Seven.

3.1K 395 27
                                    

Sasuke dengan kenakalannya, Mei dengan kecemburuan yang mati-matian ia tahan sedangkan aku dengan senyum manis karena marah atas ulah seseorang. Betapa menarik atmosfer yang menyelimuti meja makan kali ini. Kami terjebak dalam alur yang Sasuke ciptakan tanpa disadari. Suasana makan kali ini penuh dengan emosi kehidupan yang nyata, sungguh menarik.

"Fiuuh. "

Kaki pintar Sasuke akhirnya mendapatkan pencerahan sehingga tidak lagi menggoda kakiku. Aku mendesah lega. Tubuhku terlalu sensitif untuk menahan bulu kaki Sasuke yang mengesek-gesek betisku.

Tetap saja pencerahan tidak membuatku tenang. Aku pasti akan mensyukurinya jika pencerahan itu berhasil berhasil secara menyeluruh. Sayangnya itu tidak berlangsung lama. Otak dan tangannya masih dipenuhi ide menggoda ku tanpa memiliki keinginan untuk berhenti.

"Cobalah ini, Cerry, " perintah Sasuke yang menyodorkan sendok penuh pasta.

Cream keju yang dibumbui sempurna karya koki di rumah menari-nari di mataku. Bisa dibayangkan betapa lembut dan creemy lelehan keju pada pasta di mulutku nanti. Tanpa sadar aku menjilat bibir karena mulutku berliur.

Ketika aku melihat wajah Sasuke, senyum geli pria itu memukul kesadaranku.

'Menyebalkan. Bagaimana ia bisa tau jika aku bisa menolak apa pun, tapi tidak akan sanggup menolak makanan lezat. '

Dan Sasuke pandai menangkap kelemahanku.

Rupanya dia mempermudahku membalas Mei. Baiklah Mei, sekarang rasakan apa yang ibuku rasakan. Terbakarlah seperti ibuku dahulu. Nikmatilah jilatan api yang bernama cemburu.

"Katakan A.... " Sasuke memajukan wajahnya ke arahku. Siapa pun yang melihat maka mereka pasti mengira dia ingin menciumku. Dan aku tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan ini.

Terima kasih Sasuke. Aku tidak menolakmu sekarang.

Aku membuka mulutku. Menanti sendok lezat itu mampir di mulutku. Namun kenakalan Sasuke tidak berhenti di sana. Dia memperlambat laju sendok yang ia pegang. Mata gelapnya seolah-olah menikmati bibirku yang terbuka.

Aku tidak tahan lagi. ''Hap. Hmmmhh..."

Aku sudah mendapatkan bagian fettucini di mulutku. Creamnya yang lembut, aroma patterseli, lada dan cheese, oh ini surga.

Eh...?

Ibu jari Sasuke mampir di bibirku. Dia mengusap-usapnya seduktif bagian terlembut tubuhku selain bibir bagian bawah. Saat aku menatapnya, sudut bibirnya terangkat lebih tinggi dari sudut bibir satunya.

"Kau makan seperti anak kecil. "

Ahahaha sungguh luar biasa. Andai ada yang bisa menggambarkan bagaimana wajah Mei saat ini, itu pasti menyenangkan. Senyum di wajahnya sudah sangat kaku. Matanya membentuk bulan sabit tapi penuh dengan bara api sedangkan rahangnya mengetat. Lihat saja pegangan sendok dan garbunya. Aku bahkan bisa melihat urat menonjol di tangannya yang mengepal.

"Daddy makan juga ya? "

"Aku tidak mau, " tolaknya.

Aku menatap heran ke arahnya seolah tanduk muncup di kepalanya. Begitu pula dengan Mei.

"Sayang, apa makanannya kurang cocok dengan seleramu? "

"Bukan. Itu karena aku tidak dimanjakan oleh putrimu. Seharusnya dia menyayangiku dan menyuapi aku makanan. "

Aku ternganga. "Ta-tapi... " Aku menatap Mei seolah minta tolong. Ekspresi wajah ku buat sebingung mungkin.

"Sayang, Saku pasti lapar. Biar aku---"

Deg.

Apa tadi? Sesaat aku merasakan tekanan yang menakutkan. Itu memancar dari tubuh Sasuke yang sekarang duduk dengan anggun dan tenang. Dan yang mengejutkan, wajah Mei memucat dengan tangan yang bergetar.

"Sa-Sakura, maukan kau menyuapi daddy-mu, Nak. Kita kan keluarga. "
Perubahan sikap yang signifikan ini tidak bisa lepas dari kecurigaanku. Aku harus menyelidiki siapa sebenarnya Sasuke dan apa sebenarnya hubungan mereka berdua.

Aku menjilat lidahku, perasaan tertantang ini sangat menyenangkan. Terutama kali ini aku bisa membalas Mei sedikit demi sedikit.

"Kemarikan bibirmu Daddy, " ucapku.

Dia menurut.

"Katakan A..., "

Aku menyuapi Sasuke dengan steak. Tapi Sasuke mengangkap tanganku. Meletakkan garbu dan membuatku mengambil daging itu dengan tanganku sendiri lalu menyuapkan ke mulutnya. Dia menghisap jari-jariku, menjilat bumbu yang menempel di sana.

Deg.

"Daddy...?" gumanku sok polos. Tapi dalam hati aku menikmati perlakuan Sasuke. Aku menikmati kecemburuan Mei. Dan aku juga menikmati bagaimana para pelayan menatap iba pada Mei. Yah, inilah yang dirasakan ibuku dulu. Tapi ini belum seberapa Mei. Pembalasanku tidak berhenti di sini.

Serangan yang menyakitkan adalah ketika kau menjerit kesakitakan karena hatimu terluka. Itu pembalasan yang aku pilih menggantikan niatku sebelumnya. Kemarin, aku ingin mengusirmu dari rumah dan bersama Yahiko menemukannya otak yang mengincar perusahaan ayahku hingga menyebabkan keluargaku hancur. Aku bisa menundanya untuk kesenanganku sekarang.

"Momy, kau tidak makan? "

"Oh, eh... Tentu saja Momy akan makan. "

"Daddy? Makannya pake sendok ya? "

"Makanan jauh lebih lezat jika dimakan langsung menggunakan tangan. "

Tek.
Tek.

Suara potongan daging Mei terdengar mengerikan. Aku membayangkan jika wanita itu ingin memotongku seperti steak itu. Dan lirikan Sasuke kembali menghentikan tindakan Mei. Sungguh aku kasihan dengan wanita itu. Sedari tadi dia mencoba menarik perhatian Sasuke. Bisa dilihat betapa besar usahanya agar Sasuke melihat ke arahnya. Dress one piece biru tanpa tali. Ketat dan sebatas pertengahan paha. Sangat menggiurkan bagi pria normal mana pun.

"Aku sudah selesai, " ucap Mei kemudian.

"Di mana sopan santun mu. Aku dan Sakura belum selesai jadi tetap di sana. "

"Iya... " jawabnya lemah. Hilang sudah wanita penuh percaya diri yang dulu berdiri angkuh di sisi ayahku. Digantikan wajah yang menunduk karena terhina berkali-kali

"Momy, aku sudah memindahkan barang-barang Momy ke kamar sebelah ayah. Aku tidak ingin kenangan tentang ayah berubah. Jadi kalian bisa bermalam di kamar sebelah ayah itu. "

Mata Mei tiba-tiba bersinar cerah. Dia hampir melonjak karena senang.

"Aku tidak bisa tinggal di sini, Cerry. " Rupanya Sasuke menolak tawaranku.

"Eh? Memangnya kenapa? " tanyaku bingung.

"Aku tidak tidur di rumah orang lain. Aku akan pulang ke rumahku sendiri. "

"Apa Momy juga ikut denganmu? " Aku menatap kedua orang itu bergantian.

"Tidak. " Sekali lagi Sasuke mengatakan jawaban yang tidak terduga.

Bukankah mereka pengantin baru?

"He...? "

''Sudahlah Saku. Kami memang sepakat tidak tinggal bersama demi menjaga pandangan dari masyarakat. Bagaimana pun, Momy menikah terlalu cepat. "

Kebohongan yang konyol. Jika demikian mengapa wajahnya sekarang seolah ingin menangis.

"Kau sungguh mulia, Momy. "

"Sudahlah. Aku masih lapar. Suapi aku lagi, Cerry. "

Makan malam pertama dengan keluarga baruku sungguh mengesankan. Aku jadi tidak sabar menantikan hari-hari berikutnya.

Tbc

Le Meilleur Gagne Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang