Kuy

7 6 1
                                    

Bel istirahat sudah berbunyi nyaring, semua murid bersorak keluar kelas. Dominan dari mereka akan menuju surga yang ada di sekolah yaitu, kantin. Tidak dengan Shilla, gadis itu masih duduk di kursinya sambil membaca buku. Kali ini, telinganya tidak di sumbat earphone, dia membiarkan sebagian rambutnya tergerai.

Suara decitan kursi membuyarkan fokus Shilla, gadis itu mendongak lalu menunduk kembali.

"Gue boleh duduk disini?"

"Percuma izin, lo udah duduk." Shilla jengah dengan kelakuan lelaki satu ini. Salah satu spesies jantan, yang sangat merepotkan baginya, dia Alvis. Tapi kenapa hatinya kembali berdegup kencang saat di dekat Alvis?

Lelaki itu hanya memamerkan senyum tengilnya "Mama gue bikin kue banyak, katanya ini buat calon menantunya"

Alvis mendorong kotak makan berwarna kuning diatas meja, dia arahkan ke hadapan shilla yang masih fokus membaca.
Gadis itu melirik, lalu menaruh bukunya diatas meja.

Shilla berdehem "Gue gak mau! Dan gue bukan calon menantu nyokap Lo."

"Gak boleh loh nolak rezeki, dosa."

"Lo bohong juga dosa!" Sungut Shilla

"Gue gak bohong, mami bikin kue sampe minjem mixer tetangga loh, gegara mixernya di rusakin si Yoyo." Alvis bercerita polos, Shilla bahkan tidak tau dan tidak mau tau siapa itu Yoyo.

"Yaudah, makasih." Lelaki itu tersenyum lebar. Gadis itu membuka kotak makan kuning itu.

"Pulang sekolah lo ada acara gak?" Tanya Alvis

"Banyak"

"Ngapain?"

Shilla menelan gigitan pertama nya "Kepo!"

"Pulang sekolah ikut gue kerumah yah, please!" Gadis itu meletakkan kue nya kembali, padahal itu adalah gigitan ketiganya.

Shilla memicing tajam kearah Alvis "Lo nyogok gue hah?!"

"Eh.. bukan! Bukan gitu. Itu murni buat Lo kok, gak ada unsur sogok menyogok." Alvis gelagapan, sebenarnya bukan dia yang ngebet ingin membawa Shilla ke rumah, tapi maminya. Dia tahu betul, apa maksud terselubung dari kue buatan maminya itu, yahh..apalagi kalau bukan menyogok gadis itu. Tapi kenapa, dia yang di tuduh?
Huh, maminya tida tau saja seberapa sulit mendekati Shilla.

"Gue gak bisa. Dan makasih kuenya, gue udah kenyang"
Shilla beranjak keluar kelas membawa serta novel yang tadi. Alvis lemas, bagaimana ini?

Alvis menatap nanar kue buatan maminya, kalau saja bukan karena sekotak kue, apa mungkin shilla mau diajak main kerumah?
Sudahlah..

Alvis mengambil potongan kue bekas gigitan Shilla, lalu mengunyahnya. Enak, berbeda dengan yang Alvis makan tadi pagi. Kenapa rasanya jadi berubah?

***************

Sudah lima menit, Shilla masih berdiri di pintu kantin. Memandang putus asa pada isi kantin yang penuh dan sesak akan manusia-manusia yang kelaparan, termasuk dirinya.

Shilla bohong kalau dirinya sudah kenyang, dia hanya gengsi pada Alvis. Mau di taruh dimana mukanya kalau dia masih memakan kue itu?

Sudah menolak ajakan Alvis, dia asik memakan kue yang terselubung maksud lain.

Padahal, Kue tadi benar-benar enak. Shilla jadi menyesal tidak membawa serta sekotak kue itu. Biarkan saja, toh kuenya memang untuk dirinya kan?

Untuk calon menantunya

Tidak! Untuk tiga kalimat itu, dia tidak yakin.
Dia tidak terlalu berharap, hanya saja..

Perasaan aneh itu kembali muncul. Seperti ada letupan euforia di hatinya.

Benarkah?

*****

"Shil, ayo dong plisss. Gue mohon sekali ini aja."

Sejak keluar dari kelas, Alvis terus memohon pada Shilla. Gadis itu risih, bahkan teman-teman sekelasnya banyak yg menggoda mereka berdua.

Saat ini, Alvis dan Shilla sudah berada di gerbang. Gadis itu menghentikan langkahnya.

"Gue gak suka di paksa! Mending lo pulang deh" gadis itu tampak kesal.

