Chapter 29

10K 933 21
                                    

Serenata POV

Setelah menyelesaikan absensiku pagi hari ini. Aku segera berjalan menuju ruangan Mas Gun. Semalam, aku diminta untuk datang lebih pagi dan langsung menuju ruangannya.

Pikiranku sudah memikirkan banyak hal. Pasti semua ini ada sangkut pautnya dengan masalah yang menimpanya beberapa hari ini.

Saat aku berjalan menuju lift, aku melihat sosok laki-laki dengan bando berwarna pink yang ada di kepalanya. Aku yakin seratus persen itu adalah Dani. Dengan segera aku mempercepat langkahku untuk menyusul Dani yang berjalan cukup jauh di depanku.

"Selamat Pagi!" seruku sembari menepuk pundak kanan Dani pelan.

Dani menghentikan langkahnya. Kini ia menatapku secara meneliti dari atas ke bawah. Alisnya terangkat satu ke atas.

"Sehat?" tanyanya.

"Lo liatnya gimana?" tantangku padanya.

Dani mengendikan bahunya santai, sambil berjalan ia menjawab pertanyaanku singkat, "Cheerfully."

Aku tertawa kecil, setelah mendengar ucapan Dani. Kami berjalan bersama ke dalam lift. Aku langsung menekan tombol di mana lantai ruangan Mas Gun berada. Berbeda dengan Dani yang ku lihat hanya terdiam menatap lurus ke pantulan dirinya yang ada di depan, sembari membenarkan letak bando yang digunakkannya.

"Dan, lo mau ke mana?"

"Lantai tiga."

"Lah? Ke ruangan siapa lo?" tanyaku heran. Karena pada awalnya, aku mengira Dani akan menuju ruang wartawan yang berada di lantai dua.

Dani menoleh ke arahku. "Nemenin lo ketemu Mas Gun." Ia kembali menatap pantulan dirinya sambil tertawa-tawa sendiri melihat bando yang dikenakannya.

Aku memutar mataku ke arah Dani. "Ngapain? Gue bisa sendiri. Lagian lo tau dari mana dah," ucapku.

"Nebak aja."

Aku hanya tersenyum tipis. Ada untungnya juga, Dani menemaniku. Setidaknya ada orang pertama yang melihat wajahku muram karena teguran atau apapun yang buruk nanti, adalah Dani. Karena apa? Dani tidak akan berkomentar apapun.

Dani keluar dari dalam lift terlebih dahulu, sedangkan aku ada di belakangnya. Dani pun memilih untuk menunggu di kursi yang ada di depan ruangan.

"Gue tunggu sini," ujarnya singkat.

Aku mengiakan ucapan Dani. Sebelum mengetuk pintu, aku menghela napas dalam dan memejamkan mataku sejenak.

Tok...Tok...Tok...

Pintu berwarna cokelat itu ku buka dengan pelan. Senyuman seceria mungkin aku tampakan kepada orang yang ada di dalam.

"Selamat Pagi, Mas Gun."

"Halo Nata! Sini Nat!"

Aku sempat terperanjat kaget, setelah melihat ada tiga orang di dalam ruangan tersebut. Mas Gun bersama dua komisaris utama Media-Net.

"Pagi, Pak Reno."

"Pagi, Bu Cyntia."

Dengan setengah membungkuk, aku menyapa ramah kedua komisaris yang akan duduk berhadapan denganku. Jantungku berdetak lebih cepat. Aku berkali-kali menelan salivaku dengan kasar.

"Gimana Nata kabarmu?" tanya Pak Reno yang hari ini mengenakkan kemeja batik panjang berwarna cokelat.

"Baik. Alhamdulillah."

Pria yang kurang lebih berumur sama dengan Papa itu tersenyum padaku. Sama halnya dengan Bu Cyntia yang tersenyum manis padaku, sehingga matanya yang sipit tertarik. Wanita keturunan tionghoa itu terlihat sangat cantik hari ini.

The Walk of Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang