Vivi tiduran di atas sofa sambil memainkan rubik yang baru saja ia beli satu jam yang lalu. Ia tidak tahu trik untuk menyelesaikan rubik ini dalam waktu yang singkat, sedari tadi ia hanya bisa menggabungkan satu sisi saja.
"Lo gak ke kantor polisi?" Tanya Ara.
"Chika gak nelfon." Jawab Vivi.
Ara duduk di bawah sofa, ia tengah membuka laptopnya untuk mencari-cari informasi tentang seseorang dan juga membaca tentang penjaga arah angin di Jepang. Cafe sudah bisa ditinggal, jadi Ara sekarang bisa santai-santai tanpa memikirkan cafe milik Vivi.
Ara tertawa kecil, "Biasanya gak ditelfon, lo juga dateng sendiri."
"Sekarang beda." Gumam Vivi, ia masih berbelit menyelesaikan sisi rubik yang berwarna kuning.
"Lo masih takut sama Chika."
"Ngasih jarak." Vivi meralat ucapannya Ara.
Vivi mengerutkan keningnya saat ia tidak bisa menyatukan sisi warna kuning itu padahal sudah 5 menit berlalu. Vivi menoleh ke samping, ia melihat Ara yang sibuk bermain laptop.
"Nope, lo takut buat deketin Chika." Ucap Ara.
"Lo juga minggir waktu tahu Fiony udah tunangan."
Ara tertawa kecil, ia menutup laptopnya dan ia letakkan di atas meja. "Beda, kalo Fiony udah pasti sama tunangannya. Kalo lo kan gak ada ikatan apa-apa."
Vivi berdecak sebal, ia memutar tubuhnya menjadi kepalanya menggantung ke bawah dan kakinya berada di atas sandaran sofa. Menurut Vivi itu sama saja karena mereka berdua sama-sama tidak berani mendekat lebih jauh.
"Udah tunangan belum tentu fix juga." Gumam Vivi.
"Tapi kayaknya udah fix." Ucap Ara sambil memperlihatkan sebuah undangan tepat di depan mata Vivi.
Vivi melemparkan rubiknya ke samping, ia mengambil undangan itu dan langsung melihat nama calon pengantin yang tertera di undangan itu. Vivi menatap ke arah Ara sebentar lalu kembali melihat undangan itu secara bergantian. Sepertinya baru kemarin ia tahu kalau Fiony sudah bertunangan dan sekarang ia mendapat undangan pernikahan Fiony.
"Ini serius?" Tanya Vivi.
Ara menyandarkan kepalanya di atas sofa, ia tersenyum pahit. "Yap dan kita berdua diundang."
"Gue masih gak percaya." Gumam Vivi.
"Terkadang harapan kita gak bisa jadi kenyataan." Ucap Ara.
Vivi mengubah posisinya menjadi duduk di samping Ara, ia melemparkan undangan itu ke atas meja. "Bener-bener gila."
"Sssttt." Ucap Ara, ia mendongakkan kepalanya saat tiba-tiba acara tivi yang tadi ia lihat sudah berubah.
"Maaf sudah membuat kalian semua menunggu." Kali ini Monsuta kembali muncul dengan teka-teki baru.
Vivi tersenyum miring, ia melipat tangannya ke depan dada. "Yuk, setelah ibu gue lo ambil, Aiko tiba-tiba hilang dan sehari gak ada teka-teki, akhirnya lo muncul juga."
Sampai sekarang Vivi dan Ara sama sekali tidak tahu di mana keberadaan ibunya Vivi, ditambah Aiko yang menghilang begitu saja tanpa meninggalkan pesan apapun. Sebenarnya Vivi sangat menunggu kesempatan saat pelaku itu menampakkan diri seperti ini.
"Saya Monsuta. Sekarang saatnya pecahkan teka-teki. Dimanakah harimau berlatih melompat? Kalau tidak bisa memecahkan teka-teki ini, akan ada petasan dengan semut diatasnya. Batas waktunya besok jam 6 pagi. Nah, penonton semua, jangan sampai pahlawan kita tumbang, ya."