"Gue gak bisa pulang kalau gak bawa lo."

"Denger ya! Janji kita itu hanya setiap akhir pekan, dan ini masih lama Al!"

Untuk pertanyaan Alvis tentang balas budi itu, Shilla sudah menjawabnya. Gadis itu tentu saja memilih opsi pertama.
Meski opsi kedua terlihat menggiurkan.

"Gue beliin lo novel lagi deh, gimana?"

"Hari ini, Lo terlalu banyak nyuap orang Al."

Sebuah mobil berwarna merah terang, berhenti tepat di hadapan kedua remaja itu.
Alvis di buat terpana dengan kehadiran mobil itu.

Seorang wanita dewasa keluar dari sana, dan langsung memberi kode kepada Alvis. Shilla melihat interaksi keduanya.

"Ini Shilla yah?" Tanya wanita itu

Shilla melirik Alvis, seakan bertanya 'dia siapa?' dari sorot matanya. Alvis hanya diam tak bereaksi.

"Iya Tante."

"Kamu cantik banget loh. Kenalin, Maminya Alvis. Panggil aja Mami Ratu." Perasaan gadis Shilla jadi tidak enak, ada apa ini?

"I-iya." Alvis menahan senyum geli saat Shilla nampak gugup. Ternyata gadis itu bisa gugup juga.

"Gimana kue nya tadi? Enak? Mami bikinin spesial buat kamu loh. Sampe mami minjem mixer, gegara mixer mami rusak kena Yoyo."

Tiba-tiba terbersit perasaan tidak enak pada Ratu. Shilla tersenyum tipis menanggapi nya.
"Enak kok."

Alvis mendengus "Enak kok gak di-- awss."
Lelaki itu mendesis menahan sakit. Shilla tersenyum manis, sedangkan ratu menatapnya bingung.
Tidak menghiraukan anaknya, Ratu kembali fokus pada gadis di depannya.

"Main ke rumah Alvis yuk! Mami bikinin kue lagi, beda rasa." Ajak Ratu semangat.

"Maaf tante, Shilla gak bisa. Shilla harus pulang, nanti Shilla di cariin ayah sama ibu."
Sudah gadis itu duga, pasti lelaki itu membawa ibunya untuk bisa membujuk dirinya. Dasar! Cowok tempe!

"Izin dulu, cuma sebentar kok. Sini mami yang bilang sama orang tua kamu."
Ratu tetap tidak mau mengalah, dia terus membujuk gadis itu agar bisa ikut bersamanya. Dia tidak pernah di tandangi perempuan berstatus pacar anaknya. Seumur-umur, anaknya itu hanya menghabiskan waktu dengan game dan teman laki-lakinya.

Shilla meringis, keadaan macam apa ini?
"Abang Shilla udah jemput ke sini Tan. Kasian kalau suruh pulang lagi." Untunglah, Shilla punya alasan lain.

Ratu tampak menimang-nimang "Kita tungguin, bi--"

Dering ponsel, memutus kalimat ratu. Shilla segera merogoh saku roknya, dan menggeser tombol berwarna hijau.
Ratu yang notabenenya sudah tidak sabar, merapatkan diri ke Shilla. Alvis hanya bisa menahan malu melihat kelakuan ibunya.

"Halo bang!"

"Dek, kamu pulang sendiri yah. Abang ada rapat, Ayah sama ibu pergi ke rumah Bi Lia."
Suara lelaki, dapat di tangkap oleh Indra pendengaran Ratu. Shilla yang mulai risih, melirik mami Alvis. Kenapa di saat seperti ini, abangnya malah menghilang?

Ratu diam-diam mengembangkan senyumnya sambil melirik gadis di sampingnya "Boleh mami bicara?"

Dengan berat hati, Shilla menganggukkan kepalanya. Memberi ponselnya pada Ratu, lantas di bawa menjauh. Semoga saja, abangnya bisa mendengar suara hatinya.

Alvis menggaruk tengkuknya, melihat gadis itu yang tampak was-was. Namun, jika di teliti, Shilla lucu juga. Karena jarang menampilkan ekspresi lain. Gadis itu melotot tak santai, saat Alvis tiba-tiba tersenyum.
Yang tentu saja membuat Alvis terbahak kencang.

Beberapa menit berlalu, Ratu kembali.
"Kuy, langsung aja!" Ratu nampak bersemangat, membuat Shilla menurunkan bahunya.

Sudah dia duga, bencana akan datang. Mungkin, hatinya juga akan terkena bencana.

OPINI HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang