Vivi mengerjap-ngerjapkan matanya saat seseorang menggoyang-goyang tubuhnya dengan kuat. Vivi mengusap kelopak matanya untuk membiasakan matanya dengan cahaya.
"Polisi! Angkat tangan!!"
“Ahhh.” Vivi berteriak saat beberapa polisi berada di kamarnya dan menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Buru-buru Vivi menarik selimutnya dan menutupi tubuhnya, ia sedang tidur siang dan tiba-tiba seseorang menggerebek kamarnya, padahal ia tidak kumpul kebo dengan seseorang.
“Ada apa ini?” tanya Vivi.
Chika menodongkan pistolnya ke wajah Vivi, “Anda ditahan atas dugaan pembunuhan.”
Vivi mengerutkan keningnya, ia berpikir apakah polisi ini sudah tahu kalau dirinya yang memimpin Amartia dan sekarang meminta pertanggung jawaban dirinya.
“Detektif?” tanya Vivi.
“Sama seperti ucapanmu waktu itu, kita bertemu lagi.” Ucap Chika sambil menggelengkan kepalanya, entah siapa pembunuhnya, tapi yang jelas ia harus menahan Vivi terlebih dahulu.
Chika menoleh ke salah satu polisi, “Tangkap dia.”
Polisi itu menganggukkan kepala dan mencoba untuk menahan tangan Vivi. Tapi bukan namanya Vivi kalau menyerah begitu saja, ia menarik tangannya dan menatap ke arah Chika, meminta agar memberi penjelasan terlebih dahulu.
“Kami akan menjelaskan di kantor.” Ucap Chika kemudian berjalan keluar dari kamar Vivi.
“Detektif. Detektif.” Tangan Vivi di borgol di belakang tubuhnya. Mau tidak mau ia ikut ke kantor polisi dengan keadaan seperti ini.
Vivi tinggal di cafenya, ia sengaja membangun cafe yang dimana ia bisa tidur di tempat yang sama, jadi ia tidak perlu bolak-balik antara rumahnya dan juga cafenya. Vivi mengerutkan keningnya, ada seorang perempuan tergeletak di lantai cafenya dengan luka tembak tiga kali di dada. Vivi bersumpah kalau dia tidak melakukan pembunuhan, apalagi di cafenya sendiri.
“Detektif.” Panggil Vivi lagi saat melihat Chika masuk ke dalam mobil.
Seorang polisi mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam mobil polisi lain, Vivi berdecak sebal, ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia juga tidak melihat keberadaan Ara di cafenya itu, jangan-jangan Ara yang melakukan pembunuhan ini, karena Ara terus berkata kalau bosan bekerja sebagai bartender.
“Masuk.” Polisi itu mendorong Vivi masuk ke dalam ruang interograsi, dan meninggalkan Vivi sendirian di tempat itu.
Chika masuk ke dalam ruang transisi dimana ia bisa melihat Vivi di dalam ruang interograsi, tapi Vivi tidak bisa melihat dirinya. Ia menghampiri Ariel yang berdiri dan menyaksikan Vivi disana.
“Kak,” panggil Chika.
“Kok lo bisa kenal dia?” tanya Ariel.
Chika menghela napas panjang, ini sudah seminggu sejak kejadian yang menimpa Zara dan Ariel masih terus bertanya tentang Vivi kepada dirinya.
“Dia bukannya saksi mata waktu itu?” tanya Ariel.
“Iya.”
“Dan sekarang dia pelaku pembunuhan.” Ucap Ariel.
Chika menggelengkan kepalanya, “Aku percaya dia gak ngelakuin itu.”
“Kita lihat nanti.” Ariel keluar dari ruang itu, ia berjalan masuk ke dalam ruang interograsi untuk berbincang dengan Vivi secara langsung.
Vivi tersenyum saat melihat Ariel masuk ke dalam ruang interograsi, tapi Ariel menatapnya dengan tatapan tajam, benar-benar brengsek. Ariel menarik kursi di depan meja dan duduk berhadap-hadapan dengan Vivi. Ariel meletakkan sebuah berkas di atas meja, ia membuka dan mengambil beberapa foto korban pembunuhan.