Espresso 2

847 133 15
                                    

"Kak Ariel, inget gak sama ini?" tanya Chika sambil mengarahkan sebuah foto seorang perempuan kepada Ariel.

Ariel mengerutkan keningnya, ia sejenak berpikir lalu menganggukkan kepalanya setelah berusaha mengingat siapa perempuan di foto itu, "Shinta Naomi. 28 tahun. Tenggelam di sungai Mookervart."

"Ini kasus yang kita dapet sekitar 6 bulan yang lalu." Chika menggelengkan kepalanya, ia memang merasa ada sedikit janggal dengan kasus kematian Shinta Naomi, tapi Ariel meyakinkan kalau ini adalah kasus bunuh diri saja.

"Apa ini ulah Amartia?" tanya Dey tiba-tiba.

Vivi mendengus sebal, ia menyentuh dadanya sendiri, "Gue disini, jadi gak mungkin itu Amartia."

"Udah hampir 6 tahun gak ada kabar tentang Amartia lagi, jadi kayaknya gak mungkin." Ucap Ariel.

"Gue udah keluar, gak ada yang ngurus Amartia lagi." Tegas Vivi.

Chika menoleh saat mendengar bunyi rintik-rintik hujan, ia berjalan menuju jendela, tangannya menyingkap gorden jendela, padahal ia pikir sore ini akan panas, karena ramalan cuaca mengatakan kalau sore ini cerah. Tapi sekarang malah turun hujan dengan begitu deras.

"Lagi hujan, gak nemu jalan keluar, gue mau bikin kopi." Ucap Dey kemudian berjalan keluar dari ruang rapat.

Vivi menoleh, ia mengikuti Dey dari belakang, yah, walaupun ia sedang tidak ingin minum kopi, tapi ia penasaran bagaimana caranya Dey membuat secangkir kopi panas. Chika menoleh ke belakang, ia melihat Vivi dan Dey yang terlihat begitu akrab walaupun baru bertemu beberapa jam saja.

"Gue gak berharap lo cemburu sama anak itu, Chik." Ucap Ariel yang tahu arah pandangan Chika.

Chika menghela napas panjang, ia menggelengkan kepalanya dan duduk di seberang meja Ariel. "Aku udah lacak keberadaan dia, tapi aku gak nemu selain 6 tahun terakhir. Aku gak tahu dia dari planet mana."

Ariel mengangkat kepalanya, ia meletakkan berkas yang sedang ia baca lalu pandangannya mengarah kepada Chika, "Lo mulai tertarik sama dia?"

"Enggak, bukan itu. Aku detektif, jadi wajar nyeledikin seseorang yang aku anggap terlalu asing." Sangkal Chika.

Ariel memicingkan matanya, dilihat dari gerak-gerik Chika ia sudah tahu kalau memang Chika mulai sedikit perhatian kepada Vivi, apalagi Vivi juga terus ada di samping Chika, mendampingi setiap kasus, walaupun baru menyelesaikan dua kasus saja.

"Gue belum yakin dia orang yang tepat buat elo." Ucap Ariel.

Chika meletakkan kepalanya di atas meja, "Aku juga gak berharap lebih."

Vivi berjalan masuk ke dalam ruang rapat dengan dua gelas yang berisi kopi panas, ia menyodorkan satu kopi ke arah Chika, "Chik, mau kopi?"

Chika menegakkan tubuhnya, ia menatap ke arah Vivi dengan tatapan bingung, "Kamu manggil namaku?"

"Mau gak?" tanya Vivi sambil menggerakkan gelas kopinya ke atas bawah di depan wajah Chika. Tadi ia memang tidak ingin meminum kopi, tapi setelah mencium aroma kopi, ia jadi ingin minum kopi.

Akhirnya Chika menerima kopi itu, sejak awal mereka bertemu sampai pagi tadi saat Vivi nyelongong masuk ke dalam rumahnya, Vivi selalu memanggilnya dengan panggilan detektif, tapi kali ini Vivi menyebut namanya secara langsung.

"Ah sorry, gelasnya habis, jadi gue gak bikin buat elo." Ucap Vivi saat melihat ekspresi wajah Ariel.

Ariel berdecak sebal, ia kembali meraih berkas yang tadi ia letakkan, "Gue juga gak minta."

"Detektif, kita menemukan mayat." Ucap seorang polisi.

"Oke." Chika meletakkan gelas kopinya di atas meja lalu berjalan keluar, hal yang sama dilakukan oleh Ariel yang langsung meletakkan berkas dan menyusul Chika yang sudah berjalan terlebih dahulu.

DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang