۝Chapter #45۝

582 52 2
                                    

۝BROKEN۝

Saat ini Clarissa dan keluarga tengah berkumpul bersama untuk barbeque-an, Rigo dan keluarga juga turut hadir. Dan jangan lupakan Arga serta Caramel.

"Berduaan mulu lo," cibir Bram karena sedari tadi Arga dan Clarissa terus saja berdekatan. Entah itu duduk, makan, atau hal lainnya.

"Sabar, gue tau lo jomblo," celetuk Rigo yang entah datang dari mana sambil menepuk bahu Bram simpati.

"Bangsat lo," ucap Bram sambil memukul kepala Rigo kesal.

"Anjir ... Kasar," kata Rigo lalu balas memukul Bram. Dan terjadilah aksi pukul memukul kepala di antara keduanya yang membuat semua orang geleng-geleng dan tertawa.

"Mel, kok mau sama Rigo?" bisik Dinda. Caramel menoleh sekilas, kemudian kembali menatap Rigo dengan senyum geli.

"Dia bisa bikin gue bahagia dari hal-hal sederhana," ucap Caramel tulus sambil menatap Rigo yang tengah berdebat dengan Bram.

Dinda mengangguk, memilih tak memperpanjang pertanyaan.

Rigo dan Bram telah di pisahkan, berakhir dengan keduanya yang tampak seperti anak kecil yang sedang bermusuhan. Sangat lucu untuk orang-orang, namun mengesalkan untuk keduanya.

Clarissa dan Arga berjalan menjauh menuju taman belakang, memilih untuk menghabiskan waktu berdua lebih lama.

Keduanya duduk di atas rumput hijau yang tertata rapi disana, kemudian bersandar menikmati suasana dan pemandangan.

Arga mengelus rambut Clarissa lembut, Dan untuk kesekian kalinya, rambut gadis itu rontok di tangannya. Berusaha menyembunyikan itu agar Clarissa tak khawatir, Arga dengan cepat membuangnya ke belakang.

"Gak usah sembunyiin, kak. Aku tau," celetuk Clarissa tiba-tiba, namun mata gadis itu tampak terpejam menikmati semilir angin yang menerpa wajah keduanya.

"Cla, a—"

"Shhhuutt ... Aku gapapa, bukan kah kita sudah tau kalau ini akan terjadi," potong gadis itu.

Kemudian ia membuka mata, memilih menatap Arga dalam dengan senyum yang terkesan pedih untuk Arga.

"Siapin hati ya, cepat atau lambat aku bakal pergi," ucap Clarissa menyentuh pipi Arga lembut.

Dengan cepat Arga menggeleng, ia tak mau kehilangan gadisnya kembali. Sudah beberapa kali takdir mencoba memisahkan mereka, dan Arga tak mau itu terjadi lagi. Ia begitu mencintai gadis di depannya, dan tak bisa hidup tanpa seorang Clarissa.

"Kamu gak bakal pergi, kita bakal terus sama-sama. Sampe kita nikah, sampe kita punya cucu," ujar Arga.

Kedua pasang mata itu berkaca-kaca, memburam lalu sebuah aliran air keluar. Rasa sesak menyelimuti keduanya, tangis pun tak terbendung lagi. Dengan saling berpelukan, mereka berharap akan tetap bersama sampai tua.

Clarissa tiba-tiba melepas pelukannya, membuat Arga merasa aneh lalu sejurus kemudian pemuda itu terkejut.

Darah segar mengalir dari hidung Clarissa, bercampur dengan air mata yang turun dari pelupuknya.

"Cla, astaga," ucap Arga panik lalu menyeka darah di hidung Clarissa dengan bajunya, ia tak peduli jika baju itu akan kotor.

"Cla, kita ke rumah sakit ya," ajak Arga namun langsung ditolak Clarissa.

"Cla, please ... Aku gak mau kamu kenapa-napa," mohon Arga.

"Kalo kita tiba-tiba ke rumah sakit, pasti yang lain bakal tau penyakit aku dan bakal khawatir. Aku gak mau itu," ucap Clarissa.

"Cla, disaat kayak gini kesehatan kamu yang terpenting."

"Aku gapapa, kak. Cuma mimisan, ini udah biasa."

"Cla, Jangan kayak gini," bujuk Arga, namun gadis itu tetap kukuh pada pendiriannya.

Hingga akhirnya Arga memutuskan untuk menghubungi Rigo, menyuruh pemuda itu mengambil obat serta air putih serta tisu untuk membersihkan darah yang masih mengalir di hidung Clarissa. Tak lupa pemuda itu meminta Rigo agar tidak sampai ketahuan.

Arga memeluk Clarissa, sambil menyeka darah di hidung Clarissa. Disaat seperti ini, ketakutan lah yang selalu menghantui pikiran pemuda itu.

Beberapa saat kemudian Rigo datang dengan berlari kencang, pemuda itu membawa apa yang Arga minta.

"Ini, Cla. Cepet minum," ucap Rigo menyodorkan Sebotol air mineral dan tabung tempat obat Clarissa.

Dengan cepat, Clarissa meminumnya. Lalu gadis itu membersihkan hidungnya dibantu Arga, untunglah darah segar itu perlahan tak mengalir lagi.

"Sa, lo kok bisa kayak gini sih. Bukannya lo rutin kemo, apa jangan-jangan lo gak minum obat terus?" marah Rigo, Ia takut sekaligus khawatir melihat kondisi Clarissa sekarang.

"Aku kan udah bilang, kemo cuma memperlambat kematian bukan menyembuhkan aku. Iya, aku jarang minum obat. Aku capek harus setiap saat konsumsi obat itu," balas Clarissa dengan menundukkan kepala di akhir kalimatnya.

"Cla, kamu pasti bisa sembuh. Yang terpenting kamu semangat dan lakuin apa yang di perintah dokter," ucap Arga.

"Iya, Sa. Kira mohon sama lo buat semangat sembuh, demi kita Sa. Kita gak mau kehilangan lo, kita bisa hancur kalo lo pergi Sa."

"Please, pikirin kita semua juga. Aku, Rigo, keluarga kamu dan semua orang yang ada disekitar kamu," pinta Arga membuat Clarissa merasa bersalah.

Memang seharusnya Clarissa tak seperti ini, tapi dirinya telah pasrah dengan semuanya. Ia berpikir tak ada gunanya jika dirinya meminum obat itu, toh dirinya tak mungkin sembuh karena leukimia yang ia derita sudah mencapai stadium akhir sekarang.

"Maaf." Hanya itu yang Clarissa bisa ucapkan.

Ia tau jika Arga dan Rigo pasti kecewa dengan sikapnya yang seperti ini, tapi mau bagaimana lagi? Ia sudah cukup lelah dengan semuanya. Yang terpenting baginya adalah, ia bisa kembali merasakan hangatnya keluarga sebelum kematian datang menjemputnya kapan saja.

"Kita gak butuh maaf lo, Sa. Yang kita butuhin itu semangat lo buat sembuh," balas Rigo.

"Aku gak mungkin sembuh, go," lirih Clarissa sendu.

"Cla, kamu kenapa kayak gini? Kemana Clarissa yang kuat dan gak gampang nyerah? Kenapa kamu putus asa kayak gini?" tanya Arga tak habis pikir dengan sikap Clarissa.

"Ak—"

"Please, Sa. You can, lo bisa sembuh. Gue sama Arga yakin soal itu," tegas Rigo, walau sebenarnya keyakinan itu tak sepenuhnya ada pada dirinya.

"Cla," ucap Arga dengan tatapan memohon.

Clarissa tak tega, gadis itu menjatuhkan air mata. Antara sedih dan bahagia, sedih karena ia tak yakin bisa sembuh, dan bahagia karena ia merasa beruntung memiliki dua malaikat pelindung seperti Arga dan Rigo.

Karena tak mau membuat keduanya kembali kecewa, akhirnya gadis itu mengangguk. Memilih mengalah agar semuanya tak rumit. Walau keyakinan bisa sembuh hanya dua puluh lima persen baginya, tapi tak apa. Agar keduanya tak khawatir, Clarissa akan menyanggupinya.

Arga segera menarik Clarissa ke pelukannya, membuat Rigo mendengus.

"Iya, iya. Gue cuma rumput yang bergoyang," celetuk Rigo membuat Clarissa terkekeh lalu melepas pelukannya terhadap Arga.

"Merusak momen lo," ucap Arga menjitak kepala Rigo kesal. Bisa-bisanya pemuda itu bicara demikian disaat seperti ini.

"Ya maaf," balas Rigo sambil mengusap kepalanya yang sakit setelah dijitak Arga.

۝BROKEN۝

SEE YOU NEXT PART

JAN LUPA VOTEMENT

AKU SUKA LIAT GIMANA PERHATIANNYA ARGA DAN RIGO KE CLARISSA HEHE

HARAPAN KALIAN BUAT CLARISSA APA?

Oh iya, temenan di IG yuk
Follow IG ku @aim_ris
Dm aja buat di follback

Broken (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang