Jangan pernah mengatakan tidak ada yang mengkhawatirkan dirimu sebagai seorang anak. Mungkin kau melupakan satu hal. Yaitu 'perasaan seorang ibu'. Tidak ada yang menandingi perasaan mereka. Karena tanpa sepengetahuan kalian, rasa khawatirnya melebihi apapun yang ada di dunia ini.
Seorang Raymond Anindito Ganendra serta diikuti beberapa asisten dan bawahannya keluar dari ruang meeting dengan langkah yang begitu cepat menuju kembali ke ruangannya.
Tampaknya hari ini wajahnya terlihat begitu kesal.
Bagaimana tidak. Yang seharusnya menghadiri rapat tersebut adalah putranya, malah tidak hadi. Hingga membuat para kolega dari beberapa perusahaan memutuskan untuk menunda pertemuan mereka hingga kembalinya seorang Bima Putra Ganendra. Karena tanpa kehadiran Bima, mereka tidak mau menandatangi berkas-berkas itu.
Salah satu orang kepercayaannya, datang menemuinya.
Entah apa yang dibisikkan oleh orang itu, dengan sangat keras Raymond memukul mejanya. Sudah sangat jelas bahwa dia sangat marah.
"Tristan !" Panggilnya ke salah satu bodyguard.
"Iya bos."
"Segera temukan Bima dan bawa dia kehadapan saya. Cepat !!"
"Baik bos."
"Ingat, jangan biarkan dia menemukan anak itu dan mengetahui rencana kita." Perintahnya kepada para bodyguardnya.
"Baik bos." Salah satu bodyguard itu pun segera keluar, bergegas mengerjakan perintah dari bosnya.
Raymond tidak ingin Bima mengetahui alasan kenapa Aldrich selalu ingin menangkap Naiara. Jika sampai Bima mengetahuinya, hancur sudah rencana mereka. Sudah pasti Bima akan meninggalkan mereka. Bagi mereka, Bima merupakan satu-satunya aset berharga di perusahaan itu.
***
Di rumah yang tampak sunyi, terlihat Arvin tengah berjalan loyo menenteng jaketnya menaiki anak tangga.
"Hai Vin.." Sapa Adela. "Kok kamu pulang sendirian. Naiara kemana ?"
Tak sedikitpun Arvin menoleh. Ia berlalu begitu saja melewati sang mama. Jiwanya di rumah, tapi pikirannya berada dimana-mana.
Karena penasaran, Adela pun menghampirinya ke kamar.
"Vin.." Sembari mengetuk pintu kamar. Lalu membukanya. "Mama masuk ya.."
Arvin yang tengah melamun menghadap kaca jendela, selang beberapa menit tersadar akan kehadiran mamanya. "Mama.. Ada apa ma ?"
"Gak ada apa-apa. Cuma mau ngecek anak mama aja."
Arvin berpindah duduk ke tempat tidur, mengecek ponselnya. Berharap seseorang yang dikhawatirkannya menghubunginya.
Tidak ada yang bisa membohongi perasaan seorang ibu. Begitu juga dengan Adela, yang langsung mendekati putranya. Sepertinya putranya itu sedang ada masalah.
Ia memperhatikan wajah putranya terlebih dahulu, sebelum mengajukan pertanyaan kepadanya.
"Vin.. Mama udah boleh nanya belum ?"
Arvin tersenyum geli. "Mama.. Kayak sama siapa aja, pake izin segala."
"Daripada mama langsung nanya 'ada apa', trus jawaban kamu 'gapapa', lebih baik kan izin dulu. Biar dapat jawabannya."
"Mama, mama.. Ada-ada aja."
"Biar kamu gak terlalu kusut mukanya."
"Kemarin, Naiara marah sama aku, ma." Arvin mulai membuka cerita.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Novela Juvenil"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...