WLTS 13

258 44 2
                                    

Disinilah Kai sekarang berada. Memilih milih bahan kebutuhan sehari hari yang telah habis di pasar. Banyak pasang mata yang melihat nya dengan tatapan kagum. Baik kaum adam maupun kaum hawa terkagum kagum, oleh wajah yang di miliki Kai. Mata sempurna, hidung mancung, tubuh tinggi semampai membuatnya bertambah nilai di pandangan masyarakat.



"Imo, ini berapa?" Ucap Kai menunjuk Odeng, ia berbelanja sebelum sarapan, dan ini akibat nya, lapar di tengah jalan. (Bibi)



"806 won," Ucap sang penjual jajanan odeng, penjual itu terlihat sibuk, ia masih menggoreng beberapa Odeng lain nya.



"Ah, imo, apa tidak boleh kurang lagi?" (Bibi)



"Hahaha itu sudah harga pas, Huening-ie. Lagipula, kau ini masa mau menawar jajanan."



Itu bibi penjual Odeng, nama nya Kim Tae Joon. Kai dari dulu sudah sering membeli barangnya dari dulu sampai sekarang.



Menurut Kai, makanan dia adalah makanan yang paling murah, dan kualitas nya terjamin pula, bibinya cukup juga ramah. Kai dari dulu sering membeli Odeng disitu, serta jajanan lainnya.



Mulai dari dulu dia menjadi Idol sampai sekarang menjadi pekerja paruh waktu, ia sempat 'kan mampir ke sana.



Kadang ia juga tidak membeli makanan disana, tapi membantu bibi, apa saja akan ia bantu. Nanti nya, Kai akan di beri imbalan oleh sang bibi. Itulah maksud Kai membantu nya, nanti ia akan mendapat penghasilan lebih. Lalu mereka berdua akan memakan Odeng buatan mereka sembari memandang matahari yang hampir tenggelam.



Satu kali mendayung, dua tiga pulau terlampaui! Kata Kai. Mendapat upah, dan bisa memakan Odeng super enak.



"Yahh... Uangku hanya sisa 800, Imo..." Kai menatap uang nya lama, lalu mengalihkan pandangan pada bibi penjual makanan tersebut dengan tatapan sendu, dan ingin dikasihani.



"Lalu? Aku harus apa? "Ucap sang bibi pedagang polos.



"Ah, Imo...." Kai menautkan telunjuk nya di depan dada imut nan sedih.



"Hahaha iya, Kai, aku mengerti... Ambillah..."



"Yeay!" Kai bersorak ria ia segera mengambil odeng nya.



"Tidak usah bayar lagi, aku ikhlas!"



"Siap, Imo..." Kai terkekeh pelan, lalu memilih-milih Odengnya,



"Kamshamida, Imo." (Terimakasih)



"Nee, Gwaenchana Huening-ie." (Tidak apa-apa)



Kai tersenyum lebar, dan baru saja ia ingin pergi dari situ, tapi niat itu dia urungkan, saat mendengar panggilan bibi.



"Kai! Kai!"



"Nee? Mwo imo?"



"Ba-bagaimana keadaan Soobin-ah?" Sang bibi penjual Odeng menanyakan hal itu sedikit lebih hati hati. Terakhir kalinya ia bertanya, Kai malah menangis di depan nya. Jadi untuk sekarang dia akan lebih hati hati.



Raut wajah Kai menjadi sendu.



Lumayan jelas bahwa Kai sedang berusaha membendung air mata nya yang ingin segera keluar.



"Kai? Kau tak apa?"



"Ti-tidak apa apa," Kai mengelap mata nya kasar.



Pertanyaan itu lumayan sensitif untuk Kai pribadi. Pertanyaan itu telah mengingatkan Kai lagi lagi pada insiden 4 tahun yang lalu.



"Tidak tidak," Kai menggeleng geleng, tidak mempercayai pikiran nya tadi.



Lalu sedetik kemudian Kai menengok ke arah bibi penjual Odeng.



"Soobin hyung tidak apa apa, Imo. Dia sehat. Imo tidak usah khawatir," Kai menatap manik sang Imo lekat.



Dari raut wajahnya, terlihat bahwa bibi penjual odeng itu kasihan, dengan nasib yang menimpa Kai.



Bibi sang penjual, sudah tahu, tentang semua nya, tentang masalah yang menimpa Kai, dan grup nya, yang membuat Kai seperti ini.



Kai dulu pernah menyampaikan curahan hati nya kepada sang bibi, karena bibi itu telah dianggap ibu, bagi Kai sendiri. Dan juga bibi itu. Dia juga sudah menganggap Kai sebagai anak nya.


We Lost The Summer | TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang