Teh 6

737 116 17
                                    

Vivi berjalan memasuki sebuah gedung yang sebentar lagi akan digrebek oleh FBI. Ia harus mengambil boneka rusianya terlebih dahulu sebelum FBI itu. Ia mengenakan pakaian yang tidak terlalu formal, malah terlihat seperti pakaian biasa, hanya celana jins biru dan kemeja warna cokelat susu.

Tadinya Vivi hendak mengajak Ara, tapi sayangnya Ara tidak mau dan malah memilih untuk menjaga cafe saja. Akhirnya mau tidak mau Vivi harus berangkat sendiri, ia juga tidak ingin melibatkan Chika.

Vivi memicingkan matanya, ia seperti melihat saudaranya di dalam gedung itu. Vivi tersenyum lebar, ia berjalan mendekati Aiko yang berdiri seolah sedang menunggu sesuatu.

"Apa maksud kalimat 'urus sendiri'?" Sindir Vivi.

Aiko merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan, "Gue gak bisa biarin barang itu jatuh ke tangan manusia."

Vivi tersenyum, ia membenarkan kerah kemeja Aiko, "Gue jadi kangen masa kecil kita."

"Kalo gitu ayo balik."

Vivi tertawa kecil, ia menggelengkan kepalanya pelan, "Lo gak pernah capek bujuk gue buat balik."

"Waktu lo pergi, gue yang jaga penjara itu, pekerjaan yang paling gue benci seumur hidup." Ucap Aiko.

Vivi menarik tangan Aiko agar berjalan menuju tempat yang nanti digunakan untuk pelelangan, "Tapi lo keliatannya menikmati banget."

Aiko menghela napas panjang, "Waktu gue pergi buat nyari lo, gak ada lagi yang jaga, jadi wajar kalo ibu kabur."

Vivi menghentikan langkahnya, ia jadi teringat kalau ibunya masih berkeliaran di dunia ini. “Udah berapa lama ibu kabur?”

“Entahlah, seminggu dua minggu?”

“Karena kita saudara jadi kita urus satu-satu, yang pertama gue ambil barang gue itu, trus kita cari ibu, gimana?” tanya Vivi.

Aiko menganggukkan kepalanya, “Oke.”

Vivi merogoh kantong sakunya saat dihadang seseorang petugas di depan pintu masuk ruang pelelangan, ia memberikan dua buah tiket yang ia dapatkan dari Ara, memang Ara paling bisa diandalkan disaat-saat mendesak seperti ini.

Petugas itu menerima tiket dari Vivi dan membiarkan mereka masuk ke dalam, Vivi tersenyum miring, ia tidak tahu bagaimana Ara bisa mendapatkan tiket itu, yang penting sekarang ia bisa masuk ke dalam ruangan ini.

“Pasti dari Ara.” Gumam Aiko.

Vivi tersenyum lebar, ia menepuk pundak Aiko, “Tepat sekali.”

Vivi mengambil dua gelas minuman lalu memberikannya satu kepada Aiko, mereka berhenti di sebuah meja kosong. Ruangan ini mulai dipenuhi beberapa orang, sepertinya sebentar lagi acara pelelangan akan dimulai.

“Lo masih gak abadi, kan?” tanya Aiko tiba-tiba.

Vivi menoleh, ia mengangguk kecil, “Kenapa emang?”

“Gapapa.”

Vivi mengerutkan keningnya, ia benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Aiko. Bukan hanya dirinya saja yang sudah tidak abadi, tapi Aiko juga sudah tidak abadi, ia berhasil menggoreskan pisau di lengan Aiko dulu. Mungkin mereka berdua terlalu lama di tempat ini jadi mereka lambat laun seperti manusia biasa.

“Lo berniat buat nyuntik cairan ke tubuh lo?” tanya Vivi.

“Mungkin.”

Vivi meletakkan gelas minuman di atas meja, ia menatap ke arah Aiko, “Kenapa? Apa lo gak pengen bisa bebas dari kekangan ayah? Bukannya sejak dulu itu impian kita? buat bebas?”

DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang