۝Chapter #48۝

538 52 2
                                    

۝BROKEN۝

Clarissa duduk lesu dibangku balkonnya, menatap langit malam yang saat itu tengah mendung. Tak ada bintang, bulan pun tampak tertutup awan. Berkabut seperti kondisi hatinya saat ini.

Bagai kepingan kaca yang sudah pecah lalu di injak-injak, begitulah bentuk hatinya sekarang. Hancur menjadi serpihan-serpihan kecil. Tak berdaya, tak ada lagi yang memungutnya. Dan tak bisa di lem kembali.

Sesak memenuhi ruang di dadanya, begitu menyakitkan hingga membuat bernapas pun sulit. Seakan oksigen yang tersisa di dunia ini menipis, atau bahkan hampir habis.

Kabut itu kemudian menghiasi pelupuk matanya, menciptakan setetes air yang kemudian mengalir layaknya sungai di pipinya. Isak tangis yang sedari tadi ia tahan, kini tak terbendung lagi. Bersamaan dengan hujan yang tiba-tiba datang, seakan tau jika gadis itu butuh sesuatu untuk meredam isakan.

Kembali, entah sudah ke berapa kali. Tangisan selalu menemani, sakit dan sesak selalu menghampiri. Entah memang takdir yang begitu jahat atau dirinya tak mendapat kebahagiaan yang layak.

Sesak, sakit, retak, patah, dan hancur. Sepertinya semua kata itu telah menjadi bagian hidupnya. Selalu datang bahkan di saat dirinya baru saja mencicip kebahagiaan.

"Maafkan aku, Tuhan. Aku membenci takdir yang kau rangkai," lirih Clarissa menatap langit yang juga tengah menumpahkan tangisnya.

Ia selalu bertanya, kenapa mereka harus dipertemukan lalu bersama sebagai sepasang anak manusia yang saling mencinta? Kenapa mereka tidak langsung dipertemukan sebagai saudara yang terpisahkan saja? Kenapa semuanya baru terungkap setelah rasa cinta itu begitu kuat? Kenapa dan kenapa?

Terlalu banyak kata kenapa yang berputar di otaknya.

"Tuhan, Apa aku bisa menolak takdir ini? Bisakah kau membuat kami menjadi sepasang kekasih lagi? Bisakah kami bersama tanpa ada ikatan keluarga?" Isak tangis Clarissa semakin memilukan.

"Kenapa ini begitu menyakitkan, Tuhan? Bisakah kau putar ulang semuanya? Atau bisa kah kau membalikkan kenyataan bahwa kami bersaudara?" Semakin lama, tangisan gadis itu semakin kencang. Menumpahkan segala rasa sakit yang ia rasakan.

Hujan pun semakin deras, beberapa kali bahkan menciptakan gemuruh. Namun hal itu tak membuat Clarissa berpindah, walau tubuhnya sedikit basah karena pias air hujan.

"TUHAN... AKU MENCINTAINYA," teriak Clarissa lalu luruh ke lantai.

"Aku mencintainya, kakak kandungku sendiri," isaknya dengan memeluk lutut.

Sementara di sisi lain, Arga tengah mengamuk di rumahnya. Segala jenis barang telah pemuda itu lempar, bahkan lemari dan televisi ikut ia tumbangkan.

Para pekerja dirumah itu telah mencoba mengingatkan pemuda itu dari balik pintu kamar, namun yang mereka dapatkan justru bentakan dan lemparan benda yang membentur pintu di hadapan mereka.

Arga mengkunci pintu kamarnya, hingga membuat tak ada satupun diantara mereka semua yang bisa menghentikan aksi pemuda itu.

Bugh... Bugh... Bugh...

Arga memukul tembok di depannya, menyalurkan rasa sakit dihatinya dengan melukai diri sendiri. Tangan pemuda itu telah mengeluarkan darah, dan tembok yang menjadi korban sudah pecah-pecah.

Tapi tampaknya ia tak peduli dengan kondisi tangannya, menurut Arga rasa itu tak seberapa dengan rasa sakit di hatinya.

"AGH ... BRENGSEK," teriaknya, masih memukul tembok itu brutal.

Broken (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang