۝Chapter #3۝

1.2K 119 20
                                    

۝BROKEN۝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

۝BROKEN۝

Clarissa terbangun dari pingsannya. Lantai dingin toilet yang pertama kali ia dapati setelah membuka mata.

Ya, dirinya masih disana. Terbaring lemah sendirian di dalam toilet.
Ia berpikir, apa tidak ada seorangpun yang peduli padanya? Kenapa tak ada yang menolongnya? Apa mereka tak punya rasa kasihan?

Clarissa mencoba bangkit, ia meringis sambil memegangi kepalanya yang berat.

Clarissa menatap dirinya di depan cermin, sungguh menyedihkan.
Rambut dan pakaiannya berantakan, darah dari hidungnya telah mengering, serta wajah pucat, ia sudah selayaknya mayat sekarang.

Clarissa membasuh wajahnya ke wastafel, membersihkan sisa sisa darah disana.

"Kenapa hidupku semenyedihkan ini?" tanya Clarissa pada diri sendiri. Tak punya keluarga apalagi teman, senantiasa kesepian dan menangis dalam kegelapan, seperti itulah dirinya.

Ia kemudian berjalan lunglai menuju kelasnya. Sekolah sudah sangat sepi, mungkin hanya dirinya yang tersisa sekarang.

Ia hendak pulang, namun sebuah suara menghentingkan langkahnya.

"Agh... Maafin gue ga, tolong jangan bunuh gue." Suara seorang wanita yang menangis sambil meringis ketakutan membuat Clarissa penasaran. Ia kemudian mencari arah asal suara itu.

"Maaf? Gue udah maafin lo kok. Tapi gue bakal tetap bunuh lo," ucap sebuah suara berat.

Clarissa berhenti di depan sebuah pintu gudang, ia yakin suara itu berasal dari sana. Clarissa perlahan memutar kenop pintu itu yang ternyata tak di kunci. Ia melihat seorang pemuda yang berdiri membelakanginya dengan seorang gadis yang duduk terikat diatas kursi.

Mata Clarissa membulat saat pemuda itu merobek hidung dan bibir gadis di depannya. Siapa pemuda itu? Apa dia juga seorang psychopath seperti keluarganya.

Ini bukanlah kali pertama ia melihat hal seperti ini, bahkan ia kerap merasakan goresan pisau itu di lengan, perut, punggung dan kakinya.

Clarissa tetap diam disana menyaksikan bagaimana sadisnya pemuda itu menghabisi gadis di depannya. Ia tak berniat menolong gadis itu, karna percuma saja. Ujungnya gadis itu pasti akan mati ditangan pemuda itu. Jika dirinya berusaha menolong, justru dirinya juga akan turut dibunuh.

"Agh..." teriak gadis tadi kesakitan saat sebuah paku ditancapkan ke mata kirinya.

Pemuda tadi justru tersenyum mendengar jeritan dan teriakan gadis di depannya. Baginya itu semua adalah kepuasan.

Ia kemudian mengarahkan pisau lipat di tangannya ke wajah gadis itu. Perlahan ia memotong kuping gadis itu satu persatu, kemudian membelah lidahnya.

Broken (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang