“Udah dua hari, tapi gue belum tahu siapa yang nyolong barang itu.” Gumam Vivi sambil mengelap permukaan meja menggunakan lap bersih.
“Lo udah nyari di dalem kontainer lo?” tanya Ara yang sedang menyapu.
Vivi menganggukkan kepalanya, “Iya, cuma mesin motor doang.”
“Lo salah liat kali, kan itu posisinya masih kekunci, kan?”
“Lo kayak gak tahu otak penjahat aja.” Ucap Vivi sambil terus mengelap permukaan meja, ia juga mengelap kayu nomer meja yang bertuliskan nomer 5.
Sebenarnya yang Vivi cari itu bukanlah boneka rusia yang ia sembunyikan di dalam mesin motor itu, tapi sebuah botol kecil ukuran satu jari kelingking tangan manusia yang ada di dalam boneka rusia itu. Jadi kalau boneka rusia itu hilang, maka botol kecil itu juga ikut hilang, dan ia tidak bisa menjadi pemimpin Amartia tanpa cairan di dalam botol itu.
“Lo harus cari orangnya.” Ucap Ara.
Vivi menghela napas panjang, ia menegakkan tangannya, “Gue tahu, tapi gue sama sekali gak punya cluenya.”
“Lo pemimpin Amartia, lo pasti tahu siapa orangnya.”
Vivi menoleh lalu ia tersenyum lebar, ia berjalan mendekati Ara untuk memberikan kain lap. “Lo bener, Ra. Gue tahu siapa orangnya.”
“Siapa?”
“Si detektif Chika.”
“Hah? Emang si Chika yang ngambil barang itu?”
Vivi menggelengkan kepalanya, ia melepas apron dan memberikan kepada Ara, “Tapi Chika yang bakal bantu gue nemuin barang itu.”
Setelah merasa percakapannya dengan Ara selesai, ia berjalan keluar dari cafenya menuju motornya yang terparkir di depan, ia mengenakan helm ke kepalanya lalu menaiki motornya menuju rumahnya Chika. Ini masih pagi, jadi mungkin Chika masih ada di rumah.
Vivi berdiri di depan pintu rumah Chika, ia mengetuk pintu tiga kali dan sekarang menunggu Chika membukakan pintu untuk dirinya.
“Kak Vivi.” Ketlin langsung memeluk Vivi.
Vivi menghela napas panjang, ia lupa kalau Chika memiliki ranjau yang bisa berjalan, dan sekarang ia harus terlepas dari ranjau itu secepat mungkin. “Chika mana?”
“Kak Chika di dapur.”
Vivi melepaskan Ketlin dari tubuhnya lalu ia berjalan cepat menghampiri Chika di dapur sebelum mendapat serangan lagi dari Ketlin. Vivi tersenyum tipis saat mencium aroma harum dari dapur, ia yakin kalau Chika sedang membuat sesuatu yang sangat enak.
“Omelet.” Ucap Vivi.
Chika menoleh sebentar ke arah Vivi lalu kembali fokus pada omeletnya, “Aku pikir kak Ariel yang dateng.”
Vivi berdiri di samping Chika, “Aku mau juga dong.”
“Gak, ini buat Ketlin.”
“Tapi aku belum sarapan juga.” Rengek Vivi.
Chika menatap malas ke arah Vivi, rasanya ia seperti memiliki dua anak kecil di dalam rumahnya. “Jangan kayak anak kecil deh.”
“Aku gak sarapan, kak.” Ucap Ketlin tiba-tiba.
Chika menoleh ke belakang, ia mengerutkan keningnya, “Kenapa? Kamu harus sarapan lho.”
Ketlin menganggukkan kepalanya pelan, “Aku mau sarapan sama kak Ariel.”
“Sekarang?”
Ketlin tersenyum lebar saat mendengar bunyi bel rumah, ia langsung berlari untuk membuka pintu dan menyambut Ariel. Chika melihat Ariel yang berjalan ke arahnya bersama dengan Ariel, ia tidak tahu kalau Ariel mengajak Ketlin sarapan bersama.