⛪⛪⛪
Suasana yang hening dan sakral tergambar dari ruangan dengan ornamen-ornamen kuno yang memiliki arsitektur bergaya Portugis itu. Ornamen salib dan patung bunda Maria yang sangat khas akan tempat peribadatan umat Kristen itu membawa kesan keimanan dan kepercayaan di dalam suatu gereja. Tepat di depan salib, berdiri dua orang yang sepertinya sedang memunggu seseorang yang seharusnya sudah datang sejak tadi. Wajah wanita bergaun putih itu tampak mulai pucat tak kala seorang pria dewasa yang sangat akrab dikenal sebagai tokoh pastur di daerah tersebut mulai pamit untuk pergi.
Tinggal lah wanita bergaun putih itu seorang diri di ruangan yang sangat sepi ini. Ia pun terduduk lemas sambil tetap menggenggam sebuah cincin di telapak tangan kirinya. Tangisannya pecah tak kala mengingat orang yang seharusnya telah sah menjadi suaminya itu tidak kunjung datang. Kepalanya tertunduk dan dadanya terasa sangat berat untuk bernapas. Meskipun ia sudah mengira akan terjadi hal seperti ini, namun tetap saja hal ini sangatlah berat untuk diterima.
'BRAK'
"Han Hyojoo!" Teriak seorang pria yang baru saja membuka pintu gereja dengan napas yang masih memburu panik. Sementara sang empu masih tetap menunduk meratapi hidupnya yang memang tidak ditakdirkan untuk bahagia bersama pria yang hampir sepuluh tahun bersamanya itu.
"Gwenchana (tidak apa-apa)... aku di sini... aku di sini." Pria tersebut mencoba menenangkan Hyojoo dengan merangkulnya dengan sangat erat. Tubuhnya bergetar hebat. Tak dapat terelakkan tangisan wanita itu membuat sang pria tadi tak sengaja ikut meneteskan air matanya saat melihat wanita yang ia cintai terpuruk seperti ini. Sesekali ia mencium puncak kepala Hyojoo untuk memberikan perasaan aman.
"Aku tidak percaya ia akan setega itu padaku oppa. Dia jahat.... jahat!" Teriak Hyojoo di sela-sela tangisannya itu. Pria bermarga Lee itu pun hanya bisa memeluk wanita yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil itu.
"Aku tak akan meninggalkanmu Hyojoo ya. Aku tak jahat seperti dia. Aku tak akan pernah berbohong sepertinya. Karena aku mencintaimu." Batin pria itu dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku bersumpah aku tak akan pernah mau berurusan dengan keluarga mereka lagi."
"Termasuk dengannya." Lanjut Hyojoo dengan napas yang memburu penuh emosi dan kebencian.
👞👞👞
Siluet seorang pria jangkung terlihat sibuk membenahi kancing-kancing pada kemeja putihnya. Di sabtu malam ini, menjadi suatu pemandangan aneh melihatnya tampak sangat rapi dengan setelan tuxedo hitam di sabtu malam. Yang ada hanya rutinitas biasa kencan bersama kekasihnya. Itu saja dia tidak akan sampai memakai setelan tuxedo hanya untuk makan di pojamangcha (sebutan warung di Korea) saja.
Walaupun terlahir dari keluarga yang terbilang sangat berada pun, ia jarang sekali terlihat menggunakan pakaian formal seperti itu. Kaos putih dan hitam akan selalu menjadi jalan ninjanya. Meski banyak orang bilang, "Sepolos-polos kaosnya, brand dan harganya tidak lah sepolos itu."
Dan memang benar. Tidak dapat dipungkuri jika from head to toe, semua yang melekat di tubuhnya layaknya seperti sebuah investasi berjalan.
Selesai memasang jas hitam berbahan satin itu, ia pun bergegas mengambil kunci mobil dan segera keluar dari kamarnya. Saat sedang menuruni anak tangga, tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkahnya. "Sehun, kemarilah sebentar." Sebuah suara berat khas pria dewasa memanggil remaja berumur 19 tahun itu untuk segera ke ruang tamu.
Meski dengan perasaan berat hati, Sehun tetap berjalan menuju ke arah pria yang akrab dipanggil appa itu. Selain sang appa, ia juga melihat sang eomma yang juga duduk tepat di samping sang suami. Namun ada dua orang lagi yang tampak sangat asing di mata Sehun saat ini. "Sehun perkenalkan mereka adalah kolega baik perusahaan sekaligus teman baik appa. Ini Tuan dan Nyonya Choi." Yeonsok mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan sepasang suami istri itu.
YOU ARE READING
✔IT'S ALL COMING BACK TO ME
Dragoste"GAK PUNYA MATA APA, HUH??" "Maafkan aku, sumpah aku tidak sengaja. Maaf... maaf." "Ciihhh... jika semua kesalahan bisa dibayar dengan kata maaf terus polisi kerja apa, nona?!" "Maafkan aku... aku benar-benar tidak sengaja. Aku mengakui kecerobohan...