Part 21

479 42 8
                                    

Terimakasih sudah membaca ceritaku😊
Selamat membaca ❤❤❤

"Baik jika sudah tidak ada yang bertanya. Karena istirahat kurang 5 menit lagi, ibu akan memberikan beberapa tugas untuk mengerjakan LKS hal 24. Kerjakan uji kompetensi siswa mulai soal pilihan ganda, uraian, perbaikan sampai pengayaan. Tugas dikumpulkan minggu depan, jangan lupa ada ujian lisan dipertemuan selanjutnya. Ada yang kurang jelas?" jelas bu Is panjang lebar

Mega, sang ketua kelas mengangkat tangannya, "Apa ada kisi-kisinya bu?"

"Tidak ada kisi-kisi, hanya pelajari materi yang sudah saya ajarkan sesuai dengan isi catatan kalian masing-masing. Soal yang saya berikan pasti tidak jauh berbeda dengan yang ada di catatan ataupun LKS, mungkin hanya angkanya yang berbeda." jawab bu Is yang mengajar sebagai guru kimia sekaligus wali kelas di kelas ini.

Sesaat kelas sedikit berdengung karena banyak yang berkomentar mengenai ujian lisan yang akan diadakan minggu depan. Bu Is memang tipe guru yang tidak mau ribet dengan menyediakan banyak soal ulangan hanya untuk dijadikan ajang contek-contekan. Beliau biasanya hanya menyediakan beberapa soal yang nantinya diperebutkan jawabannya langsung dipapan tulis. Jika tidak dapat menjawab atau jawabannya salah semua maka akan diberi tugas khusus, yaitu merangkum rumus-rumus dalam beberapa bab sehingga dapat menambah nilai siswa tersebut setidaknya pas KKM.

Setelah dirasa tidak ada yang bertanya, bu Is segera menutup kelas pada hari ini lagi pula sebentar lagi bel istirahat juga akan berbunyi, "Ibu akhiri pelajaran hari ini, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh." jawab anak-anak serempak

Sebelum bu Is keluar kelas, beliau berbalik ke arah siswanya yang duduk di kursi paling depan dekat jendela,"Leyra, sebelum istirahat ke dua, ikut keruangan saya."

"Baik bu." Leyra segera membereskan alat tulisnya yang memenuhi setengah dari meja di depannya.

Setelah dirasa semua alat tulisnya sudah tersimpan rapi, Leyra segera mengambil amplop berisi surat sakitnya yang ia yakini pasti sebagai penyebab ia dipanggil wali kelas.

Hari ini memang pertama kalinya ia masuk setelah 3 hari izin tidak sekolah. Untung saja Nila, teman sebangkunya mau memberitahu tugas apa saja yang diberikan selama ia tidak masuk dengan meminjamkan buku catatannya.

Meskipun Nila tidak pernah membantunya saat dibully oleh teman sekelasnya, setidaknya dia adalah anak pendiam yang berada di pihak netral. Tidak membantu tetapi juga tidak ikut membully, hanya berbicara ketika ditanya dan yang terpenting tidak menatapnya dengan sinis ataupun jijik karena harus sebangku dengan anak yang selalu dinjak-injak oleh teman-temannya sekaligus anak beasiswa yang relatif miskin. Leyra sangat bersyukur akan hal itu. Untung saja dari semua teman dikelasnya Leyra dipasangkan sebangku dengan Nila.

Perlahan Leyra berjalan keluar kelas mengikuti langkah bu Is yang ia yakini sudah hampir sampai di ruangannya. Leyra segera mengetuk pintu dan mengucap salam kemudian masuk setelah mendapat jawaban untuk masuk ke ruangan.

"Bagaimana keadaannya, apa sudah membaik?" Tanya bu Is berbasa-basi

"Alhamdulillah sudah lebih baik bu." Jawab Leyra dengan sopan

"Sakit apa sampai 2 hari tidak masuk? Kamu itu anak beasiswa Leyra, jangan terlalu sering tidak masuk apalagi membolos. Kalau sampai beasiswa kamu dicabut, mau bayar pakai apa? Saya perhatikan buat uang saku saja sampai harus jualan." Peringat bu Is tanpa mendengar terlebih dahulu penjelasan dari Leyra.

Ya, memang terhitung 2 hari Leyra tidak masuk sekolah, 3 hari jika hari Minggu diperhitungkan. Beberapa guru seperti bu Is memang seringkali mencibir halus anak didiknya yang seperti Leyra, anak beasiswa miskin yang tidak memiliki orang tua berpengaruh. Apalagi Leyra tidak mempunyai teman, masalah apapun yang terjadi padanya pasti tidak akan diperbesar.

"Hanya tersiram air panas bu. Iya, saya tidak akan membolos, saya usahakan untuk selalu rajin kesekolah. Terimakasih atas perhatiannya." Leyra mengulas senyum tipis tanpa membalas kata-kata cibiran yang cukup menyakitkan hatinya.

"Ada surat izin dari dokter? Karena jika tidak ada, tetap akan terhitung alfa."

"Ada bu." ucap Leyra sambil menyodorkan amplop yang tadi ia bawa.

Bu Is mengecek isi amplop yang diberikan Leyra. Setelah beberapa saat, ia menutupnya setelah yakin jika surat itu tidak dipalsukan, "Kamu bisa keluar. Jam istirahat akan segera selesai dalam 10 menit lagi." ucapnya dengan melihat jam di pergelangan tangan kirinya.

"Baik, bu saya permisi dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Leyra segera beranjak dari tempat duduknya. Ia sebenarnya sedikit terburu-buru, jam istirahat ke dua adalah waktunya ia sholat dhuhur. Bagaimanapun juga waktu 10 menit akan terus berkurang selama perjalanannya ke mushola yang bangunannya terletak lumayan jauh dari ruangan ini. Terlebih jalannya akan selalu pelan karena lukanya yang masih basah. Mungkin untuk membentuk keropeng lalu proses mengelupasnya akan membutuhkan waktu lebih dari satu bulan, itupun jika tidak ada masalah selama proses penyembuhan.

Saat Leyra akan menutup pintu dari luar ruangan, ia masih mendengar gumaman pelan dari bu Is, "Untung meskipun kulit saya tidak terlalu putih seperti dia. Saya tidak penyakitan. Kelihatan banget sih kalau miskin dan penyakitan-" Leyra segera menutup rapat pintu ruangan bu Is yang sebelumnya sempat terhenti karena mendengar gumamannya.

Kenapa wali kelasnya sampai berkata seperti itu? Bukankah seharusnya tidak pantas? Apalagi usia beliau sudah berkepala 3. Leyra sedikit mengernyitkan dahi, apakah sebegitu terlihatnya kalau ia penyakitan dengan hanya melihat kulit putih pucatnya? Padahal ia sudah berusaha sekuat mungkin untuk terlihat baik-baik saja, mau bagaimana lagi kalau ia diberikan oleh Tuhan kulit putih yang selalu terlihat lebih pucat karena pengaruh penyakitnya. Leyra juga tidak cukup bodoh untuk mengira jika maksud ucapan dari wali kelas tidak tertuju padanya. Bu Is mengucapkannya cukup jelas dari tempat ia berdiri meskipun terdengar pelan seakan sudah mengukur proporsi seberapa keras suaranya untuk mencapai ke telinganya.

Leyra menghela nafas berat saat sudah sampai di mushola yang ia tuju. Ia sedikit bingung karena di teras depan mushola juga ada Leon, Bara, Geo dan juga Reno yang membenarkan kaos kaki dan sepatu. Setahunya Leon dan Geo bukan beragama Islam. Jika Geo entah bagaimana ada sedikit campuran cina padahal orang tuanya berwajah Indonesia tetapi mereka beragama Hindu. Sedangkan Leon beragama Protestan mengikuti agama yang dianut ibunya. Leyra mengetahui ini sesuai dengan rumor yang digosipkan teman-teman kelasnya. Mereka memang sesering itu dijadikan bahan obrolan teman-temannya, mungkin karena ketampanan, jabatan atau kekayaan yang mereka miliki.

Leyra berjalan ke tempat wudhu khusus cewek yang berada di sebelah kanan mushola, mau tidak mau harus melewati mereka yang masih asik mengobrol sambil memakai sepatunya. Terlihat Bara sedikit menggoda Reno dengan mengangkat kaos kakinya yang habis ia kibas-kibaskan didepan wajah Reno.

"Bau bangkai." teriak Reno sambil menepis tangan Bara dengan brutal yang hanya ditanggapi dengan tawa mengejek dari Bara.

"Nihh.. cium kaos kaki gue. Wanginya kayak minyak kasturi." ejeknya yang diselingi tawa puas saat Reno jatuh terguling kebelakang.

"Inget surga katanya ada ditelapak kaki, jangan durhaka lo nyet nglawan nyium kaos kaki gue." lanjutnya sambil terus menyodorkan kaos kaki dengan bagian bawahnya yang sudah sedikit menghitam meskipun baru hari Senin.

"Itu kalau telapak kaki emak gue. Kalau telapak kaki lo tuh najis. Apaan sih nyet-" ucapan Reno terputus karena ia kewalahan membalasnya yang diselingi dengan umpatan dan berbagai jenis isi kebun binatang yang tak luput ia sebut.

Leyra hanya tersenyum menanggapi anggukan dari Geo yang dijadikan sebagai isyarat ucapan sapanya, sedangkan Leon hanya menyorotinya tajam. Bara dan Reno tampak terengah-engah setelah adu gulat memperebutkan kaos kaki yang selalu ditepis kasar dari Reno, mereka tampaknya tidak tahu kehadirannya. Jadi Leyra hanya diam saja dan mengulas senyuman sekilas.

Leyra segera mengambil air wudhu dan sholat. Untung saja rok yang di pakai seragam di sekolah ini selalu wiru bukan span jadi Leyra dapat bergerak sedikit leluasa dengan luka yang menutupi dari paha sampai hampir lutut, apalagi saat dipakai wudhu seperti ini.

Leyra keluar dari mushola bertepatan dengan bel pergantian istirahat dengan pelajaran. Ia bergegas ke kelasnya, jangan sampai terlambat keduluan guru memasuki kelas. Leyra rasa ia akan memakan bekalnya sepulang sekolah saja sebelum kegiatan ekstrakurikuler. Ia menghela nafas lega saat guru belum memasuki kelasnya.

Dear DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang