“Kita sama sekali gak dapet wajahnya.” Ucap Ariel.
“Posisinya ngebelakangin kamera.” Gumam Chika.
Chika mengerutkan keningnya, ia memutar ulang rekaman cctv yang menampilkan Ama dan seorang laki-laki lain. Sama seperti yang dipikirkan Chika, walaupun Vivi ikut dengannya, Vivi tidak akan ikut meneliti sesuatu yang membosankan seperti ini. Sekarang Vivi malah kembali menggoda kepala polisi mereka, entah bagaimana Vivi bisa dekat dengan kepala polisi itu.
“Ada yang aneh gak?” tanya Chika.
Ariel menggelengkan kepalanya, “Enggak.”
Chika menghela napas panjang, ia kembali memutar ulang rekaman cctv itu, “Liat, Ama tahu siapa pembunuhnya, dia juga tahu dimana cctvnya, jadi dia tuker posisi biar orang itu gak ketahuan oleh cctv.”
Ariel menarik lengan Chika agar menghadap ke arahnya, “Apa cafenya sama sekali gak ada cctvnya?”
“Katanya sih enggak, lagian udah di cek dua kali gak ada cctv, kan?”
“Iya juga, sih. Kalo gini bakal susah.”
Chika menegakkan tubuhnya, “Kalau Ama ngelindungin pelaku, itu artinya Ama ada hubungan khusus dengan pelaku itu.”
“Detektif Chika.”
Chika menoleh saat seseorang memanggil namanya, dari suaranya saja ia tahu kalau kepala polisi yang memanggilnya, “Iya bu.”
“Mulai saat ini Viona Fadrin akan menjadi rekan kamu.”
Chika mengerutkan keningnya, lebih tepatnya ia sedikit terkejut dengan ucapan kepala polisi barusan, ia melihat Vivi yang berdiri di samping kepala polisi sambil tersenyum-senyum pernuh arti.
“Ibu serius?” Chika menunjuk ke arah Vivi, seorang yang tidak memiliki latar belakang hukum atau polisi, tiba-tiba bisa menjadi rekan kerjanya.
“Saya melihat bagaimana kamu dan Vivi menyelesaikan kasus sebelumnya, jadi saya pikir kamu dan Vivi bisa menjadi rekan kerja.” terang kepala polisi.
Ariel menatap ke arah Vivi, walaupun ia membenci Vivi, tapi ia harus mengakui kalau mungkin ucapan kepala polisi itu ada benarnya. Mau tidak mau Chika harus menerima keputusan sepihak dari kepala polisinya itu.
“Terimakasih kembali.” Ucap kepala polisi itu kemudian berjalan meninggalkan mereka bertiga dan kembali masuk ke dalam ruangannya.
Vivi tersenyum lebar, “Kita partner, detektif.”
Chika mendengus sebal, ia pikir setelah kasus ini selesai, hubungan antara dirinya dan Vivi akan selesai juga. Ariel kembali mengecek rekaman cctvt itu, ia tidak ingin berdebat dengan Vivi tentang suatu hal yang tidak penting.
“Chik,” panggil Ariel.
Secara serempak Chika dan Vivi mendekat ke arah Ariel, Chika menatap ke arah Vivi sekilas lalu kembali fokus ke Ariel.
“Mungkin emang gak ada cctv, tapi ada pantulan di kaca.” Ucap Ariel sambil menunjuk ke pantulan mobil dan juga plat nomer di kaca cafe.
Vivi tersenyum kecil, “Ada gunanya, kan?”
Chika menatap malas ke arah Vivi, “Itu mobil yang dipake pelaku?”
“Iya, biar gue lacak bentar.” Ariel menganggukkan kepalanya, ia memotong gambar itu dan mulai melacak identitas dan wajah pelaku itu.
Chika menegakkan tubuhnya, “Kamu jampi-jampi kepala polisi, kan?”
Vivi menoleh lalu menggelengkan kepalanya, “Gak.”