Espresso 4

669 117 18
                                    

“Gak ada tanda-tanda tusukan atau pukulan di tubuh korban, sampai sekarang bisa dipastiin korban meninggal karena jatuh dari lantai 4.” Ucap Dey.

“Pasti si Marlo dilempar dari atas sama seseorang, perempuan mungkin.” Ucap Vivi.

Siang ini Dey dan Vivi sedang berkumpul di ruang rapat untuk membahas kasus yang baru saja terjadi dan termasuk dalam kasus pembunuhan berantai yang sedang mereka kerjakan. Mereka tengah menunggu Ariel dan Chika yang sedang menggabungkan hasil interograsi beberapa para saksi yang sementara ini dianggap sebagai tersangka. Vivi tidak diperbolehkan untuk ikut masuk ke ruang interograsi karena nantinya hanya akan mengganggu.

“Bukan,” ucap Ariel yang baru saja masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa lembar kertas, “korban melompat sendiri dari rooftop. Para saksi juga bilang kalo gak ada siapa-siapa selain korban di atas rooftop.”

“Tapi ada seseorang yang turun dari rooftop beberapa menit sebelum si Marlo melompat.” Ucap Chika yang datang dengan membawa laptop

Ariel menganggukkan kepalanya, ia mengambil laptop yang dibawa Chika lalu ia sambungkan dengan LCD di ruangan itu. “Namanya Sherly, guru bahasa, 28 tahun.”

“Yakin? Bukan seorang perempuan lain yang lebih cantik dan seksi?” tanya Vivi.

Chika duduk di samping Vivi, “Bukan.”

“Sherly bilang kalo ia mendapat sms dari seseorang yang tidak dikenal tapi mengaku sebagai Marlo dan meminta untuk bertemu di rooftop. Mereka berdua hanya berbicara kecil, Sherly mengatakan kalau dia sangat menyukai Marlo dan mengajak berkencan suatu hari nanti.” Terang Ariel.

“Sherly turun setelah mengucapkan semua itu dan pamitan dengan Marlo.” Imbuh Chika.

“Ada kemungkinan Sherly pelakunya?” tanya Dey.

Chika menggelengkan kepalanya, “Kita belum bisa mastiin, karena ada banyak petunjuk baru yang kita dapetin.”

Ariel mengambil spidol warna hitam, “Jadi kita harus ngurutin dari awal.”

“Ada hubungannya dengan si Hasya?” tanya Vivi.

“Sayangnya enggak.” Jawab Chika.

Vivi menoleh ke arah Chika lalu ia tersenyum kecil, “Oke, sayang.”

Chika menatap malas ke arah Vivi, ia mengambil lembaran kertas yang tadi di bawa Ariel, untuk saat ini ia tidak ingin menggubris ucapan Vivi lagi, karena pasti Vivi akan mengucapkan sesuatu yang tidak ada gunanya.

“Dua hari yang lalu ada seorang siswi bunuh diri di dalam kamarnya dengan keadaan menggantung. Siswi itu bernama Hasyakyla.” Ucap Ariel.

Vivi membulatkan matanya, ia menegakkan tubuhnya, “Kok malah bunuh diri?”

Sama sekali tidak ada laporan kasus korban bunuh diri yang masuk ke kantor polisi, jadi mereka semua tidak tahu kalau sebenarnya tersangka utama mereka sudah meninggal dan ini malah membuat semuanya menjadi sangat runyam.

“Bentar, gue jelasin dari awal dulu.” Ucap Ariel. Ia mengetikkan sesuatu di laptopnya dan layar LCD langsung berganti ke gambar-gambar.

“Tadi pagi keluarga Hasyakyla datang ke sekolah untuk mencari jawaban mengapa anak mereka bunuh diri. Karena Marlo adalah wali kelasnya Hasyakyla, jadi mau tidak mau Marlo yang ‘menyambut’ keluarga korban. Negosiasi berjalan lancar, walaupun Marlo wali kelasnya, tapi bukan Marlo yang bertanggung jawab. Jadi keluarga korban harus menerima hal itu.” terang Ariel.

Ariel menggeser gambar dengan gambar sebuah roti yang sudah hancur, “Setelah keluarga korban pergi, Marlo mendapatkan bucket bunga dan kotak yang berisi roti. Tapi setelah roti itu dipotong, ternyata roti itu berisi cacing.”

DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang