucapan Vivi. Sekarang Vivi benar-benar tahu kalau perempuan di depannya ini sedang mengalami suatu masalah yang cukup berat.

"Ayolah, seorang Adisty Zara, artis yang sedang naik daun harusnya seneng, kok sekarang sedih?" Tanya Vivi.

Perempuan yang dipanggil dengan nama Adisty Zara itu hanya tersenyum tipis, ia menghela napas panjang, kepalanya terangkat dan menatap ke arah Vivi. "Cuma masalah pekerjaan."

"It's ok, kalo lo gak mau cerita. Gue mau beres-beres dulu." Vivi mengambil lap dari atas meja lalu berjalan meninggalkan Zara sendirian.

Zara merupakan pelanggan yang hampir setiap minggu datang ke kafenya dengan membawa beragam cerita, tapi kali ini Zara terdiam seribu bahasa, jadi Vivi membiarkan Zara sendirian terlebih dahulu. Pasti nanti Zara akan cerita sendiri kepada dirinya.

Saat ia sedang mengelap salah satu meja, ia mendengar suara-suara berisik dari depan pintu kafenya. Keningnya berkerut, tidak biasanya sekelompok orang berkumpul di depan kafenya. Vivi menyimpan kain lap di atas meja lalu berjalan ke depan pintu kafenya.

Vivi membulatkan matanya saat melihat Zara berbaring di bawah dengan pisau yang menancap di perut. Darah berlumuran di sekitar perut Zara, Vivi menghela napas panjang, entah siapa yang melakukan hal ini kepada Zara.

Vivi menoleh saat mendengar bisik-bisik dari beberapa orang. Ia berjalan mendekati seseorang lagi yang berbaring tidak jauh dari tempat Zara meninggal. Ia melihat seorang perempuan tergeletak dengan kepala yang mengeluarkan darah, ia juga melihat ada pot keramik berserakan di sana. Kepalanya mendongak ke atas, ia melihat beberapa pot di atas sana.

"Klise." Gumam Vivi.

Setelah membunuh Zara, pasti pelaku itu mati karena kepala dihantam pot keramik dengan jarak lebih dari lima meter. Vivi mengangkat kedua bahunya ke atas, ia tidak ingin ikut campur sesuatu yang bukan urusannya. Hubungannya dengan Zara hanya sebatas pembeli dan penjual saja, jadi ia tidak peduli dengan kejadian itu.

DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang