Jujur aku tak kuasa
Saat terakhir ku genggam tanganmu
Namun yang pasti terjadi
Kita mungkin tak bersama lagi“Pagi, detektif.” Sapa Vivi yang berdiri di depan meja kerja Chika.
Chika mendongakkan kepalanya, ia tersenyum ke arah Vivi, “Pagi juga.”
Vivi berjalan ke samping Chika, ia menarik kursi lalu duduk di samping Chika, “Hari yang indah, bukan?”
Chika menganggukkan kepalanya pelan, ia tidak menyangka jika hari ini adalah hari yang indah karena semalam juga merupakan hari yang indah sekaligus ada penutup yang sangat indah dan tidak akan pernah bisa terlupakan.
“Liat siapa yang kembali.” Sindir Dey yang berdiri di depan meja Chika dan menatap ke arah Vivi.
Vivi tertawa kecil, ia menggaruk pipinya yang tidak gatal, “I’m back.”
Dey memukul pelan pundak Vivi, “Good to see you.”
“Thank you.” ucap Vivi.
Chika tersenyum tipis saat melihat kehangatan antara Dey dan Vivi, setiap kali Vivi datang ke kantor polisi, pasti ada saja kehangatan yang tercipta antara Vivi dengan yang lain. Chika merasa kalau Vivi bisa memberikan energi positif kepada yang lainnya dan itu merupakan satu hal yang bagus.
Beberapa orang mulai berdatangan menghampiri Vivi dan mengobrol tentang Vivi yang melakukan siaran langsung dan juga menyelesaikan satu teka-teki dari si pelaku. Chika menopang dagunya menggunakan tangan kiri di atas mejanya, ia mengamati wajah Vivi saat bercerita bagaimana memecahkan misteri dari si pelaku.
Beberapa kali Chika tertawa kecil dan mengulum senyum saat ia melihat ekspresi wajah Vivi yang ia pikir lucu. Sesaat ia sadar kalau Vivi adalah pemimpin Amartia, benaknya berkata kalau memang Vivi adalah pemimpin Amartia, itu gak akan mengubah kenyataan kalau Vivi adalah orang yang baik dan hangat kepada orang lain.
“Kalian berdua kemarin kemana?” tanya Ariel yang tiba-tiba sudah berdiri di depan meja Chika.
Chika menegakkan tubuhnya, ia menatap ke arah Ariel, “Gak kemana-mana kok.”
“Chik, tenang. Gue gak marah.” Ucap Ariel.
“Cuma ngobrol kecil.” ucap Chika.
Ariel mengangguk-anggukkan kepalanya, ia menatap ke arah Vivi yang sedang memperagakan bagaimana mencari bom kemarin. “She is a good person. I like her.”
Chika tersenyum tipis, saat ini Ariel tidak tahu yang sebenarnya dan mengatakan kalau Vivi adalah orang yang baik, entah apa jadinya kalau Ariel mengetahui siapa Vivi yang sebenarnya. Terlepas dari itu semua, Chika tetap menganggap Vivi sebagai orang yang baik dan lucu.
“Kalian udah pernah ciuman?” tanya Ariel langsung kepada Chika.
Chika membulatkan matanya, ia hampir terjatuh dari atas kursi hanya karena mendapat pertanyaan dari Ariel barusan. “K-kok nanya itu?”
Ariel tertawa kecil, ia melipat tangannya ke depan dada, “Gak ada salahnya, kan?”
Chika menatap ke arah Vivi sekilas lalu menggelengkan kepalanya pelan, “Belum.”
“Lah, gue pikir semalem kalian-“
“-kita cuma ngobrol.” Potong Chika cepat.
“Gapapa kali Chik.” Ucap Ariel, ia menatap ke arah Chika, “Lo udah gede, gue cuma mau mastiin kalo dia orang baik dan setelah tahu dia orang baik, gue serahin sama elo. Tapi kalo dia nyakitin elo, gue gak akan segan-segan bunuh dia.”
Chika tertawa kecil, ia bukan menertawai ucapan Ariel barusan, tapi ia merasa geli saja, mengingat Vivi tidak bisa dibunuh dengan apapun karena Vivi abadi. Mungkin sebelum Ariel bisa membunuh Vivi, pasti Ariel sendiri yang sudah menyerah karena tidak bisa membunuh Vivi.