Terimakasih sudah membaca ceritaku😊🙏
Selamat membaca ya❤❤❤"Capek banget." Leon langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur setelah melemparkan tasnya di meja belajar yang bersih dari buku atau satupun alat tulis.
Setelah dipikir-pikir ... memang sudah seharusnya dia merasa lelah. Bagaimana tidak? Ketika akan membolos, ketahuan oleh pak Broery kemudian diceramahi panjang lebar oleh guru BK sehingga telinganya pengang dan terpaksa harus melanjutkan sekolah sampai pelajaran usai.
Untungnya tidak ada hukuman mengingat tangannya yang masih belum sembuh sepenuhnya. Tetapi karena tidak ikut membolos bersama Reno dan Bara, ia harus pontang panting mencari taksi menuju ke rumah sakit terkait jadwal kontrol tangannya. Sesampai disana antrian cukup panjang. Pulangnya sudah malam.
Namun ... seperti ada yang kurang dari hari ini. Ia sama sekali tidak dapat mengawasi gadis bermata sendu itu sepulang sekolah. Padahal terakhir bertemu keadaannya cukup mengkhawatirkan.
Leon mengacak rambutnya dengan sebal, "Ish.. ada apa sih dengan otak gue."
Mungkin karena gerakan reflek menjadikan otot lengan kanannya ikut tertarik. Nyeri yang menyengat mengingatkan kalau tangannya masih belum sembuh benar dan ia tidak bisa bergerak dengan seenaknya, "Akh.. sial! Kenapa gue gak bisa berhenti peduliin tuh cewek."
Hening beberapa saat, hanya ada suara jarum jam yang seakan mengikuti kilasan demi kilasan peristiwa yang terjadi padanya dengan cewek yang ia sebut-sebutkan. Seakan doktrin yang ia berikan kepada otaknya untuk tidak memikirkan, memperdulikan atau bersikap acuh terasa percuma.
Entah mengapa hatinya berdenyut nyeri melihat mata sendunya yang selalu berusaha bersinar hangat kepada orang sekitar tetapi sejatinya redup dan penuh akan sorot kesakitan. Belum pernah sekalipun ia menjumpai lengkungan manis dari bibirnya yang menyiratkan arti kebahagiaan. Sesakit apa hidupnya? Mengapa hatinya yang beku perlahan tergerak untuk memperhatikannya? Apakah yang sebenarnya terjadi padanya?
Drrttt.. Drrttt..
Lamunannya terpecah saat ada getaran dari ponsel di saku jaketnya. Cukup lama ia terdiam melihat nama adiknya yang terpampang di layar ponselnya.
Ada apa? Bukankah biasanya tidak ada keluarga yang menelfonnya, jika ia tidak membuat masalah? Bahkan semenjak ia di Indonesia, tidak satupun dari mereka menghubunginya sekedar menanyakan kabar.
Mungkin.. hanya mengirimkan uang untuk kebutuhan. Hanya Bi Inah, pembantunya, yang sesekali mengirim pesan atau sekedar menyakan kabar. Bi Inah sudah Leon anggap sebagai keluarga sendiri.
Perlahan Leon mengangkat panggilan tersebut pada dering ke lima.
"Hallo kak." Terdengar nada ceria di seberang sana. Meskipun demikian tidak menutupi sedikit nada lemah dari si penelpon.Maaf ya kalau lama banget.🙏 Belakangan ini aku merasa sedikit terkekang dan tertekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary
Подростковая литератураtentang perasaan yang selalu tersakiti tentang cinta yang sulit untuk tak saling melukai dan tentang kepedulian yang membuatku selalu menjadi bayangan