Air Putih 2

587 109 3
                                    

Vivi duduk di atas meja di dalam ruangan rapat, di sampingnya ada Dey yang berdiri di sebelahnya sambil melipat tangan ke depan dada. Mereka sedang melihat siaran khusus dari ruang rapat lain yang membahas tentang ledakan bom hari ini. Sayangnya hanya beberapa detektif dan pimpinan tinggi saja yang diundang untuk datang, termasuk Chika, Gita, dan Ariel.

Vivi menghela napas panjang, sudah dua puluh menit ia duduk di sana tapi ia belum melihat kehadiran Chika di rapat itu. Setelah ledakan bom susulan itu, Chika langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan lebih lanjut, Vivi senantiasa mendampingi Chika sampai akhirnya ia ditarik keluar oleh Ariel secara paksa.

Seperti biasa, Ariel memperlihatkan sikap posesif kepada Chika dengan menyalahkan Vivi atas ledakan itu. Tidak ada yang bisa Vivi lakukan selain menerima kemarahan Ariel saat itu, ia juga tidak tahu siapa yang sengaja meledakkan bom itu di dekat Chika. Padahal ia juga korban, tapi ia malah dimarah-marahi Ariel dengan alasan tidak menjaga Chika.

“Ledakan bom di ragunan.” Gumam Vivi.

Dey mengangguk-anggukkan kepalanya, “Padahal udah ada peringatan, tapi gak ada yang ngeh.”

Vivi menoleh ke arah Dey, ia memiringkan kepalanya, “Peringatan?”

Dey mengambil ponselnya, ia memutar video yang kemarin sempat ia tonton dan ia perlihatkan kepada Vivi. Video itu disiarkan secara luas dan live streaming, jadi semua orang bisa menontonnya, tapi ya, sama seperti polisi-polisi kebanyakan, semua orang menghiraukan video itu.

Beberapa menit terakhir yang menjadi trending di media sosial dan berita di semua stasiun tv adalah ledakan bom di ragunan. Ada sedikit cuplikan saat bom kedua berlangsung dan disaat itulah sempat terekam Vivi dan Chika beberapa detik saja, karena langsung dihalangi oleh seorang polisi lain.

“Monsuta?” gumam Vivi, keningnya berkerut, “Phoenix?”

“Gue bahkan gak tahu itu apa.” ucap Dey sambil menyimpan kembali ponselnya.

“Ya, elo, kan, forensik.” Ucap Vivi.

Dey tertawa kecil, ia kembali menatap tivi di depannya itu untuk mendengarkan apa yang didapat dalam investigasi sore ini. Vivi masih memikirkan apa hubungannya antara Monsuta dan Phoenix, tapi otaknya tidak bisa memproses hal itu, ia tidak terlalu pintar kalau mengenai teka-teki seperti ini. Kalau Chika pasti sekarang sudah menemukan jawabannya.

Ngomong-ngomong tentang Chika, tangan kiri Chika mengalami retak tulang dan harus dibebat dalam jangka waktu yang lumayan lama. Benturan keras dengan tembok bukanlah suatu hal yang bagus. Tapi hal itu tidak mengurangi semangat Chika untuk datang ke rapat sore ini, hanya saja sampai sekarang Chika belum muncul di rapat itu.

“Ini gila.” Ucap Dey tiba-tiba.

“Gila kenapa?”

“Masa’ mereka belum tahu kenapa bisa terjadi ledakan bom itu. Padahal udah jelas banget di beberapa detik gue dateng ke ragunan. Emang gak bisa diandelin.” Keluh Dey sambil menunjuk ke layar tivi.

“Ya, mereka emang gak bisa diandelin.” Gumam Vivi.

“Menurut lo ini kecelakaan apa direncanain?” tanya Dey sambil matanya fokus ke depan.

Vivi menoleh ke arah Dey sebentar lalu kembali menatap ke depan, “Direncanain, tentu saja.”

Tidak mungkin Vivi akan berpikir ini adalah kecelakaan biasa, walaupun polisi mengatakan kepada para wartawan kalau ini adalah kebocoran gas, tapi Vivi tidak berpikir seperti itu, pasti ada seseorang yang memang sengaja meledakkan tempat itu dan mengundang Chika untuk datang, setelah Chika datang, maka akan ada bom susulan untuk-

DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang