Teh 4

710 111 8
                                    

"Ini aku baru aja sampe." Ucap Chika sambil menutup pintu mobilnya.

Saat tahu kalau Chika pergi sendirian ke Bantar, Ariel langsung menelfon Chika untuk memastikan keadaan Chika. Ariel tahu seberapa bahaya hal yang dilakukan Chika saat ini, walaupun Chika seorang polisi, tapi ini cukup beresiko.

"Kamu yakin gak perlu seseorang buat nemenin kamu?" Tanya Ariel.

Chika mengangguk kecil, "Aku cuma perlu nanya-nanya sama pemimpin disini, kalo mereka gak salah harusnya mereka gak marah, dong."

"Tapi kalo mereka tetep marah gimana? Lagipula gak ada maling yang ngaku, Chika."

"Percaya sama aku, deh."

Chika mendengar helaan napas dari seberang telfon, sepertinya Ariel benar-benar mencemaskannya. Tapi tidak ada waktu lagi, ia tidak ingin mendapat amarah dari kepala polisi dan juga ia ingin ikut ambil kendali di kasus pembunuh berantai itu.

"Heh?" Chika menghentikan langkahnya saat melihat Vivi berdiri di pinggir jalan di depan markas Bantar dan sambil tersenyum ke arahnya.

"Kenapa Chik?" Tanya Ariel.

"Gapapa, kak, aku tutup dulu, ya. Bye."

Chika memasukkan ponselnya ke dalam kantong saku, ia melipat kedua tangannya ke depan dada, menatap kesal, benar-benar tatapan kesal ke arah Vivi.

"Hai, Chik."

"Ngapain. Kamu. Disini?" Tanya Chika sambil menekankan setiap kata yang keluar dari bibirnya.

Vivi tertawa kecil, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yah, aku baru sadar sekarang."

"Sadar apa?"

"Em, aku mau minta maaf." Ucap Vivi sambil membungkukkan tubuhnya.

Chika mengerutkan keningnya, bukannya ia gila hormat sampai menginginkan Vivi membungkuk di depannya, tapi kalau tidak salah ini kali pertamanya melihat Vivi benar-benar serius dalam mengucapkan sesuatu.

"Aku minta maaf." Ucap Vivi ulang, ia menegakkan tubuhnya. "aku bener-bener udah kelewatan, tindakan ku ke Rendy itu salah dan sulit dimaafkan, aku juga ngilang dua hari, dan bikin kamu pusing."

Chika menurunkan kedua tangannya, "Kamu emang harus belajar gimana caranya jadi seorang rekan."

Vivi mengangguk pelan, "Iya, maaf."

"Kamu kenapa tiba-tiba bilang gak butuh kontainermu?" Tanya Chika.

"Aku sempet ngobrol kecil sama Dey, ya, cuma ngobrol-ngobrol biasa. Tapi sekarang aku udah gapapa, kok."

"Aku tahu kamu lagi banyak pikiran, kalo kamu gak mau cerita sama aku, kamu bisa cerita ke orang lain, ke Ara atau ke siapapun yang kamu percaya."

Vivi tersenyum kecil, ia merasakan seperti ada sekelompok kupu-kupu terbang dari perutnya saat Chika sangat perhatian kepada dirinya. Oh, jadi ini yang dinamakan bahagia.

"Oke, sekarang kita tangkap pelakunya, Detektif." Ucap Vivi.

Chika tertawa, ia berjalan menuju markas Bantar, "Oh, ya, kok kamu tahu aku disini?"

"Aku tadi ke kantor polisi, katanya Dey kamu kesini sendiri, trus aku kesini deh."

"Oh."

Mereka berdua masuk ke dalam markas Bantar, memang berisi sekumpulan orang-orang yang memiliki hobi yang sama yaitu memancing, terlihat ada berbagai macam alat pancing yang menempel di dinding. Ada juga aquarium besar yang berisi berbagai macam ikan yang belum pernah dilihat oleh orang awam.

DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang