Air Putih 1

630 110 18
                                    

Ara berdiri di depan sebuah pintu dengan tulisan dr. Fiony, sebenarnya ia tidak ingin mampir ke tempat kerjanya Fiony mengingat ada banyak hal yang terjadi beberapa hari terakhir, termasuk tentang pertunangan Fiony dan tentang dirinya yang sebenarnya.

“Fio.” Panggil Ara pelan, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya, ia bersandar di depan pintu ruang kerjanya Fiony.

Ara tahu kalau Fiony sedang berdiri di belakang pintu dan menunggunya untuk mengatakan sesuatu tentang apa yang terjadi pada dirinya saat di rumah sakit tempo hari.

“Aku boleh masuk gak? Aku ceritain semuanya yang terjadi di rumah sakit.” ucap Ara.

Fiony hanya terdiam, ia tidak menjawab setiap kalimat yang keluar dari mulut Ara. Rasanya sangat sulit untuk mempercayai kalau ia berteman dengan seseorang yang sangat ahli dalam membunuh orang dan ditakuti oleh semua orang.

“Kamu takut atau di dalem lagi ada tunanganmu.” Gumam Ara, ia menegakkan tubuhnya, “Aku paham, maaf udah ganggu.”

Tangan Fiony berada di knop pintu, ia memejamkan matanya dan menarik knop pintu ruangannya. Ia menundukkan kepalanya dan melihat kaki Ara yang artinya Ara berdiri membelakanginya.

“Masuk.” Ucap Fiony pelan.

Ara memutar tubuhnya ke belakang, ia sedikit senang saat melihat Fiony membukakan pintu untuk dirinya. Tanpa diminta dua kali, Ara berjalan masuk ke dalam ruang itu, ia memilih duduk di atas sofa yang biasa diduduki oleh pasiennya Fiony. Fiony menutup pintunya, ia duduk di kursi belakang meja kerjanya yang cukup berjarak dengan sofa yang kini diduduki oleh Ara.

“Kamu takut, ya?” tanya Ara.

“Tentu saja aku takut.” Tangan Fiony terangkat dan menunjuk ke arah Ara, “Kamu, Amartia, suka bunuh orang. Gimana aku bisa nerima itu?”

Ara mencoba untuk tersenyum tapi ia tidak bisa, “Maaf.”

“Tangan kamu patah, trus kamu kayak orang kesakitan dan sekarang kamu udah sembuh.” Ucap Fiony.

Ara menatap tangannya lalu ia mengangkat kepalanya, “Ada cairan yang disuntikkan ke tubuhku yang bikin semua luka di tubuhku langsung sembuh, termasuk patah tulang di tanganku. Tapi efek sampingnya aku gak bisa ngeluarin ekspresi yang pengen aku keluarin.”

“Kenapa?”

Ara menggelengkan kepalanya pelan, “Itu cairan buatan ayahnya Vivi dan itu bisa bikin orang jadi abadi karena gak bisa dibunuh dan gak bisa jadi tua.”

Fiony menghela napas panjang lalu ia bergumam, “Aku pikir semuanya gak nyata.”

Semua orang pasti juga berpikiran yang sama dengan Fiony, tidak menganggap kalau Amartia itu sebenarnya ada sebelum mereka melihat dengan kepala mereka sendiri. Sekarang Fiony tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia ingin sekali bercanda bersama Ara seperti dulu, tapi ia tidak bisa tidak berpikir tentang Amartia setiap kali melihat wajah Ara.

“Aku tahu kamu udah tunangan.” Ucap Ara, ia menatap ke arah Fiony, “Tapi aku pengen kita temenan kayak dulu.”

“Ra, gimana kita bisa jadi teman? Vivi pemimpin Amartia, kamu tangan kanannya Vivi. Kalian bunuh orang-orang. Gimana aku bisa melupakan hal itu?” tanya Fiony dengan suara yang bergetar.

Ara tertegun sejenak, ia menegakkan tubuhnya, “Vivi tetap Vivi yang dulu, kamu tetep dokter Fiony, dan aku tetep Ara. Gak ada yang berubah dari itu semua.”

Ara menoleh ke bawah saat mendengar denting dari ponselnya, ia melihat ke layar ponselnya sebentar lalu menatap ke arah Fiony. Sebentar lagi Vivi datang ke tempat ini untuk berkonsultasi kepada Fiony, sebaiknya ia segera pergi dari tempat ini. Lagipula untuk apa berlama-lama, toh Fiony sudah bertunangan.

DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang