Terimakasih sudah membaca ceritaku😊🙏
Selamat Membaca❤❤❤Sebenarnya bukan dia yang terlalu terang tetapi akulah yang terlalu gelap sehingga menganggapnya terlalu menyilaukan
SREETT ...
Kertas di buku binder catatannya ditarik paksa oleh seseorang. Leyra mendongakkan kepalanya. Ternyata Anggun, teman gengnya Resti.
"Duhh ... emang hidup lo tuh gelap, kelam lagi. Gak ada bagusnya. Baru nyadar?" cibir Anggun sambil membanting binder tebal milik Leyra,"Lo tuh gak usah kepedean deketin Geo. Asal lo tau, gue udah lihat gimana interaksi lo tadi sama Geo. Gak usah kecentilan jadi anak. Dasar cupu cacat penyakitan!!"
Leyra hanya diam saja tanpa membalas perkataan atau perbuatan Anggun yang saat ini menginjak-injak buku bindernya. Beberapa kertas sudah kotor bahkan robek tidak karuan. Sekali lagi Leyra hanya terdiam tanpa perduli sedikitpun.
Tidak ada gunanya dia melawan, saat ini ia tidak bisa membayangkan kalau sampai kulit hancur dikakinya yang belum sembuh sampai tidak sengaja menjadi sasaran amukan Anggun.
Untungnya Anggun segera pergi setelah melampiaskan ke buku bindernya dan tidak main fisik. Leyra hanya bisa menarik napas dalam lalu membereskan kekacauan yang dibuat Anggun. Serpihan kertasnya banyak yang terseret angin keluar pintu ruangan.
Tadinya Leyra ingin menulis di buku diary coklat gelap yang biasanya ia sisipkan di saku dalam tas ranselnya, sebagai penghilang rasa bosan karena sudah 15 menit ia menunggu gurunya esktrakurikuler tetapi sampai saat ini belum kelihatan batang hidungnya juga. Jadi ia berencana ingin menulis diary sambil menunggu ditempat duduknya yang dekat pintu masuk ruangan ekstranya toh anak-anak juga sibuk sendiri, berceloteh dengan teman-temannya. Namun setelah Leyra mencarinya berulang kali tetap tidak ditemukannya benda persegi warna coklat itu. Leyra sudah mengingat-ingat kapan terakhir kali ia membawanya, tetapi ingatannya seakan tumpang tindih sehingga membuatnya sama sekali tidak mengingat.
Sebenarnya Leyra tidak terlalu cemas jika ada yang menemukan buku diary usang miliknya, mungkin yang menemukan akan menganggapnya benda tidak penting atau justru langsung membuangnya.
Mereka yang menemukan tidak akan mengenali pemilik buku itu jika tidak melihatnya sendiri terjatuh dari tasnya toh Leyra hanya menaruh inisial namanya di bagian sampul yang lebih mirip dengan hiasan belaka. Tetapi buku itu bagi Leyra sangat berharga karena menceritakan setiap kejadian yang ia alami, keluh kesahnya tertampung semua didalamnya. Bagi yang mengetahui buku itu miliknya dan bisa menerjemahkan kata-kata yang Leyra tulis, Leyra menganggap orang itu telah mengetahui 50% sisi kelam miliknya yang selama ini ia sembunyikan. Apalagi jika orang itu juga menemukan selembar kertas yang ada dibalik sampul bagian belakang yang sebenarnya ada saku tipis yang menempel pada bagian dalamnya.
"Siapa yang ngelakuin?"
Suara bas ini menyadarkan Leyra dari lamunan panjangnya, tangannya sudah berhenti untuk memunguti serpihan kertas yang berserakan di depan pintu. Leyra menatap kedepannya, ada sepasang sepatu yang samar-samar cukup familiar baginya. Leyra juga baru sadar teman-temannya yang tadinya berhenti berceloteh karena kedatangan Anggun kemudian menertawakannya yang dijadikan korban bullyan mendadak terdiam, sepi.
"Butuh bantuan?"
Leyra membisu ketika melihat bola mata coklat terang yang saat ini 30 cm tepat berada di depannya. Sinar matahari sore tampak menampilkan siluet kedua anak manusia ini jika dilihat dari dalam kelas. Leyra mendongak untuk menemukan orang yang berbicara dengannya sedangkan Leon, tubuh tingginya yampak membungkuk sambil mengulurkan tangan menawarkan bantuan kepada Leyra.
Setelah beberapa saat Leyra mengerjapkan matanya, selesai oleh rasa terkejutnya, "Owh.. ini ti-tidak apa. Ma-maksudku ti-tidak usah di bantu."
Leon menarik uluran tangannya yang terabaikan, dia tidak tampak salah tingkah tetapi justru mengembalikan sorot dingin dan tajam dari matanya.
"Sampai kapan jongkok di sana?" ucap Leon tiba-tiba setelah jeda sedikit lama
"E-eh.. aku?"tanya Leyra dengan polosnya, padahal tidak ada siapa-siapa di belakangnya, jadi mata Leon pas tertuju padanya.
Leyra perlahan berdiri setelah menyadari kebodohannya. Kertas yang ia punguti juga sudah selesai terkumpulkan tampaknya Leon menyadarinya makanya dia berkata seperti itu. Leyra merutuki sikap bodohnya. Sungguh, gara-gara ia sekarang tercipta suasana yang sangat canggung untuk memulai percakapan.
Untungnya guru kelas ekstrakurikulernya datang, jadi kami segera masuk. Eh.. Leon ikut masuk? Apa dia memilih ekstra lukis? Bukannya dia lebih cocok dengan eksra di bidang olahraga? Leyra tidak mau ambil pusing, mungkin saja Leon memang ada bakat toh selama ini ia juga tidak tahu apa-apa tentang hobinya. Secara ... Leon terhitung masih anak baru.
Ternyata Leon memiliki perlu dengan guru yang mengajar ektranya. Terbukti setelah materi sudah disampaikan dan tinggal mempraktikkannya, Leon tampak asik berbicara serius dengan gurunya. Sepertinya Leon bertanya mengenai beberapa praktek yang telah dia lewatkan selama ijin sakitnya. Karena setahu Leyra gurunya ekstra memang mengajar mata pelajaran seni budaya di beberapa kelas XI dan XII.
"... Kamu harus mengejar ketertinggalanmu, Leon. Ingat kamu siswa baru yang jelasnya memiliki beberapa perbedaan materi dengan sekolah lamamu. Apalagi kamu sudah ijin lama karena kecelakaan. Sebagai wali kelasmu ibu hanya dapat mengingatkan dan memberikan motivasi untukmu, Leon.."
Samar-samar Leyra dapat mendengar percakapan Leon dengan gurunya. Owh ... ternyata juga sebagai wali kelas, pantas saja Leon sampai rela bela-belain sepulang sekolah kesini, batinnya.
Leyra tetap serius ngerjakan 'stilasi dan deformasi' dari ubur-ubur yang saat ini sedang ia kerjakan dengan sedikit-sedikit mendengarkan suara percakapan mereka. Entah mengapa dengan Leon dapat memunculkan jiwa peduli dan keingintahuannya.
Tiba-tiba Leyra merasakan tatapan dari seseorang yang sepertinya memperhatiknnya.Leyra berfikir tidak mungkin jika teman-temannya, maka ia langsung menoleh kekanan, tempat meja gurunya yang juga ada Leon duduk di depannya.
Ternyata memang benar Leon yang menatapnya lurus, wali kelas Leon sudah mengalihkan perhatiannya dengan lukisan stilasi dan deformasi anak-anak apa sudah seperti yang beliau jelaskan.
Leyra tampak malu karena Leon mengalihkan matanya ke deformasi ubur-ubur yang ia deformasikan menjadi semangkuk mie yang tumpah dengan mangkuk di jadikan sebagai kepala ubur-ubur, mie yang tumpah beserta kriuk dan sausnya dibuat seestetika mungkin menjadi kaki-kaki ubur-ubur, sedangkan kuahnya menjadi air laut agar lebih mendramatisir latarnya.
Tiba-tiba jantung Leyra berdebar saat melihat lengkungan tipis dari bibir Leon. Senyumnya tampak indah. Baru pertama kali ini ia melihat emosi Leon yang tampak dari senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary
Teen Fictiontentang perasaan yang selalu tersakiti tentang cinta yang sulit untuk tak saling melukai dan tentang kepedulian yang membuatku selalu menjadi bayangan