Opini Hati

14 5 0
                                    

Tak seperti pagi sebelum-sebelumnya, hari ini Shilla diantar sang ayah ke sekolah.
Melewati drama dengan Abang nya, Atha.

Melihat jam sebentar, Shilla menyusuri koridor menuju kantin. Sejenak, matanya menyapu seisi ruangan itu.

Kedua kakinya melangkah ke sudut kantin, berdehem pelan menetralkan sedikit rasa gugup yang hadir.

"Loh, udah sembuh?"
Laki-laki di meja sudut bertanya dengan mulut penuh soto dan wajah banjir keringat.

"Hmmm."

"Mau?" Lelaki itu menyodorkan mangkok sotonya dengan kuah merah yang tinggal setengah. Shilla meringis membayangkan berapa banyak sambal yang ikut berenang di sana.

Shilla menggeleng, kemudian duduk dihadapannya. "Al, thanks yah."

Alvis mendongak, mulutnya sibuk mendesis menahan sensasi panas. Lagi-lagi Shilla di buat meringis.

"Sama-sama. Walaupun gue gak tau buat apa." Alvis terkekeh, meski mulutnya sibuk mengunyah dan mendesis kepedasan. Lelaki itu menambah satu sendok sambal, dan mengaduknya.

Apa tidak langsung melilit?

"Lo yang bawa gue ke UKS, beliin bubur, terus nganterin gue pulang." Shilla membuang muka kikuk, merasa tidak nyaman barang menyebutkan satu kebaikan Alvis.

"Shil..minum! Minum! Minum gue abis!" Alvis meracau, memegangi gelas es tehnya yang sisa es batu saja. Shilla memberikan botol minumnya cuma-cuma, yang di tenggak setengah oleh Alvis.

Dirasa lega, Alvis kembali menyuapkan soto super pedas itu kemulutnya. Belum masuk barang sesenti pun, sendok itu di tarik menjauh.

"Gak baik sarapan sama yang pedas-pedas!"

"Yah terus? Gue harus makan apa? Yang manis? Berarti gue makan lo dong?" Shilla mendengus, bukanya terimakasih sudah diingatkan, ngardusnya mulai lagi. Ngardus mode on.

"Makan nih!" Sebuah kotak makan diarahkan di depan Alvis. Shilla menggeser mangkok soto berkuah setan itu menjauh.

Alvis menatap bingung "Buat gue?"

"Gak! Buat Bella!" Mendengar nada ketus, membuat Alvis tertawa kecil. Meski bantuannya hanya dihargai dua potong sandwich, Alvis merasa begitu senang. Apalagi shilla yang memberikannya. Terbang sudah perasaannya.

Melupakan soto yang hampir habis, kini Alvis sibuk mengunyah sandwich. Bahkan, air minumnya pun dari shilla. Sungguh, miskinnya.

"Ehmm..."

"Bukan berarti, 5 novel yang lo janjiin gak jadi." Dia sudah begitu senang, dengan perjanjian 5 buah novel tempo hari. Baginya, janji tetaplah janji, tidak bisa di geser untuk balasan terimakasih. Apalagi itu menyangkut hal yang dia sukai, novel.

"Jadi? Kapan kita ngedate?"

"Gak akan! Gue cuma nagih janji lo, bukan ngedate!"

"Hmm..Pasti gue tepatin. Harusnya lo balas budi."

Shilla menggeram. Lelaki ini menyebalkan sekali, bahkan matanya hanya fokus pada sandwich buatan ibunya. Apakah, pesonanya terkalahkan dengan roti isi?

"Pamrih! Gak sadar diri, itu sandwich dan minum punya gue, apa belum cukup?"

"Pamrih! Yang kemarin di anterin pulang, di beliin bubur, sampe gue gendong-gendong padahal berat, apa belum puas?"

Darahnya mendidih, kenapa hari ini Alvis menyebalkan sekali?. Kalau begini, dia menyesal sudah bertanya banyak tentang lelaki ini kepada Wildan.

"Mau lo apa?"

Alvis meletakkan potongan terakhir sandwich keduanya. Dia tampak menimang-nimang sesuatu.
Mulutnya beberapa kali terbuka akan bersuara, lalu kembali Alvis urungkan.

"Cepet!"

"Emm..Gue mau mikir baik-baik, soalnya ini demi kelangsungan hubungan kita." Alvis melebarkan senyumnya, membuat Shila mendengus malas.

"Jadi?"

"Tunggu gue di parkiran sepulang sekolah."

*******

Meyudutkan Shilla dengan embel-embel hutang budi, ternyata ampuh membuat gadis itu luluh.

Seharusnya dari dulu Alvis lakukan cara itu, agar Shilla sedikit melunak dengannya. Memikirkan itu, serasa ada panen bunga di hatinya, senang.

Sekarang ia harus memikirkan rencana lain.

Satu hal demi beberapa hal kedepan, Alvis harus memikirkannya.

**********

Iam comeback, ada yang rindu????

Jangan lupa klik bintang khalayak ramai 🥰🥰❤️👋



OPINI HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang